Dinding di sebelah pintu Gereja ikut jebol, membuat angin bertambah seru memasuki ruangan besar itu.
Keempat bocah yang lain hanya terpana melihat Lexy yang masih berdiri kaku, menatap sisa Shadow yang baru saja dihabisinya. Phoenix merahnya terbang rendah, mendarat di bahu Lexy seperti biasa. Dari gundukan debu 2 Shadow terakhir itu, muncul cahaya hitam dan putih, persis yang ditemukan Ren, Lexy, dan Freya di lubang bekas bintang jatuh itu.
Dari cahaya hitam, kali ini bukan binatang lagi yang muncul. Frey mengenali sosok di depannya. Rabi, begitu biasanya Frey memanggil manusia dengan wajah kelinci yang membawa pedang hitam di punggungnya, dengan jubah hitam pendek dan topi hitam menutupi wajahnya. Tokoh rekaan nya waktu masih kecil, gambar iseng yang sering dibuat waktu ia masih duduk di bangku TK, kini muncul di depan Frey, sambil membungkuk hormat, dan mengulurkan tangannya ke arah Frey.
Dari cahaya putih, elang berwarna coklat hitam terbang rendah, mencengkeram pundak Mir perlahan, membuat Mir meringis kesakitan. Walaupun wajahnya galak, tapi elang itu menerima tepukan pelan dari tangan Mir.
"Hoo, sudah lengkap ya?" Suara Tom mengagetkan kelima bocah yang mengagumi Rabi dan Brownie, panggilan untuk elang Mir.
"Tom!" seru Freya girang. "Kalau kau ada di sini berarti.."
"Yap, kereta hitam nya sudah menunggu kalian. Sudah siap pergi?"
"Tapi, tidak ada sms seperti biasanya," jawab Ren ragu - ragu.
"Memangnya kalian pergi sesuai perintah di sms itu? Tanpa perintah pun boleh pergi kan? Jadi? Kalian sudah siap?"
Kelima bocah itu hanya berpandangan satu sama lain. Kebingungan. Ren masih ragu - ragu. Freya ingin segera pindah dari kota ini. Lexy terserah. Frey masih ingin di sini. Mir ikut dengan Ren. Tom menyadari masalah ini, ia mengusulkan untuk merundingkan masalah ini dulu.
"Malam ini kalian rundingan saja dulu. Besok pagi baru berangkat, kalau kalian mau pergi tentunya." Sambil berkata begitu, Tom meninggalkan mereka lagi, kembali ke stasiun. Malam itu, kelima bocah itu duduk melingkar, disinari cahaya lilin dari korek api yang diberi oleh Tom tadi.
"Aku masih ingin di sini.." Frey memulai pembicaraan. "Ada sesuatu yang aneh di sini, aku ingin menyelidikinya lebih lanjut. Soal pergi ke kota selanjutnya, kapan saja bisa kan?"
"Aku akan pergi," Lexy membuat yang lain menoleh ke arahnya. "Shadow terkuat di sini sudah dikalahkan oleh Phoenix ku ini, aku mau cari yang lain." Lexy membalas pandangan sinis Ren.
"Aku juga pergi," Frey menoleh seketika ke arah Freya. "Di sini suram. Aku tidak suka," Freya memotong Frey yang berniat membantahnya. "Mir dan Ren bagaimana?"
"Aku.."
"Aku ikut dengan Ren," gumam Mir. "Aku tidak mau berjalan sendirian tanpa arah begini. Sejak awal aku memang tidak betah di rumah, tapi aku tidak berniat berpetualang seperti ini." Ren menunduk penuh sesal. Seolah - olah itu adalah kesalahannya Mir bisa sampai ikut ke sini.
"Aku tetap di sini." kata Ren mantap. "Kalau terus pergi, aku tidak tau apa yang akan terjadi pada Mir, makanya aku tetap di sini."
"Yosh... sudah diputuskan ya?" Frey mengacungkan jempolnya. "Mulai besok, kita jalan sendiri - sendiri. Biar tidak kehilangan kontak, ayo kita tukeran nomer HP. Dengan begini walau ada apa - apa, kita masih bisa saling berhubungan. OK?"
Keempat bocah yang lain mengangguk pelan, sambil mengulurkan HP masing - masing.
Keempat bocah yang lain hanya terpana melihat Lexy yang masih berdiri kaku, menatap sisa Shadow yang baru saja dihabisinya. Phoenix merahnya terbang rendah, mendarat di bahu Lexy seperti biasa. Dari gundukan debu 2 Shadow terakhir itu, muncul cahaya hitam dan putih, persis yang ditemukan Ren, Lexy, dan Freya di lubang bekas bintang jatuh itu.
Dari cahaya hitam, kali ini bukan binatang lagi yang muncul. Frey mengenali sosok di depannya. Rabi, begitu biasanya Frey memanggil manusia dengan wajah kelinci yang membawa pedang hitam di punggungnya, dengan jubah hitam pendek dan topi hitam menutupi wajahnya. Tokoh rekaan nya waktu masih kecil, gambar iseng yang sering dibuat waktu ia masih duduk di bangku TK, kini muncul di depan Frey, sambil membungkuk hormat, dan mengulurkan tangannya ke arah Frey.
Dari cahaya putih, elang berwarna coklat hitam terbang rendah, mencengkeram pundak Mir perlahan, membuat Mir meringis kesakitan. Walaupun wajahnya galak, tapi elang itu menerima tepukan pelan dari tangan Mir.
"Hoo, sudah lengkap ya?" Suara Tom mengagetkan kelima bocah yang mengagumi Rabi dan Brownie, panggilan untuk elang Mir.
"Tom!" seru Freya girang. "Kalau kau ada di sini berarti.."
"Yap, kereta hitam nya sudah menunggu kalian. Sudah siap pergi?"
"Tapi, tidak ada sms seperti biasanya," jawab Ren ragu - ragu.
"Memangnya kalian pergi sesuai perintah di sms itu? Tanpa perintah pun boleh pergi kan? Jadi? Kalian sudah siap?"
Kelima bocah itu hanya berpandangan satu sama lain. Kebingungan. Ren masih ragu - ragu. Freya ingin segera pindah dari kota ini. Lexy terserah. Frey masih ingin di sini. Mir ikut dengan Ren. Tom menyadari masalah ini, ia mengusulkan untuk merundingkan masalah ini dulu.
"Malam ini kalian rundingan saja dulu. Besok pagi baru berangkat, kalau kalian mau pergi tentunya." Sambil berkata begitu, Tom meninggalkan mereka lagi, kembali ke stasiun. Malam itu, kelima bocah itu duduk melingkar, disinari cahaya lilin dari korek api yang diberi oleh Tom tadi.
"Aku masih ingin di sini.." Frey memulai pembicaraan. "Ada sesuatu yang aneh di sini, aku ingin menyelidikinya lebih lanjut. Soal pergi ke kota selanjutnya, kapan saja bisa kan?"
"Aku akan pergi," Lexy membuat yang lain menoleh ke arahnya. "Shadow terkuat di sini sudah dikalahkan oleh Phoenix ku ini, aku mau cari yang lain." Lexy membalas pandangan sinis Ren.
"Aku juga pergi," Frey menoleh seketika ke arah Freya. "Di sini suram. Aku tidak suka," Freya memotong Frey yang berniat membantahnya. "Mir dan Ren bagaimana?"
"Aku.."
"Aku ikut dengan Ren," gumam Mir. "Aku tidak mau berjalan sendirian tanpa arah begini. Sejak awal aku memang tidak betah di rumah, tapi aku tidak berniat berpetualang seperti ini." Ren menunduk penuh sesal. Seolah - olah itu adalah kesalahannya Mir bisa sampai ikut ke sini.
"Aku tetap di sini." kata Ren mantap. "Kalau terus pergi, aku tidak tau apa yang akan terjadi pada Mir, makanya aku tetap di sini."
"Yosh... sudah diputuskan ya?" Frey mengacungkan jempolnya. "Mulai besok, kita jalan sendiri - sendiri. Biar tidak kehilangan kontak, ayo kita tukeran nomer HP. Dengan begini walau ada apa - apa, kita masih bisa saling berhubungan. OK?"
Keempat bocah yang lain mengangguk pelan, sambil mengulurkan HP masing - masing.
0 comments:
Post a Comment