Sambil terengah - engah, Frey membanting pintu penginapan di belakangnya. Sesaat sebelum mereka masuk, raungan panjang itu masih terdengar, tapi sekarang sudah tidak lagi. Lexy melongokkan kepalanya dengan Phoenix bertengger di bahunya.
"Err.. kalian dari luar kan? Dengar suara tadi?"
"Begitulah..!" Raungan itu kembali terdengar. Kali ini lebih keras dari yang tadi, membuat Ren menghampiri yang lain sambil kebingungan meminta penjelasan.
Ruang makan jadi tempat ngumpul mereka malam itu. Sambil menyantap makanan yang sudah ada, mereka masih bersiap - siap mendengarkan raungan yang mengerikan itu. Ren sudah mencoba membangunkan kakek tukang tidur itu lagi tadi, dan hasilnya masih sama saja seperti hari - hari biasa. Lexy bercerita tentang kunci yang ditemukannya di depan pintu kamarnya.
"Bentuknya aneh," Lexy mengeluarkan kunci itu dari kantongnya. "Warnanya emas, ujungnya panjang banget, dan di kamar - kamar atas gak ada yang bisa dibuka pake kunci ini."
"Simpan aja deh, siapa tau itu kunci rahasia," Freya berbinar, membuat suasana di meja makan itu jadi cair lagi. Suara raungan itu pun sampai keesokan hari nya tidak lagi terdengar, sampai 2 hari berikutnya..
"Uwaa!!" jeritan Mir membahana di ruang makan yang kini gelap gulita.
"Weh, mati lampu.." gumam Ren. "Mana ada lilin di sini.."
Sesaat kemudian lampu menyala redup, dan kali ini teriakan Ren menyambung ke 4 bocah lainnya.
"Hush, jangan teriak - teriak.." Si kakek penunggu meja resepsionis, berdiri sambil membawa lampu minyak di tangannya.
"K-ka-kakek meja depan..." ujar Lexy terbata - bata.
"Listriknya putus yaa.."
"Nenek makanan...!"
"Wah wah.." Nenek yang selalu diucapkan Mir itu tiba - tiba muncul juga, membawa lampu minyak yang sama seperti yang dibawa si Kakek. "Datang lagi yaa..." Belum sempat kelima bocah itu meminta penjelasan, pintu depan sudah terdobrak, raungan mengerikan itu muncul dari arah pintu yang sudah roboh.
Yang di depan mereka bukan monster, lebih mirip Inuki, tapi bisa berdiri dengan kedua kaki, dan tentunya besarnya tidak sekecil Inuki. Tingginya hampir sama dengan Frey. Kelima bocah itu menepi ke pinggir dinding, dengan ketiga hewan mungil mereka di depan, menggeram pelan. Kakek dan Nenek yang baru saja muncul itu bukannya ikut menepi, malah mendekati makhluk di depan mereka.
"Lagi - lagi merusak pintu depan kita ya Pak.." ujar si Nenek. Yang diajak ngomong hanya tersenyum.
"Memang Shadow bandel.." Tangan kanan si Kakek yang tidak memegang lampu mengarah ke kepala makhluk yang dipanggil Shadow itu. Cahaya kuning seperti lampu penginapan muncul dan menyelimuti makhluk di depannya. Dari atas kepala, sampai bawah. Sedetik kemudian, cahaya berikut makhluk yang diselimutinya menghilang, tanpa jejak sama sekali.
"Err.. kalian dari luar kan? Dengar suara tadi?"
"Begitulah..!" Raungan itu kembali terdengar. Kali ini lebih keras dari yang tadi, membuat Ren menghampiri yang lain sambil kebingungan meminta penjelasan.
Ruang makan jadi tempat ngumpul mereka malam itu. Sambil menyantap makanan yang sudah ada, mereka masih bersiap - siap mendengarkan raungan yang mengerikan itu. Ren sudah mencoba membangunkan kakek tukang tidur itu lagi tadi, dan hasilnya masih sama saja seperti hari - hari biasa. Lexy bercerita tentang kunci yang ditemukannya di depan pintu kamarnya.
"Bentuknya aneh," Lexy mengeluarkan kunci itu dari kantongnya. "Warnanya emas, ujungnya panjang banget, dan di kamar - kamar atas gak ada yang bisa dibuka pake kunci ini."
"Simpan aja deh, siapa tau itu kunci rahasia," Freya berbinar, membuat suasana di meja makan itu jadi cair lagi. Suara raungan itu pun sampai keesokan hari nya tidak lagi terdengar, sampai 2 hari berikutnya..
"Uwaa!!" jeritan Mir membahana di ruang makan yang kini gelap gulita.
"Weh, mati lampu.." gumam Ren. "Mana ada lilin di sini.."
Sesaat kemudian lampu menyala redup, dan kali ini teriakan Ren menyambung ke 4 bocah lainnya.
"Hush, jangan teriak - teriak.." Si kakek penunggu meja resepsionis, berdiri sambil membawa lampu minyak di tangannya.
"K-ka-kakek meja depan..." ujar Lexy terbata - bata.
"Listriknya putus yaa.."
"Nenek makanan...!"
"Wah wah.." Nenek yang selalu diucapkan Mir itu tiba - tiba muncul juga, membawa lampu minyak yang sama seperti yang dibawa si Kakek. "Datang lagi yaa..." Belum sempat kelima bocah itu meminta penjelasan, pintu depan sudah terdobrak, raungan mengerikan itu muncul dari arah pintu yang sudah roboh.
Yang di depan mereka bukan monster, lebih mirip Inuki, tapi bisa berdiri dengan kedua kaki, dan tentunya besarnya tidak sekecil Inuki. Tingginya hampir sama dengan Frey. Kelima bocah itu menepi ke pinggir dinding, dengan ketiga hewan mungil mereka di depan, menggeram pelan. Kakek dan Nenek yang baru saja muncul itu bukannya ikut menepi, malah mendekati makhluk di depan mereka.
"Lagi - lagi merusak pintu depan kita ya Pak.." ujar si Nenek. Yang diajak ngomong hanya tersenyum.
"Memang Shadow bandel.." Tangan kanan si Kakek yang tidak memegang lampu mengarah ke kepala makhluk yang dipanggil Shadow itu. Cahaya kuning seperti lampu penginapan muncul dan menyelimuti makhluk di depannya. Dari atas kepala, sampai bawah. Sedetik kemudian, cahaya berikut makhluk yang diselimutinya menghilang, tanpa jejak sama sekali.
0 comments:
Post a Comment