Teriakan makian dan cacian. Selama 1 bulan terakhir hanya itu saja yang meramaikan rumah ku. Entah ada aku atau tidak, semuanya sama saja setiap hari. Hanya gara - gara masalah kecil, pertengkaran selalu merembet ke masalah perceraian. Aku muak. Aku tidak betah lagi ada di rumah.
Pertama kali aku terjun ke sudut kota, aku disambut segerombolan bocah yang sok mafia. Menodongku yang jago karate? Sama saja dengan cari mati. Tanpa banyak kesulitan aku menundukkan mereka. Entah kenapa, perasaan tertekan ku yang selalu ada jika sedang di rumah berkurang sedikit. Makin dalam aku masuk ke sudut kota yang gelap, makin banyak kutemukan orang yang tidak biasa. Mereka menerimaku, walaupun aku selalu habis babak belur sepulangnya dari sana.
Salah satu pentolan mafia di sana pernah keceplosan. Daerah nya jadi sepi saat aku absen 'berkunjung' ke markas mereka. Pertama aku hanya datang saat pulang sekolah. Tapi lama kelamaan sekolah pun menjadi tempat yang menyebalkan. Ketidak rukunan keluargaku dibuat para pengajar untuk mencari alasan nilaiku yang turun.
Pagi itu aku telat masuk. Tanpa sadar kaki ku sudah melangkah ke sudut kota. Sungguh 2 sisi yang berbeda. Di siang hari, sudut kota itu terlihat begitu terang, dan aku bisa melihat celah di mana para mafia di sana biasa menghilang saat para polisi mengejarnya. Semakin ke dalam, makin banyak celah yang bisa kulihat. Dari satu hari itu, paling tidak hanya sepersepuluh bagian yang sudah kulalui.
Rutinitas sekolahku berubah sejak hari itu. Tidak pernah lagi aku datang ke sekolah. Aku selalu menuju sudut kota itu. Kemudian mencari celah yang tidak kuketahui. Baru malam nya aku pulang. Seperti biasa, dengan memar di sekujur tubuhku, dan kedua orang tuaku akan kembali saling menyalahkan satu sama lain. Aku mual. Aku sudah tidak bisa lagi tinggal di sini.
Keputusan pergi ku hampir berubah saat malam itu kedua orang tuaku terduduk bersama. Menanti kepulanganku. Tapi aku sudah tidak bisa mundur lagi. Aku harus tetap maju. Sunset Town, kota tanpa nama, dan sekarang Coliseum Roundtrap Town. Phoenix di sebelahku dengan setia menemaniku. Aku tidak tau apa jadinya kalau waktu itu aku benar - benar mengusirnya.
Aku masih ingat saat ia datang dengan bulu terkoyak setelah kami bertengkar. Saat itu, aku benar - benar membutuhkan Frey untuk menonjokku. Aku tidak akan mengulangi hal yang sama kedua kalinya. Kali ini sudah tidak ada Frey. Aku berjalan sendiri.
Coliseum itu dipenuhi orang - orang yang membawa binatang - binatang aneh seperti Phoenix ku. Aku mendaftarkan diri ku sebagai salah seorang peserta. Lumayan, dapat makan dan tempat bermalam. Sambil istirahat dan mempersiapkan diri, aku memejamkan mataku sejenak. Sebenarnya apa yang kucari sampai jauh - jauh ke sini? Apa yang kulakukan di sini? Apa gunanya aku ikut pertandingan di sini?
Aku ingin jadi kuat. Aku ingin bisa melindungi orang - orang yang kusayangi. Tapi di atas semua itu, aku ingin merasakan sekali lagi, hangatnya sebuah keluarga.
Pertama kali aku terjun ke sudut kota, aku disambut segerombolan bocah yang sok mafia. Menodongku yang jago karate? Sama saja dengan cari mati. Tanpa banyak kesulitan aku menundukkan mereka. Entah kenapa, perasaan tertekan ku yang selalu ada jika sedang di rumah berkurang sedikit. Makin dalam aku masuk ke sudut kota yang gelap, makin banyak kutemukan orang yang tidak biasa. Mereka menerimaku, walaupun aku selalu habis babak belur sepulangnya dari sana.
Salah satu pentolan mafia di sana pernah keceplosan. Daerah nya jadi sepi saat aku absen 'berkunjung' ke markas mereka. Pertama aku hanya datang saat pulang sekolah. Tapi lama kelamaan sekolah pun menjadi tempat yang menyebalkan. Ketidak rukunan keluargaku dibuat para pengajar untuk mencari alasan nilaiku yang turun.
Pagi itu aku telat masuk. Tanpa sadar kaki ku sudah melangkah ke sudut kota. Sungguh 2 sisi yang berbeda. Di siang hari, sudut kota itu terlihat begitu terang, dan aku bisa melihat celah di mana para mafia di sana biasa menghilang saat para polisi mengejarnya. Semakin ke dalam, makin banyak celah yang bisa kulihat. Dari satu hari itu, paling tidak hanya sepersepuluh bagian yang sudah kulalui.
Rutinitas sekolahku berubah sejak hari itu. Tidak pernah lagi aku datang ke sekolah. Aku selalu menuju sudut kota itu. Kemudian mencari celah yang tidak kuketahui. Baru malam nya aku pulang. Seperti biasa, dengan memar di sekujur tubuhku, dan kedua orang tuaku akan kembali saling menyalahkan satu sama lain. Aku mual. Aku sudah tidak bisa lagi tinggal di sini.
Keputusan pergi ku hampir berubah saat malam itu kedua orang tuaku terduduk bersama. Menanti kepulanganku. Tapi aku sudah tidak bisa mundur lagi. Aku harus tetap maju. Sunset Town, kota tanpa nama, dan sekarang Coliseum Roundtrap Town. Phoenix di sebelahku dengan setia menemaniku. Aku tidak tau apa jadinya kalau waktu itu aku benar - benar mengusirnya.
Aku masih ingat saat ia datang dengan bulu terkoyak setelah kami bertengkar. Saat itu, aku benar - benar membutuhkan Frey untuk menonjokku. Aku tidak akan mengulangi hal yang sama kedua kalinya. Kali ini sudah tidak ada Frey. Aku berjalan sendiri.
Coliseum itu dipenuhi orang - orang yang membawa binatang - binatang aneh seperti Phoenix ku. Aku mendaftarkan diri ku sebagai salah seorang peserta. Lumayan, dapat makan dan tempat bermalam. Sambil istirahat dan mempersiapkan diri, aku memejamkan mataku sejenak. Sebenarnya apa yang kucari sampai jauh - jauh ke sini? Apa yang kulakukan di sini? Apa gunanya aku ikut pertandingan di sini?
Aku ingin jadi kuat. Aku ingin bisa melindungi orang - orang yang kusayangi. Tapi di atas semua itu, aku ingin merasakan sekali lagi, hangatnya sebuah keluarga.
0 comments:
Post a Comment