Friday, February 22, 2008

Looking for 'You' -- Freya

'Frey loncat kelas lagi? Hebat ya. Makanya Freya, contohlah kakak mu itu.'

'Juara 1? Memang anak yang membanggakan ya Frey itu, tidak seperti kembarannya..'

'Tokyo University lo! Dapat beasiswa lagi! Benar - benar anak yang pintar! Siapa namanya? Frey ya?'

Dari kecil, hanya kata - kata pujian buat Frey yang selalu kudengar. Seberapa keras pun usaha ku, yang dipuji selalu Frey, Frey dan Frey. Aku baru saja memenangkan kompetisi olahraga antarkelas hari itu. Piala itu kubawa pulang, berharap aku akan mendapat pujian dari kedua orang tuaku. Tapi hanya tamparan di wajah yang kudapat.

'Kau mau menghina Frey ya?! Dia kan lagi sakit! Kalau saja dia tidak sakit, mungkin piala itu akan dibawa olehnya!!'

Sejak saat itu, aku tidak lagi mau berkutat dengan yang namanya perlombaan, kompetisi, apa pun itu. Sekedar membantu tak apa, tidak perlu penghargaan khusus. Lagipula yang selalu diharapkan adalah Frey, bukannya aku. Frey mengerti apa yang aku rasakan. Kami kan saudara kembar. Perasaan salah satu bisa dirasakan dengan mudah tanpa bertatap muka sekalipun. Malam itu Frey menjelaskan panjang lebar padaku. Ia akan pergi dari rumah. Ia memilih sekolah lanjutan yang jauh dari rumah, agar ia tidak perlu lagi pulang. Dengan begitu, aku bisa melakukan apa pun yang kusuka tanpa bayang - bayang nya.

Selama 3 tahun Frey tidak pernah pulang ke rumah. Sibuk dengan pekerjaan sekolah, katanya. Aku masih berhubungan dengannya. Tidak ada orang lain yang bisa kuajak berunding selain dia. Tanpa menjelaskan apa pun, ia bisa mengerti semua masalahku, begitu pula sebaliknya.

Sebenarnya aku ingin mengajak Frey pergi saat kereta hitam itu datang. Tapi aku tau apa yang akan kudapatkan. Cercaan dan makian dari kedua orang tuaku. Makanya aku pergi diam - diam. Tapi memang insting Frey hebat, ia tiba tepat sebelum aku menaiki kereta hitam itu dan pergi dari rumah.

Berpisah dengan Frey memang menyedihkan. Air mataku mengalir terus di kereta hitam yang membawaku dan Lexy pergi dari kota tanpa nama. Apakah Frey juga menangis sama sepertiku? Apakah dia merindukanku? Apa dia sehat? Sampai saat ini aku tidak merasakan hal yang aneh, itu artinya Frey pasti baik - baik saja.

Aku baru melihat plang kota di mana aku tiba dengan menaiki kereta gantung. Roundtrap Town. Kota yang kelihatan 'hidup' dibandingkan kota tanpa nama yang sama sekali tidak ada tanda - tanda kehidupan itu. Orang - orang di sana semuanya memasang wajah yang cerah. Seolah - olah tidak ada kesedihan satu pun di kota itu.

Mataku terpaku pada sepasang bocah kembar dengan pakaian yang sama, bergandengan tangan sambil berlari pelan. Ah, rindunya. Dulu juga aku dan Frey seperti itu. Frey sedang apa ya. Kemana dia akan pergi jika dia ada di sini? Pasti dia akan melirik ke arahku, kemudian menuju ke penginapan. Seolah - olah dia tau kalau aku sedang kecapekan dan butuh tidur.

Kakiku melangkah ke penginapan di dekat sana. Setelah memesan sebuah kamar, aku merebahkan badanku, dan kembali pikiranku melayang jauh. Jauh ke waktu sebelum aku pergi menaiki kereta hitam itu. Jauh ke waktu kami masih kecil.

Tiba - tiba, aku merasa ingin pulang..

0 comments: