Kereta hitam itu akhirnya berhenti, walaupun tidak ada stasiun maupun tempat pemberhentian semacamnya. Hanya rel yang terus memanjang dari arah mereka datang sampai entah ke mana. Suasana di kanan dan kiri rel itu hanya kosong. Cuma langit merah abu yang menopang rel dan kereta yang berjalan di atasnya. Beberapa menit berlalu, tapi tidak ada seorang pun yang keluar dari gerbong di dalamnya.
Rabi menghunus pedangnya terarah ke leher Tom. Pemandangan itu lah yang membuat suasana gerbong menjadi sunyi senyap. Tom tidak berusaha mengelak. Malah sepertinya ia berharap pedang itu bisa menusuk tenggorokannya.
'Aku tanya sekali lagi... Apa Frey bisa sampai ke tempat kita nanti?'
Dengan lemas, Tom memalingkan wajahnya. Ujung pedang Rabi sedikit bergeser, membuat guratan luka di leher Tom, yang segera menutup tanpa mengeluarkan darah.
"Lupa? Aku sudah tidak punya tubuh manusia lagi. Jadi mau kau apakan pun, aku tidak akan terluka. Yah, memang ada bekasnya sih, sakit juga sedikit, tapi tidak ada lagi yang namanya darah."
'Jawab pertanyaanku...' Rabi mulai tidak sabar. Ujung pedangnya kini beralih ke letak jantung Tom.
"Rabi hentikan," Freya akhirnya buka mulut. "Frey pasti baik - baik saja. Dia lebih kuat daripada penampilannya kok."
"Lagipula percuma kau arahkan pedang padanya." Kali ini Ren yang maju. "Sudahlah.." Tangan Ren menggenggam ujung pedang Rabi dan menyingkirkannya dari Tom. Darah segar mengalir dari telapak tangannya yang mengenai mata pedang. Sebelum kembali duduk, dengan pandangan sinis ia berkata pada Tom, "Masih hidup itu enak yaa.."
Berbeda dengan Inuki dan yang lain, Brownie punya kekuatan penyembuh yang bahkan tidak dimiliki Phoenix. Luka Ren dalam sekejap sudah menutup, tapi bekas darah di tangannya menetap di telapaknya. Rabi yang sudah tenang kini duduk diam di sebelah Freya yang masih berdiri tegang.
"Jadi mereka tidak bisa menyusul?" Mir mengembalikan topik pembicaraan.
"Kalau mereka bisa mengalahkan Nightmare, maka menyusul kita bukan hal yang tidak mungkin 'kan? Apalagi itu berarti Shiro sudah kembali sadar. Dia pasti bisa membantu Lexy dan Frey."
'Kau pikir Nightmare itu Shadow biasa? Kau sendiri yang bilang kalau dia itu Shadow terkuat.' Emosi Rabi kembali memuncak. 'Cuma gara - gara Frey bilang agar aku ikut denganmu makanya aku percaya bahwa dia bisa menyusul kita. Tapi kau malah...'
"Maksudnya.. Kau tidak percaya pada Frey?"
Kali ini tanpa basa basi Rabi menyabetkan pedangnya begitu saja, meninggalkan koyakan diagonal di baju Tom. Luka menganga terlihat di dada Tom, yang kemudian langsung hilang tanpa bekas sekali lagi.
'Jangan berani - berani kau berbicara tentang Frey.'
"Rabi!" Freya mendorong Rabi agar kembali ke tempat duduknya.
Suasana kembali hening. Tom akhirnya menghela nafas dan berbalik menuju gerbong masinis. Tak lama kemudian, kereta hitam kembali melaju perlahan. Lebih pelan daripada biasanya.
"Di depan sana ada stasiun. Lebih baik kita menunggu di sana," suara Tom menggema di gerbong penumpang. "..aku akan mencari cara agar mereka bisa menyusul.. tanpa harus mengalahkan Nightmare..."
'..sudah seharusnya 'kan....'
Freya menepuk kepala Rabi, berusaha menenangkannya, dan berusaha menenangkan diri nya sendiri. Ia tau, Frey pasti baik - baik saja, karena mereka punya ikatan batin yang kuat. Jika ada apa - apa pada Frey, pasti Freya langsung tau, dan pasti ada cara untuk menghubunginya.
Sambil mengatupkan kedua tangannya, Freya bergumam dalam hati, memanggil nama kembarannya kuat - kuat.