Monday, November 17, 2008

Now or Never -- One Truth

"Tidak apa - apa meninggalkan kelima anak itu?" Shiro memandang ke arah Tom yang entah sudah keberapa kali nya menghela napas.

"Umh." Sekali lagi, Tom memandang Shiro tepat di kedua matanya. "Yang akan kita lakukan ini berbahaya buat mereka. Lagipula pertarungan kali ini bukan main - main. Bisa - bisa mereka kehilangan nyawa. Bukan mereka saja, bahkan aku sendiri tidak yakin kalau kita bisa selamat keluar hidup - hidup dari Klaudi.."

Shiro mengangguk membenarkan. Ia memutuskan tidak akan bertanya lagi tentang hal itu pada Tom. Matanya menatap lurus ke depan, berharap ia segera sampai di Klaudi untuk menghadapi para Lights. Tapi tidak sampai berapa lama, Shiro menyadari bahwa mereka telah disambut.

"Lights!!" seru Shiro panik saat melihat segerombolan pasukan berjubah putih dari kejauhan. Tom cuma bisa berdecak kesal. Kedua nya kebingungan, apa yang harus diperbuat.

"Jumlah mereka terlalu banyak... Sial... Kalau diserang langsung kayak gini mana mungkin kita..." gerutu Tom sambil menggigiti kuku jarinya.

Tidak sampai 5 menit, kereta hitam yang dinaiki mereka berdua mulai oleng, karena serangan yang diluncurkan Lights di depan mereka.

"..Tom.. gimana..?" tanya Shiro ragu, seiring kereta yang memperlamban jalannya.

"Kita terobos."

Shiro tampak ragu dengan jawaban Tom, tapi ia hanya menganggukkan kepala. Berlama - lama di sini pun tidak menjamin nyawa mereka, jadi lebih baik sekalian saja. 'Nothing to lose' kalau kata Tom.

"Siap - siap ya.."

Shiro mengangguk sambil menelan ludah perlahan. Tom mulai menghitung mundur saat kereta yang mereka tumpangi mulai mendekat ke arah Lights. Saat hitungan seharusnya mencapai angka 0, getaran yang seharusnya dirasakan oleh Shiro akibat tabrakan sama sekali tidak terasa.

Hal yang berikutnya disadari oleh Shiro adalah, ia sudah terpental di dalam sebuah gerbong yang tadi dinaikinya bersama dengan Tom. Tapi bedanya, ia bisa melihat Tom mengangkat kedua tangannya, seolah ia baru saja 'membuang' gerbong tersebut bersama Shiro di dalamnya.

Gerbong yang dinaiki Shiro terangkat makin tinggi ke langit, sementara ia dari atas bisa melihat kereta hitam Tom yang ditahan oleh para Lights. Sambil berusaha memicingkan mata, Shiro cuma bisa pasrah saat sosok Tom digiring oleh 2 Lights di kanan dan kiri nya.

Sambil berusaha memusatkan kekuatannya, Shiro berhasil membentuk kereta putihnya, dan dengan kepala yang penuh pikiran buruk tentang Tom, ia langsung memaju keretanya menuju Sands of Time. Tempat yang seharusnya menjadi perhentian terakhir dari kelima anak - anak itu.

Wednesday, November 5, 2008

Your Name Never Gone -- Mansion of the Beginning

"Kita kembali lagi ke sini yaa.." Freya mengambil nafas dalam - dalam lalu membuangnya seketika saat Mansion of the Beginning menjulang di depan mata kelima bocah itu.

Dengan langkah gontai, kelima bocah itu memasuki Mansion di depan mereka. Tidak ada keinginan untuk menemukan sesuatu di sana, mereka hanya ingin memejamkan mata dan melupakan semua kejadian buruk yang baru saja terjadi.

Sampai di dalam, 5 buah sofa seperti menyambut mereka, dan tanpa basa basi kelimanya langsung menempatkan diri masing - masing di tiap sofa. Tidak sampai 10 menit, kesadaran kelima bocah itu sudah melayang jauh.

***

Sosok lelaki dengan jubah hitam legam menjuntai sampai ke bawah kakinya melangkah menuruni tangga spiral yang ada di Mansion itu. Suara langkahnya hampir tidak terdengar sama sekali, sehingga kelima bocah itu tidak ada yang menyadari kehadirannya.

Si lelaki menghampiri salah satunya, Ren, yang membuka matanya perlahan. Ren sama sekali tidak kaget dengan penampakan lelaki yang sekarang menghadap wajah Ren dari atas.

"Kenapa kau menolak untuk pulang?" tanyanya dengan suara yang begitu dikenal oleh Ren. "Banyak orang begitu inginnya kembali ke tempat di mana mereka dibesarkan, kembali ke tempat yang mau menerima mereka apapun kondisinya."

"Mana ada sih yang mau pulang ke rumah tanpa jiwa itu. Di buku yang pernah kubaca, seharusnya yang namanya 'keluarga' dan 'rumah' tidak seperti rumahku saat ini. Seharusnya di rumah itu akan ada yang menyambut kepulangan kita. Tapi di rumah itu.. yang ada hanya sepasang tangan yang siap mencekik lehermu saat kau menjejakkan kaki di pintu depan.." Ren menatap balik sepasang mata yang mengamatinya dari tadi. "Lagipula..." Dengan satu gerakan, Ren menegakkan tubuhnya dan menatap keempat kawannya yang masih berada di sofa masing - masing. "Di sini, aku merasa sudah pulang..."

"Shiro!" Mir yang terbangun langsung mengenali sosok berjubah hitam di sebelah Ren. Seruannya membuat ketiga bocah yang lain langsung menegakkan badan.

Dengan reflek, Freya meloncat dari sofanya dan, detik berikutnya, ia sudah mendekap Shiro sampai penutup kepalanya terlepas, dan memperlihatkan wajah Shiro yang tampak terkejut setengah mati.

"..syukurlah.." bisik Freya pelan. Kata yang sama seperti yang ia ucapkan saat menyambut kedatangan Frey dan Lexy setelah mereka melawan Nightmare. "Mana Tom?"

Langkah berat yang muncul dari tangga spiral membuat kelimanya menoleh, dan Shiro pun ikut menoleh sambil tersenyum simpul. Ekspresi kelima bocah itu bertambah cerah, karena akhirnya, mereka bisa melihat wajah Tom yang mereka kenal.

Monday, November 3, 2008

Your Name Never Gone -- Shiro

Kereta putih itu sama sekali tidak bergerak. Tidak ada pula tanda - tanda akan melaju, tapi 'Shiro' melarang kelima bocah itu untuk keluar. Merasa percuma walaupun mereka keluar, kelima bocah itu memutuskan untuk tetap tinggal di dalam kereta. Hening tanpa suara.

Freya memilih untuk memejamkan matanya, dan bersandar di bahu Frey, yang juga menengadahkan kepalanya untuk mengistirahatkan pikiran dan fisiknya. Lexy seperti biasa tidur telentang di kursi penumpang. Walaupun matanya terpejam, tapi ia sama sekali tidak tidur, atau lebih tepatnya, tidak bisa.

Mir memilih untuk mengalihkan pandangannya ke kota Klaudi yang sudah tidak berbentuk itu, sedangkan Ren duduk manis di sebelahnya sambil bengong. Pikiran Ren kosong, dan ia tidak berusaha untuk mengisinya. Ia hanya ingin rilex sebentar, tidak ingin memikirkan hal yang baru saja terjadi barusan.

Tapi keinginannya terganggu saat 'Shiro' yang tadinya di ruang masinis, kini memasuki gerbong penumpang.

"Shiro meninggalkan ini.." ucapnya sambil menyerahkan sepasang buku yang dulu pernah mereka lihat. Buku dengan peta yang akan menjadi jelas jika keduanya disatukan, buku yang berisi 'keinginan' dari Shadows dan Lights.

Mir yang matanya masih terbuka, mengambil kedua buku itu dari 'Shiro'. Sambil membuka - buka buku tersebut, Mir menyempatkan diri melirik ke 'Shiro'. Sama sekali tidak ada ekspresi di wajahnya, yang menandakan bahwa ia memang bukan manusia, tapi hanya Nightmare.

"Buat apa kedua buku ini?" tanya Mir. "Shiro bilang apa lagi pada mu?"

"Shiro tidak bilang apa - apa lagi. Ia hanya memintaku menyerahkan itu. Setelah itu, tugas ku selesai.."

Tangan kanan Lexy dan Frey secara tiba - tiba mulai mengeluarkan sinar biru yang mengarah ke 'Shiro', yang membuat mereka semua terlunjak kaget. 'Shiro' yang dibungkus cahaya biru itu, mulai menutup mata, dan perlahan tubuhnya mulai menghilang.

"Oi!" seru Ren yang kebingungan. "Lex, Frey!! Hentikan!! Dia bisa..!"

"..tanganku... khh...!" Lexy berusaha mengatupkan telapaknya, tapi percuma, begitu pula dengan Frey.

"Tugasku selesai," ucap 'Shiro' tiba - tiba pada Ren. Dengan sedikit kesadaran yang masih ada, 'Shiro' cuma bisa mengucapkan, "Selamat tinggal." Perpisahan yang sama sekali tidak diduga oleh kelima bocah yang kedua bola matanya hanya bisa terbelalak ketakutan.

Tanpa komando, kereta putih itu akhirnya mulai bergerak maju. Angin yang masuk dari jendela gerbong, membawa sisa - sisa 'Shiro' meninggalkan gerbong penumpang. Meninggalkan Freya dan Mir yang menangis kencang seiring laju kereta.

Tuesday, October 28, 2008

Your Name Never Gone -- Eternia

"..apa yang terjadi..?"

Lexy akhirnya sadar juga, dan pemandangan yang dilihatnya membuat ia merasa ingin pingsan lagi. Gedung Pertemuan para Lights yang tadinya masih sedikit gagah berdiri, kini sudah tinggal puing - puing. Keempat kawannya tergeletak tidak karuan karena tidak sadarkan diri. Kelima Partners yang tadi baru saja ia bawa kembali dari dalam bangunan itu, kini tidak tampak satu pun. Bahkan Phoenix yang tadi sempat terkulai di tangannya, kini sudah tidak ada lagi.

Samar - samar dari dalam kabut, Lexy bisa melihat dua sosok tinggi besar di depannya. Tom dan Eternia. Shiro yang tadi masih di tangan Tom, kini sudah tergeletak di bawah kakinya. Seiring kabut yang menghilang, sosok Eternia pun ikut terkikis sedikit demi sedikit.

"..selesai.." ujar Tom lirih. Lexy tidak mengerti. Nada suara Tom sama sekali tidak menunjukkan rasa senang karena sudah berhasil menundukkan kelima bocah yang tadinya berdiri tegap di depannya.

Sambil berusaha menopang tubuhnya sendiri, Lexy menghampiri keempat bocah lain yang masih tersungkur lemas. Tidak butuh waktu lama sampai mereka berlima kembali berdiri di atas kaki masing - masing.

Tidak ada yang bersuara satu pun. Tom masih saja memalingkan wajahnya ke tubuh Shiro di sebelah kaki kanannya. Perlahan, ia mulai mengangkat tubuh kawannya itu. Kereta hitam yang biasa mereka tumpangi segera muncul mengambang di atas puing - puing bangunan. Seolah ada rel yang tidak terlihat di sana.

Tepat sebelum kereta bergerak maju, Tom menoleh, dan untuk pertama kalinya setelah ia berpisah dari kelima bocah tersebut, ia memasang 'senyum miris' nya yang biasa. Saat itu, kelima bocah itu seperti mengerti kenapa Tom melakukan semua itu, walaupun isi kepala mereka masih sama sekali kosong.

Frey menoleh kaget saat ia mendengar suara langkah kaki dari belakang mereka. Nightmare berbentuk Shiro berdiri dengan pandangan kosongnya yang biasa.

"..'Shiro' bilang.. kalian harus naik ke kereta.." ujarnya dengan suara ala Shiro.

Mir merasa ragu, tapi Lexy yang melangkah maju, membuat keempat bocah yang lain yakin dan mengikuti 'Shiro' di depan mereka. Kereta putih masih berdiri tegak di stasiun Klaudi, seakan tidak terpengaruh kejadian barusan.

Di dalam gerbong, kelima bocah itu hanya terduduk lemas, sambil memandang ke luar jendela. Semua yang baru saja terjadi bagaikan mimpi. Tujuan mereka ke sini adalah menyelamatkan Tom. Tapi yang ingin mereka selamatkan malah membahayakan Shiro dan diri mereka sendiri. Padahal mereka tadi sudah bertemu dengan Inuki dan yang lain, dan mereka mengira setelah ini, mereka bisa kembali pergi ke kota lain bersama Partner mereka masing - masing.

Semua pikiran itu runtuh dalam seketika. Runtuh di hadapan Shadow Tom, Eternia.

Saturday, October 18, 2008

Your Name Never Gone -- Shadow

Tom yang dulu mereka kenal, seolah sudah hilang ditelan kegelapan di dalam dirinya sendiri. Sosoknya yang perlahan berjalan keluar dari dalam bangunan kali ini tampak jelas di mata kelima bocah itu. Tangan kirinya terkulai lemas. Sementara di tangan kanannya, tubuh Shiro yang tidak kalah 'heboh'nya dengan Lexy cuma diseret seiring langkah kakinya.

Frey sudah akan mengambil Shiro kembali, tapi mata Tom yang menatap matanya membuat Frey tidak berkutik.

"Ngapain kalian ke sini? Waktu itu aku sudah mengirim kalian pulang 'kan?"

"Tugas kami belum selesai.." jawab Ren pelan.

"Ho? Memangnya kalian punya tugas apa? Membasmi Shadow? Heh, jangan buat aku tertawa!"

Freya masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Akal sehatnya masih tidak mau percaya bahwa orang di depannya itu adalah Tom. Freya tidak mau percaya bahwa kata - kata tadi baru saja diucapkan oleh Tom.

"Shiro!" panggil Mir saat ia melihatnya mulai membuka mata.

"..cih..." gumam Shiro sambil mengangkat kepalanya ke arah Tom. "Oi.. Lepaskan ak-argghhhhhh!!!" Shiro menjerit sekuat - kuatnya saat Tom mencengkeram lengannya yang setengah patah tulang itu.

Mir dan Freya langsung menutup kedua telinga mereka. Ren dan Frey hanya bisa terpaku. Tidak tau harus berbuat apa. Frey takut Tom akan menyakiti Shiro kalau ia berbuat macam - macam. Sementara itu, Shiro tampaknya kembali kehilangan setengah kesadarannya, walaupun kelopak matanya masih sedikit terbuka.

Masih dengan tatapan sinisnya, Tom menatap Lexy yang terkulai tak berdaya.

"Kasian.. liat teman kalian itu. Cuma gara - gara ia sedikit kuat, langsung saja ia main menyerang 'makhluk' ini. Liat baik - baik. Ini Shadow yang lebih kuat dari Nightmare. Eternia."

Seiring kata terakhir yang diucapkan Tom, Eternia, Nightmare II yang ditakutkan kelima bocah itu, mulai menggaungkan teriakannya. Dengan gemetar, tangan kanan Frey kembali terulur ke depan.

'..Mundur..' gumam Rabi yang langsung maju ke depan Frey. 'Kali ini, kami yang akan bertarung..' ujarnya, diikuti Inuki dan Guri yang berbaris rapi di depan Frey dan Ren.

Belum sempat Frey menghentikan mereka, ketiganya sudah menyerbu Eternia, diikuti Phoenix dan Brownie yang muncul dari belakang. Cahaya putih menyilaukan mata membuat keempat bocah itu mengangkat kedua tangannya menutupi kepala mereka. Diiringi suara debaman keras, kabut tebal mulai menyelimuti Klaudi Town.

Monday, October 13, 2008

HERDER NGGLUNDUNG SANA!!

Dari judulnya udah ketauan 'kan? Hari ini, tepatnya sore tadi, saia kembali bermasalah dengan penjaga kos yang punya nama beken 'Herder'! 

Seperti biasa, abis pulang kuliah, temen ikan yang namanya punya arti 'flower' ini mampir ke kos. Karena si ikan ini mau pergi, jadilah 'flower' ditinggal sndirian di kamar. Klo dia mo pulang, toh dia punya kunci serep kamar kos, jadi tenang - tenang aja :P

Selama di tempat tujuan, si ikan ini tenang - tenang aja, soalnya lagi makan setelah kelaparan dari pagi >.< Entah jam berapa, pas iseng liat HP, ternyata ada sms dari temen si ikan yang ditinggal di kos itu. Isi pesennya kurang lebih gini :

'Le, tadi AC nya dimatiin.. si herder dateng nyariin ktnya kmu suru ktmu ma dia.. gimana ini >.<'

Kayak kompor dinyalain, kepala si ikan langsung panas. Dengan kalap, langsung aja si temen ini ditelpon, dan cerita kronologis kejadiannya. Gara - gara mas2 di depan liat si ikan pergi n pas ngecek ternyata AC di kamarnya gak mati, langsung aja deh saklar yang entah ada di mana dimatiin. Alhasil matilah sudah kehidupan surga di kamar si ikan --".

Step berikutnya, si ikan langsung telpon ke terdakwa, alias Herder. Setelah ngoceh gak karuan gara - gara kalap (sampe lupa tadi udh ngomong apa aja ^^;) akhirnya kira - kira gini :

Herder : 'Iya, tadi AC nya dimatiin sama mas nya, soalnya dia liat kamu pergi. Tapi saya gak tau kalau di kamar ada temen kamu.'
Ikan : 'Makanya bu, kalau matiin jangan sembarangan. Kalo gitu kan kasian temen saya kepanasan.'
Herder : 'Saya kan juga gak tau kalo kamu lagi pergi, makanya lain kali kalo pergi bilang dulu.'
Ikan : '.............(dalam hati : emang lu siapa --") Ya udah sekarang ibu tau kan kalo di kamar ada temen saya, AC nya dinyalain ya bu.'
Herder : 'Iya nanti saya suruh mas nya nyalain.'

Dengan sedikit lega, akhirnya si ikan ngasi kabar gembira ke temennya.

(30 menit kemudian)

Si ikan iseng sms temennya : 'Udah nyala blm AC nya?', dan berharap dapet jawaban yg baek. Tapi balesannya malah : 'Blm le >.<...'

OK. Nyari masalah ini namanya. Dengan kepala mendidih si ikan telpon lagi ke si gukguk.

Ikan : 'Bu AC nya belum dinyalain ya?'
Herder : 'Oiya, aduh mas nya lagi pergi lagi.'
Ikan : '.........' (abis itu ngomel apa gitu, lupa ^^;)

Akhirnya, karena kesel ngomong sama orang bebal macam si herder, si ikan langsung aja pulang ke kosnya yang udah pasti panas tanpa udara. Pas buka pintu kamar, ternyata AC nya udah dihidupin lagi dari pusat, n langsung ngomong ke si temen : 'Loh, itu nyala!'. Dan balesan dari temennya : 'Barusan aja tu..'

Wew.

Entah emang mas nya yang dodol, ato emang herdernya yang setupit --" Udah minta dinyalain dari kapan ehhh malah pas yg punya kamar udah balik baru dinyalain. Bikin susah aja emang.

Your Name Never Gone -- Nightmare II

Ren dan ketiga bocah lain yang menunggu di depan bangunan mulai tampak tidak sabar. Frey sudah berulang kali berdiri, berniat untuk menyusul Lexy, tapi ia kembali duduk karena tau Lexy pasti akan marah.

"Udah ah, ayo susul dia!" Freya akhirnya tidak betah juga melihat Frey yang setengah - setengah. "Mau dia ngambek kek, ngomel kek, daripada dia balik ke sini tanpa nyawa?!"

'Mir!' Brownie menyeruak keluar dari dalam bangunan, dan Mir langsung memeluk elang coklat di depannya itu. Tidak butuh waktu lama buat Frey dan yang lain untuk melihat Partners mereka masing - masing, yang sedang menarik tubuh Lexy.

Ren dan Frey dengan gesit langsung mengambil alih peran Guri, Inuki dan Rabi yang berusaha membawa Lexy dengan susah payah. Bocah yang biasanya paling berisik itu, kini dilumuri darah segar yang mengalir dari ujung keningnya. Sekujur tubuhnya yang penuh luka sabetan mulai dingin dan bergetar hebat.

"Lex, bertahanlah.." gumam Ren. Freya dan Mir ikutan nimbrung dan segera membalut beberapa luka Lexy, sementara Brownie mengeluarkan tenaga penyembuhnya agar lukanya cepat menutup.

"Apa yang terjadi?" tanya Frey pada Phoenix yang akhirnya muncul juga dan terbang lemas di depannya.

'....Night...mare..' Phoenix terbang rendah dan mendarat di sebelah Lexy. '..Tom..dan Nightmarenya.. Lexy me-'

Keempat bocah itu menoleh panik saat pintu di depan mereka roboh begitu saja. Rabi langsung mencabut pedangnya. Inuki menggeram galak. Sementara Guri berjaga malas seperti biasa. Sosok monster yang sedikit berbeda dengan Nightmare segera muncul dari depan pintu. Tingginya hanya seperti orang dewasa. Tapi sorot mata emasnya cukup untuk membuat mereka semua diam tak bergerak.

Tanpa dikomando, Frey melontarkan sinar biru dari tangannya. Walaupun mengenai Nightmare II itu tepat di dadanya, tapi yang dihantam sama sekali tidak bergerak. Sama sekali tidak merasakan apa pun.

"Sia - sia.."

Suara yang begitu dikenal kelimat bocah itu bergema dari dalam bangunan. Diikuti sosoknya yang membuat mereka merinding. Tom.

Your Name Never Gone -- Partners

Walaupun terlihat berdiri tegap dari kejauhan, tapi gedung di depan mata mereka ternyata tidak kalah hancur. Pintu berlapis kayu itu tampak remuk jadi dua. Jendela di bagian kanan dan kiri semuanya retak. Tidak ada satu kaca pun yang masih bertahan di tempatnya semula.

Sementara Shiro sudah masuk jauh ke dalam, Frey dan yang lain memutuskan untuk berkumpul sebentar di depan, berusaha menebak - nebak apa yang sudah terjadi pada Klaudi.

"Apa mungkin Tom mengamuk lalu menghancurkan satu kota?" ujar Mir yang langsung ditepis oleh Ren.

"Ini Tom, mana mungkin sih dia melibatkan orang lain. Memang sih orang lain di sini itu Lights semua, tapi sepertinya Tom nggak sebrutal itu."

"Hmm... kalau begitu..." Mir menimbang - nimbang mencari penjelasan lain.

"Nightmare..?" celetuk Freya sambil menatap kereta mereka yang ada di ujung sana. Frey mengangkat bahu.

"Mungkin. Nightmare yang pertama aja dari Shiro 'kan? Mungkin Mereka melakukan hal yang sama pada Tom, jadi ada Nightmare lagi, tapi yang kali ini jadi brutal."Frey manggut - manggut mengiyakan kesimpulannya sendiri.

Lexy yang biasanya sedikit cerewet masalah beginian, kali ini hanya diam saja. Ia sepertinya tertarik untuk masuk dan menyelidiki lebih lanjut, tapi selama keempat bocah yang lain tidak mau masuk, maka tidak ada satu pun yang masuk, begitu peraturan yang dibuat Frey barusan.

"Aku tidak mau ada yang kepisah lagi."

Entah dari mana munculnya, tiba - tiba dari atap gedung pertemuan itu muncul meteor yang meledakkan sebagian bangunan bagian belakang. Mata kelimanya terbelalak. Di dalam masih ada Shiro. Dengan nekad, Lexy berlari memasuki bangunan di depannya. Frey sempat menahan tangan Lexy, tapi segera melepasnya kembali saat Lexy berbisik lirih.

"Lepaskan tanganku.." Suara Lexy tidak seperti biasanya, dan hal itu membuat Frey sedikit merinding. "Kalian jangan ikut masuk. Tunggu saja di sini."

Tanpa ada yang membantah lagi, Lexy sudah hilang di antara pilar - pilar di dalam gedung. Seolah tau arah yang dituju, kaki Lexy membawanya melangkah ke ruangan kecil di balik lemari - lemari buku yang menjulang tinggi di tengah gedung. Sepasang meja dan kursi masih saja berdiri tegak di sana, seolah tidak terpengaruh kejadian di luar sana. Lexy tidak langsung duduk di kursi. Ia melangkah ke bagian belakang ruangan. Seperti sulap, tangan Lexy menekan sebuah tombol yang sama sekali tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Suara 'klik' pelan disambut dengan gerakan dinding di depannya yang terbuka perlahan. Sinar menyilaukan membuat Lexy memicingkan matanya. Saat mata Lexy sudah mulai terbiasa, ia mendengar suara yang sangat dirindukannya. Pekikan Phoenix yang disambut hembusan angin membuat Lexy menoleh ke belakang.

'Lex..'

"Yo." Tangan Lexy terulur sambil membelai Phoenix yang terbang rendah di depannya. Phoenix sudah akan bertengger di bahu Lexy, sampai tiba - tiba bocah di depannya jatuh tertubruk. Guri dan Inuki menindih badan Lexy sambil meloncat kegirangan. Sementara Brownie terbang pelan dengan Rabi mendampinginya. Lexy cuman menggerutu 'Ouch!" dan detik berikutnya ia sudah tersenyum puas karena sudah mendapat 'Jackpot'.

Tapi Jackpot nya bukan hanya itu saja..

Sunday, October 12, 2008

Your Name Never Gone -- Nightmare

"Di mana ini?" tanya Mir saat melihat pemandangan di depan matanya. Shiro bukannya menjawab, malah langsung menghambur keluar dari kereta.

"Ayo cepat!!"

Freya dan yang lain cuma bisa mengangguk dan menyusulnya. Ini pertama kalinya mereka melihat Shiro yang emosi bukan main. Biasanya ia malah tidak memperlihatkannya sama sekali.

Setelah mereka masuk ke bangunan yang menjulang tinggi di depan, Frey tiba - tiba menyadari sesuatu.

"Ini kan Mansion of the Beginning? Ingat 'kan? Yang waktu itu."

Keempat bocah yang lain cuman manggut - manggut membenarkan. Shiro tanpa mendengarkan kata - kata Frey langsung menaiki tangga spiral di depannya. Melewati koridor panjang, dan berhenti di depan sebuah pintu yang menjulang tinggi di depan keenamnya. Setelah mengambil nafas dalam - dalam, Shiro akhirnya membuka pintu itu, dan masih belum hilang dari ingatan Frey dan Lexy, sosok monster tinggi besar yang nyaris membuat mereka kehilangan nyawa. Nightmare.

Dengan sedikit terpaksa, kelima bocah itu mengikuti Shiro yang menghampiri sang monster dan menatapnya lekat - lekat.

"Aku butuh bantuan mu..." bisiknya pelan, dan Nightmare mulai bergerak. Kelima bocah di belakang Shiro hanya bisa mundur perlahan. Tanpa Partners yang mendampingi mereka, kembali melawan Nightmare sama saja dengan bunuh diri. Mereka cuma bisa berharap Shiro tau apa yang ia lakukan.

Berbeda dengan Nightmare sebelumnya, Nightmare kali ini bukannya semakin membesar, tapi malah menyusut, sampai seukuran tubuh Shiro. Sosoknya yang tampak seperti monster pun kali ini tidak ada lagi. Digantikan dengan sosok manusia, yang wajahnya hampir menyerupai Shiro.

"Antar kami ke Klaudi," perintah Shiro pada 'kembaran'nya itu. Nightmare di depan Shiro itu hanya memejamkan matanya, dan kereta hitam milik Tom berdiri tegak di belakang mereka. Persis saat mereka akan melarikan diri dan meninggalkan Shiro, Frey dan Lexy.

Kedua Shiro memasuki kereta itu, dan mau tidak mau Frey dan yang lain pun mengikuti.

"Kenapa tidak naik kereta putih mu itu?" tanya Lexy setelah kereta hitam itu akhirnya melaju. Shiro bukannya menjawab, tapi malah bungkam, sambil memalingkan wajahnya ke luar jendela. Padahal pemandangan di sekitar mereka hanya hitam pekat. Sama sekali tidak terlihat apapun.

Tidak sampai 10 menit, kereta mereka terhenti, dan saat pintu gerbong dibuka, pemandangan Klaudi yang dilimuti kegelapan pekat menyambut mereka. Sama sekali tidak ada cahaya dari lampu jalan yang dulu menyinari tiap sudut kota. Bangunan - bangunan yang dulu membuat mereka terpana, sudah tidak berdiri tegak lagi. Semuanya hancur berantakan. Jalanan mulus tanpa kerikil, saat ini bahkan untuk kaki melangkah saja sudah nyaris tidak ada tempat.

Shiro sama sekali tidak mempedulikan semua itu. Ia melangkah pasti, menuju ke ujung kota, di mana satu bangunan masih berdiri tegak tanpa cacat. Gedung pertemuan para Lights. Ren akhirnya memimpin yang lain untuk mengikuti Shiro, sementara 'kembaran'nya tetap berada di dalam kereta.

Friday, October 10, 2008

Us -- Accidentally Rejoined

Kelima bocah itu menoleh kaget, saat suara 'oooongggg' panjang yang sudah lama tidak mereka dengar tiba - tiba bergaung di Sands of Time.

"Aku tidak mendengar apa pun... ya 'kan?" gumam Mir sambil menatap tidak percaya ujung gerbong masinis yang bergerak mendekati kelima bocah tersebut. Bukan kereta hitam seperti yang mereka harapkan, melainkan kereta putih yang mereka yakin tidak akan mereka lihat lagi.

Shiro tampak menghambur keluar dari gerbong masinis. Kondisinya tampak aneh, membuat kelima bocah itu akhirnya menghampiri Shiro sambil menunda pertanyaan - pertanyaan yang sudah mereka simpan. Tubuh Shiro terasa dingin. Sedingin es. Sama sekali tidak ada kehangatan yang biasanya mengalir di tubuh manusia. Ujung jarinya terus bergetar, dan pandangan matanya tampak sedikit kabur.

"Shiro..?" panggil Lexy pelan. "Kau.. baik - baik saja?"

"Masuk ke dalam..!" Kelima bocah itu saling berpandangan, sebelum akhirnya mereka bergegas saat Shiro membentak, "CEPAT!!"

Cuma dalam waktu kurang dari 1 menit, kereta putih itu sudah melaju kencang lagi, dan pemandangan di kanan kiri mereka langsung berganti. Bukan lagi Sands of Time, tapi Sunset Town.

"Err.. rasanya kita baru saja pindah tempat..?" ujar Freya sambil memastikan bahwa matanya tidak terganggu.

Shiro bergabung dengan kelima bocah itu tak lama kemudian, dan Frey langsung melemparkan pertanyaan padanya.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau tiba - tiba muncul setelah menelantarkan kami di rumah Ren?"

"Tolong, bukan saatnya untuk itu," Shiro tampak tidak sabar. "Tom.. Mereka membawa dia pergi..!"

"Ha? Siapa, ke mana?" sambar Lexy.

"LIGHTS!!" Dan Shiro tampak menyesal telah meneriakkan kata tersebut. "Maaf.. bukan maksudku.. ouwhh.." Sambil menelungkupkan kepalanya ke dalam kedua tangannya, Shiro terduduk lemas di sebelah Frey.

"Kami tidak akan membantumu kalau kau tidak cerita apa yang sebenarnya terjadi. Gimana?"

Setelah menghela nafas untuk kesekian kalinya, Shiro akhirnya buka mulut juga. 'Tujuan' Tom saat meninggalkan mereka semua di rumah Ren adalah memulangkan mereka. Begitu Ren dan Mir memasuki rumah, maka Frey, Freya dan Lexy secara otomatis akan terlempar ke Eve's Corner, begitu selanjutnya.

"Tapi kami-, aku, tidak berani masuk ke dalam rumah.."

Shiro berhenti sejenak dan melanjutkan kembali ceritanya. Setelah mereka berpisah, Tom dan Shiro bermaksud kembali ke Klaudi, 'menyelesaikan masalah yang belum selesai' dengan para Lights. Tapi justru itulah kesalahan terbesar yang mereka lakukan. Belum sampai setengah perjalanan menuju Klaudi, tiba - tiba kereta hitam Tom terguling ke samping. Tidak tampak ada tenaga yang mendorong kereta tersebut, dan tidak ada pula sesosok apa pun di sekitar mereka. Detik berikutnya, sebuah gerbong penumpang dengan Shiro di dalamnya, dipentalkan ke Plain of Illusion.

"..Itu tenaga terakhir yang dipakai Tom. Atau mungkin malah.. jiwa terakhirnya.."

Kereta putih itu berhenti di depan penginapan tempat kelima bocah itu pertama kali datang. Sepasang kakek dan nenek yang mereka kenal, tampak menyambut kedatangan mereka dengan kebingungan.

"Ada apa ini? Mana Tom?" tanya si nenek sambil memegang lampu minyak di tangan kirinya.

"Mau apa kita ke sini?" bisik Frey pada Shiro yang wajahnya masih saja tampak panik. Tanpa menjelaskan apa pun, Shiro menyeruak masuk ke dalam penginapan dan mulai mengobrak - abrik lemari tua di belakang meja penerima tamu.

Freya sibuk menjelaskan kepada pasangan tua itu tentang apa yang terjadi. Mereka hanya manggut - manggut, dan tampak sama sekali tidak terganggu melihat lemari di depan mereka itu berantakan. Beberapa menit kemudian, Shiro mendekap snowglobe yang lumayan besar. Tanpa mengucap kata permisi pada yang punya penginapan, Shiro langsung mengkomandokan kelima bocah itu untuk kembali naik ke kereta.

Sekali lagi, Freya dan yang lain meminta maaf pada pemilik penginapan yang cuma tersenyum.

"Hati - hati di jalan ya," pesan si kakek, sebelum akhirnya kereta kembali melaju, dan Shiro memberi komando sekali lagi.

"Pegangan yang kencang, jangan sampai terpental dari kereta."

Sinar memancar dari snowglobe di tangan Shiro, dan seperti yang terjadi di Eve's Corner, Shiro dan kelima bocah itu tersedot masuk ke dalamnya.

Tuesday, September 23, 2008

Us -- Frey and All of Them

Entah sudah berapa lama mereka tidur - tiduran santai. Hal berikutnya yang mereka ingat, adalah pemandangan yang sama sekali tidak mereka duga. Yang pertama kali menyadari hal ini adalah Frey. Insting nya memang lebih tajam dibanding yang lain, dan begitu kesadarannya kembali, ia cuma bisa terpana sambil membangunkan yang lain perlahan, agar mereka tidak panik.

Frey melangkah ke hamparan pasir di depan matanya. Sambil masih terdiam, ia mengambil sejumlah pasir yang di depan kakinya, merasakannya perlahan, dan berharap ia hanya bermimpi. Lexy yang kemudian menghampiri dan meremas bahu Frey. Berusaha menenangkan 'pimpinan' mereka itu.

"Aku sama sekali tidak merasakan apa pun.." gumam Frey akhirnya. "Sama sekali tidak ingat.. dan sama sekali tidak tau kapan kita tertidur, atau apa pun itu."

"Hei.. itu bukan tanggung jawab mu 'kan? Kita semua, masing - masing dari kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri. Jadi bukan salah mu kalau tiba - tiba kita 'terlempar' lagi ke padang pasir ini."

Tapi Frey terlihat tidak puas dengan balasan Lexy. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Lexy yang tau hal itu, langsung mundur dan menyerahkan Frey pada Freya.

Pemandangan di depan mata mereka memang begitu tidak enak dipandang. Padang pasir luas, tanpa sinar matahari yang menyengat, tanpa angin. Tapi penuh dengan potongan - potongan, baik itu potongan tanaman, perkakas, bahkan tubuh manusia. Sama sekali bukan pemandangan yang layak dilihat oleh kelima bocah itu.

Mir yang tidak tahan melihat hal seperti itu, cuma bisa duduk tertunduk sambil memegangi lengan baju Ren. Di sebelah mereka, Lexy memasang mata tajam ke sekelilingnya, entah mencari apa, yang jelas ia begitu tertarik pada tempat ini. Sampai sejauh ini, tempat yang mereka kunjungi adalah tempat di mana mereka dulu tinggal. Rumah Ren dan Mir, Eve Corner miliknya, terakhir adalah kamar Freya.

"Hei, Frey..." panggil Lexy. "Kau.. yakin tidak mau bercerita?"

"Ngomong apa kau Lex? Ini bukan saat nya untuk itu tau-" omel Ren, yang langsung dihentikan oleh Lexy.

Frey sama sekali tidak menjawab panggilan Lexy. Ia masih saja berlutut sambil memainkan pasir di dekat kakinya. Freya yang sepertinya tau apa maksud Lexy, langsung memeluk kembarannya itu dengan lembut.

"Tempat ini.. adalah Sands of Time." ujar Frey akhirnya setelah melepas pelukan Freya. "Semua yang hilang termakan oleh waktu, akan dipindahkan, atau tepatnya, dibuang ke tempat ini."

"Apa hubungan tempat ini denganmu?" selidik Lexy.

"... di tempat ini... aku membuang 'rasa percaya'..." Jawaban Frey tidak memberi penjelasan apapun, tapi Lexy tetap diam, menunggu lanjutannya. Dan Frey segera bercerita kembali.

Kejadian itu terjadi 3 tahun yang lalu, saat Frey pertama kali 'melarikan diri'. Demi membawa Frey kembali ke rumah, kedua orang tuanya rela melakukan apapun. Termasuk membawa nama Freya. Satu kali, mereka membawa kabar bahwa 'perusahaan' bangkrut, dan mereka tidak tau harus berbuat apa. Tapi Frey tidak terisolasi dengan dunia luar, sehingga ia tau bahwa kedua orang tuanya cuman bohong.

Dua kali, saat Frey sedang pulang ke rumah, ia tiba - tiba dikunci di kamarnya sendiri. Dan sekali lagi, Frey bisa lolos, lewat jendela kamarnya yang terhubung ke kamar Freya. Sampai saat itu, Frey masih mengira bahwa itu hanya keusilan kedua orang tuanya saja. Sampai insiden terakhir terjadi.

Saat itu, Frey baru saja membelikan HP untuk Freya, dan suatu keharusan bahwa HP itu harus selalu aktif. Suatu kali, Frey sama sekali tidak bisa menghubungi Freya. Insting nya pun mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Tepat saat itu, kedua orang tuanya kembali datang. Freya kecelakaan. Begitu kata mereka. Dengan panik, Frey meluncur ke House Hospital. Tapi sebelum sampai di tempat, 'sesuatu' di dalam kepalanya memanggil berulang - ulang. Meminta Frey untuk pulang ke rumah.

Benar saja, Frey mendapati Freya kehabisan napas gara - gara kamarnya diisolasi. Oleh kedua orang tuanya. HP Freya disembunyikan, sehingga ia tidak bisa menghubungi siapa - siapa.

"Shock. Cuma itu yang kurasakan. Satu minggu berturut - turut aku terus berada di sebelah Freya, yang kubawa ke kontrakanku. Antara sadar dan tidak, hampir setiap hari aku melihat padang pasir ini. Sampai akhirnya aku mengerti, ini adalah tempat orang membuang sesuatu dalam dirinya. Dalam kasusku, aku membuang 'rasa percaya pada orang lain'. Terutama orang tua ku."

"Anehnya, walaupun aku tidak sadar, aku bisa melihat apa yang dilihat Frey," lanjut Freya. "Makanya aku tidak heran saat melihat Sands of Time ini."

"Apa aku juga bisa membuang sesuatu di sini?" tanya Ren memecah keheningan. Frey cuma mengangguk. "Aku ingin membuang 'rasa takut'." Jawaban mantap Ren cukup untuk membuat Mir mengangkat kepalanya, dan mengatakan hal yang sama.

Frey cuma bisa tersenyum tipis. Berbagai pikiran buruk sudah memenuhi benaknya beberapa saat tadi. Membuang 'rasa percaya' sama saja dengan 'tidak percaya pada siapa pun'. Tapi nyatanya, ketiga temannya ini sama sekali tidak keberatan. Satu hal ini membuat Frey begitu nyaman, untuk yang pertama kalinya sejak 3 tahun yang lalu.

Saturday, September 13, 2008

Us -- Freya and All of Them

Kelima bocah itu cuma bisa duduk terdiam sambil menatap nanar ke arah lantai yang mereka pijak. Tanpa perlu dijelaskan pun, mereka tau, ini adalah kamar Freya, kamar yang tadi mereka lihat di dalam snow globe Heather.

"Lagi..." gumam Lexy pasrah. "Sebenarnya apa yang terjadi sih..."

Yang lain cuma bisa duduk terdiam. Berbeda dengan Ren yang ketakutan di tempat asalnya, Freya tampak tenang - tenang saja. Malah ia seperti bernostalgia, melihat - lihat berbagai hiasan di atas mejanya, pakaian - pakaian di lemari nya, dan juga koleksi kaset game yang dulu sering dimainkan bersama Frey.

"Mum belum pulang ya?" tanya Frey, yang dijawab dengan gelengan kepala Freya.

"Kau tau lah.. Mum kan paling tidak betah di rumah. Jam segini sih, pasti lagi keluyuran entah ke mana dengan jaguarnya. Dad juga tidak mau tau lagi soal Mum. Terakhir kali aku di sini, sudah 2 minggu mereka tidak ngomong satu sama lain."

Frey menghela nafas sambil mengomel, "Masa aku lagi sih yang harus menengahi mereka.. Kan mereka sudah dewasa.. Hhhh..."

"Kalian ini sama sekali tidak khawatir ya.." sindir Lexy yang masih terduduk lemas. "Ren, ngomong sesuatu dong, dari Eve Corner diem mulu. Bosen tau!"

Ren cuma bisa memandang Lexy sinis. "Emangnya aku tukang ngelucu apa?" gerutunya, yang disambut kekehan Mir.

Beberapa saat kemudian, Freya mulai bercerita tentang orang tuanya yang lebih mementingkan Frey daripada dirinya. Frey pun tidak membantah, dan hanya bisa menepuk kepala adik kembarnya itu dengan penuh sayang. Pada dasarnya Freya memang anak yang pemberontak, bukan pemikir berkepala dingin seperti Frey, makanya ia pun hanya bisa menunjukkan sikap protesnya dengan cara ngambek, menolak semua keinginan orang tuanya.

Sedangkan Frey yang saat itu memilih melarikan diri dari kehidupan rumah, cuma bisa memberikan dukungan moral pada Freya secara diam - diam. Bahkan untuk menemui dan membawakan apa pun yang dibutuhkan Freya, Frey harus melakukannya di malam hari saat Freya sedang tidur.

Mir cuma bisa manggut - manggut mendengar cerita mereka. Ia tidak menyangka Freya yang selalu terlihat cengar cengir ternyata juga punya masalah sendiri. Lexy tampak tidak heran, karena masalah mereka hampir mirip. Reaksi tak diduga datang dari Ren, yang mengatakan bahwa ia bersyukur bahwa 'Ibu' nya tidak seperti itu.

"Sejelek apa pun kelakuan nya, tapi aku tetap masih bersyukur ada dia," gumam Ren. Untuk sekali ini, Lexy terlihat salut pada Ren.

"Aku sudah lama tidak pulang, aku mau liat - liat isi rumah ah. Ikut?" tawar Frey pada yang lain, dan berikutnya, mereka sudah mengadakan tur dalam rumah.

Rumah bagai istana itu punya ruangan yang banyak sekali, membuat Ren berkata untung dia tidak sendirian di sini, kalau tidak, mungkin dia bisa nyasar. Ruangan lain tidak kalah besar dengan kamar Freya, terutama kamar Frey, yang luasnya hampir 3 kali lipat besarnya.

Kelima bocah itu berhenti di taman belakang yang penuh dengan tanaman. Di ujung terdapat kolam renang dengan dudukan di pinggiran sekitarnya. Mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya menatap nanar ke arah langit. Berharap sesuatu turun dari langit, dan menjemput mereka ke dunia di mana masih ada Inuki, Phoenix, Brownie, Guri, dan Rabi.

"..Guri lagi ngapain yaaa..." gumam Freya lemas. "..Tom.. Shiro... mereka di mana yaa..." lanjutnya.

"Mereka pasti baik - baik saja." jawab Lexy mantap. "..pasti.."

Tuesday, September 9, 2008

Us -- Heather and All of Them

"Ou, Lex!" 

"Sejak kapan di sini? Kenapa tidak membangunkan ku?" tanya Lexy bertubi - tubi. "Lo, sudah kenal Ren?"

Heather mengangguk. "Tadi kami sedang ngobrol," lanjutnya. Lexy cuma manggut - manggut.

"Yang lain sudah kenal?" Heather menggeleng, dan dengan cepat Lexy mengenalkan Mir, Frey, dan Freya. Tidak seperti Lexy yang biasanya cool dan selalu diam, kalimat demi kalimat meluncur dari mulutnya. Mirip anak kecil yang bercerita dengan seru ke teman baiknya.

Heather memang masih kecil, ia bahkan lebih muda dari Freya, dan penampilan luarnya sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia adalah pimpinan Eve Corner. Ada aura yang tidak bisa dijelaskan memancar dari dirinya. Hal itulah yang membuat bahkan preman sekelas Gaku pun tunduk padanya. Tapi dibilang begitu, Heather malah tersipu malu.

Eve Corner di waktu siang benar - benar berbeda dengan malam hari saat mereka pertama kali datang. Semua lorong terlihat jelas, bahkan gorong - gorong yang biasa dipakai penghuninya untuk kabur saja terlihat jelas. Meskipun begitu, tidak ada satu orang polisi pun yang berani mengobrak - abrik Eve Corner di siang hari.

"Heather adalah penguasa Eve Corner di malam hari. Tapi di siang hari, Heather adalah Sun's Girl. Matahari di sini adalah sekutunya, dan kalau ada polisi macam - macam di sini, jangan tanya deh apa yang terjadi," terang Lexy panjang lebar, dan Heather cuma bisa menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Heather mengajak mereka berkeliling ke sekitar Eve Corner dan ke sudut - sudutnya. Dan sebagai penutup, ke tempat terakhir dari Eve Corner, Blanc Eve, alias tempat tongkrongan Heather seorang. Lexy cuma bisa termangu saat mereka melewati lorong yang tidak asing di matanya. Kakinya seperti susah maju, tapi begitu Heather bilang tidak apa - apa, akhirnya Lexy menurut.

Blanc Eve sama sekali tidak mengerikan, tapi memang berbeda dengan lorong yang lain. Pintu masuk nya mirip pintu kamar anak cewek, dan ternyata isi nya pun tidak jauh berbeda. Yang sedikit lain, ada tangga menuju ke atas, di mana Eve Corner bisa dilihat dengan sekali pandang.

"Apa itu?" Mir mendekati lemari kaca dengan banyak snow globe di dalamnya.

"Oh, itu koleksiku!" ujar Heather bangga. "Sejak penghuni sini tau aku mengkoleksinya, mereka jadi membawakannya untukku. Makanya jadi banyak seperti ini."

Mir manggut - manggut. Heather mengangguk ramah saat Freya bilang ingin liat semua koleksinya. Segera saja Freya dan Mir menyerobot ke lemari kaca di depan mereka. Sambil mengomel agar mereka hati - hati, Ren dan Lexy akhirnya ikut - ikutan juga. Frey tetap berdiri di tempatnya, sementara matanya menatap ke sebuah snow globe yang terletak di ujung meja. Secara reflek, Frey langsung mengangkat snow globe itu dan mengamatinya lekat - lekat.

"Itu kesayanganku lo," gumam Heather. Frey mengangguk pelan. Snow globe yang ini sedikit berbeda dengan yang lain. Isinya hanya perabot kamar anak cewek, lengkap dengan tempat tidur, lemari, meja belajar, bahkan boneka - boneka di ujung snow globe. "Dulu, itu adalah kamar sepasang anak kembar," lanjut Heather, membuat Frey mengerutkan keningnya. "Tapi tidak berapa lama kemudian, sepasang anak kembar itu tidak lagi sekamar. Mereka memisahkan diri secara fisik. Tidak saling bertemu, tidak saling bicara. Tapi pikiran mereka masih terhubung satu sama lain."

Freya yang tadinya masih berkutat dengan Mir, sekarang sudah berdiri di sebelah Frey, ikut melihat snow globe yang dipegang saudara kembarnya itu. Isi di dalam snow globe itu mulai berubah. Persis seperti klip video, memutarkan cerita yang tadi diucapkan Heather.

"Saat ini sepasang anak kembar itu sedang melakukan perjalanan. Tapi, setengah jiwa dari salah satunya tetap tertinggal di kamar yang dulu mereka huni. Ia tidak mau pergi meninggalkan kamar di mana mereka dulu bisa bermain bersama, berbagi semuanya berdua, dan melakukan hal - hal yang mereka suka bersama."

"..Heather..?" Lexy mulai menyadari ada sesuatu yang aneh pada Heather. Tidak biasanya ia ngelantur begini. Tapi sama sekali tidak ada yang berubah darinya. Ren dan Mir memutuskan untuk ikut melihat snow globe di tangan Frey.

Sekeliling mereka mulai bergetar. Tapi lantai tempat mereka berpijak sama sekali tidak bergeming. Bangunan - bangunan di sekitar Eve Corner mulai tersedot masuk ke dalam snow globe di tangan Frey.

"..! Sama seperti waktu itu!" gumam Lexy panik. "Heather! Apa yang terjadi?!"

Tapi yang ditanya cuma tersenyum manis sambil berkata, "Sudah waktunya. Kalian harus pergi lagi. Tenang saja, kalian pasti baik - baik saja. Terutama kau, Lex." Heather mengatupkan kedua tangannya ke tangan Lexy.

Keempat bocah yang lain seperti terhipnotis ke dalam gambaran yang muncul di snow globe itu. Mereka sama sekali tidak sadar apa yang terjadi di sekitarnya.

"Jaga diri ya," ucap Heather terakhir kalinya, sambil mengecup kening Lexy.

Saturday, September 6, 2008

Us -- Heather and Ren

Sinar matahari yang sudah lama tidak mereka rasakan, pagi itu menyengat kulit kelima bocah yang masih saja tertidur pulas di tempat masing - masing. Ren yang kemarin terlihat begitu tertekan, saat ini sudah bisa mengedipkan matanya dengan malas. Tidak ada lagi rasa cemas dan khawatir seperti kemarin malam.

Siluet seseorang yang tiba - tiba muncul di depan pintu masuk, tidak membuat Ren kaget sama sekali. Malah ia terlihat lebih kalem daripada biasanya. Ren menatap sosok di depannya sambil tersenyum seolah ia mengenal anak perempuan itu.

"..Heather.. ya 'kan?" ucap Ren pelan. Yang dipanggil cuma mengangguk sambil memasang senyum manis.

"Lex masih tidur?" tanya Heather dengan suara nyaringnya, dan ia cuma bisa terkekeh geli saat melihat wajah polos Lexy dengan mulut yang setengah terbuka dan suara dengkur pelan.

Mata Ren tidak bisa lepas dari Heather. Entah kenapa, ia merasa bahwa Heather adalah orang yang sudah sangat lama ingin ditemuinya. Sudah dari duluuuu ia ingin bertemu, dan akhirnya mereka berhadapan satu sama lain. Heather pun sepertinya merasakan hal yang sama. Senyumnya kembali terkembang saat matanya menatap Ren.

Memberanikan diri, Ren bercerita tentang dirinya. Bagaimana ia bisa menemukan Inuki, kabur dari rumah, bertemu Lexy dan yang lain, kereta hitam Tom, pergi ke Klaudi, bertemu dengan Shiro, melawan Nightmare. Lalu, walaupun itu hal yang paling sering dihindarinya, Ren menceritakan tentang Ibu nya yang ia temui sebelum ia sampai di sini. Heather cuma manggut - manggut, dan berikutnya, giliran dia yang bercerita.

"Waktu aku masih 5 taun, aku mulai bisa melihat hal - hal yang bahkan orang tua ku pun tak mengerti. Kabut hitam dan putih terlihat berjalan berdampingan dengan orang - orang yang kukenal. Saat itu aku masih belum bisa melihat dengan jelas, dan saat akhirnya kabut itu mulai terlihat jelas.."

Ren mendekatkan wajahnya sambil membuka kupingnya lebar - lebar.

"...aku melihatmu," ucap Heather dengan mata berbinar. "Rumah reyot di padang rumput gersang, kamar gudang penuh tumpukan dus, sofa tua bulukan," Heather berhenti sebentar. "..dan 'Ibu'.."

Kali ini, Ren sama sekali tidak bergidik ngeri seperti biasanya, dan ia seperti menanti kelanjutan dari cerita Heather.

"Aku menemukanmu.. di Eve Corner ini. Ah, waktu itu bahkan tempat ini belum bernama. Bayanganmu terlihat di mana - mana. Semua kejadian yang kau alami, aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi tak ada yang bisa kuperbuat. Hal terakhir yang kulihat adalah saat kau pergi untuk menjemput Inuki. Ada hal yang lain daripada biasanya waktu itu. Walaupun seharusnya aku cuma bisa melihat kejadian yang ada kau di dalamnya, tapi waktu itu, pandanganku tetap berada di rumah. Sesaat setelah kau menutup pintu.. 'Ibu' berdiri di bawah tangga. Ia melihat mu pergi dari balik jendela."

"..mana mungkin.." Ren terkekeh pelan, tapi Heather tidak memasang muka sedang bercanda.

"Sayangnya.. yang dilihatnya dari balik jendela itu bukan kau.. tapi aku." Heather menyelesaikan kalimatnya. "Memang mengerikan yah? Hehehe..."

Ren cuma bisa mengangguk. Masih menunggu Heather, apakah ia masih punya lanjutan cerita atau tidak.

"..Aku tidak tau apa yang terjadi.. tapi aku melihat saat kalian 'pindah' ke sini. Kereta hitam dengan 2 orang yang kalau tidak salah.. Tom dan Shiro ya? Mereka membawa kalian dari tempat itu, dan 'melempar' kalian ke sini."

"Ooh.. ternyata mereka yah.. Apa kau melihat Inuki dan yang lain?" Heather menggeleng, dan itu membuat Ren sedikit kecewa.

Heather melambaikan tangannya, dan suara yang sangat dikenal Ren bergema di tempat itu.

"Heather!!"

Monday, September 1, 2008

Us -- Lexy and All of Them

"Lex?"

"Ho, kau sudah pulang?"

Yang dipanggil cuma bisa melongo sambil masih terduduk lemas. Pemandangan di sekitar mereka berubah. Tidak ada lagi rumah reyot, rerumputan gersang, dan tidak ada lagi 'Ibu'. Bangunan - bangunan tinggi menjulang di sekitar mereka, dan jelas sekali Lexy mengenali tempat itu, dan juga orang - orang yang menyambutnya tadi.

"Ngapain kau masih duduk di sana? Ayo berdiri!"

Setengah kebingungan, Lexy mengikuti saran Gaku, orang yang menyuruhnya berdiri sambil mengulurkan tangan dari antara kerumunan. Sambil menoleh ke arah Frey dan Freya yang kebingungan, Lexy menjelaskan bahwa Eve Corner ini adalah tempat nongkrongnya sehari - hari. Mir mendengarkan, sambil berusaha menyadarkan Ren yang pandangannya masih saja kosong.

Gaku membawa mereka berlima ke sudut yang lebih dalam, tempat di mana Lexy biasanya tidur - tiduran setelah 'berlatih' dengan gerombolan yang lain. Lexy berterima kasih, setengah batinnya ingin sekali ikut dengan Gaku ke tempat Heather, penguasa Eve Corner, yang sekaligus juga teman baik Lexy. Tapi Lexy mengurungkan niatnya, setelah Gaku langsung meninggalkannya tanpa berkata apa pun.

"Gimana Ren?" tanya Lexy. Mir menyingkir sehingga Lexy bisa melihat langsung. Pandangan mata Ren mulai kembali, tapi masih terlihat raut wajahnya yang ketakutan.

"Aku.. sudah tidak apa - apa kok.." jawabnya, yang langsung mendapat cibiran dari Lexy yang menuding Ren cuma berlagak kuat. Tentu saja, Frey langsung menggeplaknya.

Tanpa basa basi, Lexy menjelaskan tentang tempat ini setelah ia melihat pandangan mata Freya yang berbinar. Eve Corner adalah tempat pelariannya dari rumah, sekolah, dan juga orang tuanya. Kesan pertama, tentu saja ini adalah tempat tongkrongan mafia dan kroni nya, tapi menurut Lex, ini adalah rumah bagi orang - orang yang tidak punya tujuan.

"Kenapa namanya Eve?"

"Boss Heather kan cewe," gumam Lexy dan segera keempat bocah yang lain berdecak kagum.

"Tapi ngomong - ngomong," Frey memecah keheningan. "Apa yang terjadi? Kenapa kita bisa sampai di sini?" Yang lain cuma mengangkat bahu. Mereka lupa sama sekali dengan kejadian sebelumnya gara - gara terpesona melihat Eve Corner.

Mir tadinya tidak mau buka mulut, tapi setelah dipaksa Freya, ia akhirnya cerita juga. Hal terakhir yang diingatnya adalah bongkahan kayu yang diangkat tepat di atas kepalanya. Detik berikutnya, bayangan 'Ibu' di depannya mulai kabur. Rumah reyot itu pun mulai hilang, diikuti padang rumput gersang di sekitar mereka. Mir tidak sanggup lagi melihat, dan saat ia membuka mata, di sinilah mereka berada.

"Sama seperti waktu di kereta..." Giliran Ren yang buka mulut. "Hal terakhir yang kulihat adalah tangan Tom. Setelah itu pemandangan berikutnya adalah..." Tidak perlu dilanjutkan, mereka semua sudah tau.

"Yaahh... yang penting sekarang semua selamat 'kan? Ayo tidur! Kita semua butuh istirahat, ya 'kan?" Dan tanpa lama, Lexy langsung merebahkan tubuhnya di sofa reyot terdekat.

"Cuih, bilang aja klo emang ngantuk," gumam Freya sambil menjauh menghindari sambitan Lexy.

Tidak butuh waktu lama, dan menit berikutnya kelima bocah itu sudah menutup mata mereka. Berusaha menghilangkan ingatan akan kejadian buruk yang baru saja mereka alami.

Tuesday, August 19, 2008

Us -- Ren, Mir, and All of Them

Yang pertama kali membuka mata adalah Ren. Setengah tidak percaya, ia cuma bisa terdiam sambil mulai berdiri perlahan. Kakinya berpijak pada rerumputan gersang dan kering yang terlihat tajam. Sebuah kolam kecil cuma dibiarkan kering saja di sebelah kanan rerumputan gersang itu. Kotak pos dengan tiang penyangga yang nyaris putus masih berada di tempat yang sama dengan yang diingat Ren. Rumah yang lumayan besar tapi terlihat bobrok dari luar juga masih berdiri dengan tegap di depan mata Ren. Suara derit pintu yang dibuka dari dalam mulai terdengar, dan kaki Ren secara reflek langsung mundur ke belakang.

"Tidak mungkin..." Suara Mir yang bergetar membuat Ren menoleh dengan cepat. 

Lexy, Frey, dan Freya juga sudah berdiri di atas kaki mereka masing - masing. Mereka masih tidak sadar akan apa yang terjadi, dan di mana mereka sekarang. Satu hal yang membuat Lexy panik, dan kepanikannya menular ke yang lain kecuali Ren. Phoenix dan yang lain tidak tampak sama sekali.

Sementara yang lain sibuk mencari, Ren masih saja berdiri dalam diam sambil memandang pintu rumah yang terbuka sedikit, sambil sebentar - sebentar menoleh ke arah Mir yang mengikuti Freya mencari Guri dan Brownie.

Baru saja Freya mau mengomel pada Ren yang tidak mencari Inuki malah cuma berdiri diam, tapi ia mengurungkan niatnya setelah tiba - tiba Ren mundur terbirit - birit sampai jatuh terduduk. Matanya terpaku pada sosok yang keluar dari rumah di hadapan mereka.

"..ibu.." gumam Mir yang langsung mundur. Freya menahan bahu Mir sambil menepuknya perlahan, mencoba menenangkannya. Sementara Frey dan Lexy menghampiri Ren yang tidak sanggup berkata - kata.

Perempuan setengah baya dengan rambut acak - acakan sepinggang berjalan ke arah kelima bocah itu. Ren makin tegang, badannya memaksa agar ia mundur ke belakang dengan cepat. Tapi Lexy menahannya dari belakang, dan Frey berlutut di sampingnya.

Ia berhenti di hadapan Mir. Untuk sesaat, bahkan untuk bernafas pun Mir harus mengerahkan seluruh keberaniannya.

"..I-Ibu.. a-aku.. h-!" Kalimat Mir terhenti. Tangan ibunya terulur ke wajah Mir. Baru sedetik tangan dan pipi bersentuhan, Mir sudah bergidik tidak karuan. Freya menarik Mir ke belakang perlahan, tapi tangan si Ibu masih tetap pada posisinya, seolah Mir masih berdiri di sana.

Setelah beberapa saat, ia beralih ke Ren. Yang langsung berteriak histeris. Tapi si Ibu tidak terpengaruh. Hal ini membuat Ren makin tidak karuan paniknya. Tangannya mencengkeram bahu Frey kencang sekali.

"Jangan mendekat!! Pergi kau!!!!" jerit Ren putus asa. Ia menundukkan kepalanya dalam - dalam, tidak berani menatap sosok wanita di hadapannya.

"Maaf, tapi Ren tidak mau bertemu dengan Anda.." Frey menghadang. Tapi yang diajak bicara sama sekali tidak mengindahkan nya. Matanya sama sekali tidak menatap Frey, tapi langsung ke Ren.

"...Ren..." Suara rendah yang terdengar dibuat - buat membuat bulu kuduk Frey langsung merinding. ".. kenapa kau ini nakal sekali... kau membuat ku kecewa..." Tanpa sadar, langkah kaki Frey terdorong ke belakang. "...anak nakal harus dihukum.. ya 'kan Ren?"

Yang dipanggil, entah sadar atau tidak, cuma bisa mengangguk pelan. Lexy dengan segera menggoncang tubuh Ren agar dia sadar kembali, tapi percuma. Pandangan mata Ren sudah kosong.

Entah dari mana datangnya, tiba - tiba saja Frey sudah roboh gara - gara pukulan sebatang kayu oleh Ibu Ren dan Mir.

"Frey!!" Tanpa basa basi Freya langsung menghambur ke depan Frey, tepat saat kayu itu akan dipukulkan lagi ke arahnya.

Lexy dengan sigap menahan ujung kayu yang satunya lagi. Menghindarkan Freya dari memar akibat terkena pukulan, dan detik berikutnya Lexy berseru keras, "Lari!". Dengan sigap, Frey membawa Freya ke belakang Ren.

"Wah.. Ren... lagi - lagi kau melibatkan orang lain... lihat.. mereka jadi terluka 'kan..?" Dengan susah payah, Lexy menahan pegangannya. Aneh, walaupun wanita di hadapannya sudah tidak muda lagi, tapi tenaga nya luar biasa. Tidak sampai 2 menit, Lexy sudah terpental ke samping. Bongkahan kayu itu sudah siap menghajar Ren. Tapi tidak demikian yang terjadi.

Mir memeluk Ren erat - erat.

"Minggir Mir.. Kau tidak mau terluka 'kan? Kau anak baik, makanya tidak perlu dihukum.. beda dengan Ren... dia ini nakal sekali.." Tapi Mir sama sekali tidak bergeming. Begitu pula dengan yang dipeluknya.

"..hentikan Ibu... kasihan Ren.." Suara Mir bergetar. 

"Oh.. kau pun sekarang jadi nakal ya.. Pasti gara - gara dia kan..? Yah.. apa boleh buat.. lebih baik kalian dihukum bersamaan..."

Sunday, August 10, 2008

Us -- We and All of You

"Kalian akan pulang."

Satu kalimat itu saja yang diucapkan oleh Tom, yang kemudian dikuti oleh Shiro menuju gerbong masinis. Kereta putih di belakang mereka tidak terlihat lagi, dan kereta hitam yang mereka tumpangi mulai melaju kencang. Kelima bocah itu cuma bisa saling pandang. Tidak ada yang berani pergi ke gerbong masinis dan bertanya pada Tom atau Shiro, mau pulang ke mana mereka?

Freya menyikut Lexy, memberinya kode agar dia mau masuk ke gerbong masinis. Tapi kali ini pun Lexy cuman bisa mengalihkan pandangannya ke Frey. Gantian Mir yang memberi tanda pada Frey, tapi dia pun cuma bisa memalingkan wajah ke Ren, yang langsung pura - pura tidak lihat.

Beberapa saat kemudian, Mir akhirnya memberanikan diri untuk berdiri. Tapi setelah langkahnya sampai di depan pintu menuju gerbong masinis, ia tidak bisa maju lagi. Tidak sampai 5 menit setelah Mir kembali ke tempat duduknya, Shiro sudah berdiri di hadapan kelima bocah itu. Dengan sedikit salah tingkah, Mir cuma bisa memalingkan wajahnya dan tidak berani melihat muka Shiro.

"Kenapa muka kalian begitu?"

Dan mencelos lah jantung kelima bocah itu.


"Kalian bakal pulang lo, pulang. Harusnya kan kalian senang!" Shiro mengembangkan senyumannya, tapi tidak ada yang membalas balik senyumannya itu.

"..pulang ya...?" Mir bertanya dengan suara yang pelan sekali.

"Yap!"

"..Lalu kalian? Apa kalian akan ikut kita pulang?" tanya Freya.

"Kami sudah tidak punya tempat untuk pulang." Tom keluar dari gerbong masinis dan menghampiri mereka. "Sudah.. tidak ada lagi tempat yang bisa kami panggil rumah."

"..waktu itu.. Shiro yang bilang 'kan. Kalau Inuki dan yang lain sudah tidak diperlukan lagi, maka itu lah waktu nya kita pulang. Iya 'kan?" Ren menarik napas. "Tapi kami-"

"Kalian akan pulang," ujar Tom memotong kalimat Ren. "Itu bukan pertanyaan, jadi kalian tidak perlu menjawab."

"Tapi..!" Kata - kata Ren terpotong begitu saja seiring kereta hitam itu melaju semakin kencang, dan pemandangan di sekitar mereka yang tadinya kosong berubah menjadi hitam kelam, seolah memasuki ruang warp.

Kelima bocah itu memejamkan mata dan berusaha berpegangan pada apapun yang ada di dekat mereka.

"..aku belum mau pulang..." gumam Ren sambil berusaha membuka matanya. Sosok Shiro dan Tom masih berdiri tegap di depannya, seolah tidak terpengaruh oleh goncangan yang sedang terjadi. Tom mengulurkan tangannya, menutup mata Ren sampai akhirnya kesadaran Ren hilang perlahan.

Sunday, July 20, 2008

Us -- Rejoined

Freya langsung merengkuh kedua cowok yang berdiri di hadapannya, Frey dan Lexy. Guri dan Phoenix juga tanpa basa basi langsung memasuki gerbong untuk bergabung dengan Inuki, Brownie dan Rabi. Sebaliknya, Tom malah berlari ke kereta sebelah. Ia meloncati begitu saja pagar pembatas gerbong belakang sampai ke gerbong masinis kereta putih di depannya.

Suara 'buk' keras membuat kelima bocah itu segera menuju gerbong masinis kereta yang satu lagi. Di sana, Shiro terduduk di lantai sambil memegangi pipi nya yang sepertinya baru saja ditinju oleh Tom.

"Jangan ngomel!" Shiro memotong Tom yang baru saja akan membuka mulutnya. "Jangan tanya kenapa, jangan tanya gimana caranya," ujar Shiro seolah bisa membaca jalan pikiran Tom. "Mereka melakukan hal yang sama padaku seperti yang mereka lakukan padamu waktu itu. Jelas 'kan?"

Tom tampak tidak puas dengan ucapan Shiro, ia mulai mengomel tidak karuan, tapi Shiro tidak menggubrisnya sama sekali, dan cuma menjawab dengan kata - kata yang sama. Sampai akhirnya Tom pun kehabisan kata - kata. Ia tau, nasi sudah menjadi bubur, apa pun yang ia katakan tidak ada yang bisa membalikkan keadaan.

Kehadiran Ren dan yang lain tampak tidak dipedulikan oleh Tom dan Shiro, sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke gerbong kereta hitam.

"Jadi sekarang Shiro adalah Shadow, dan kereta putih itu buatan Shiro, dan ternyata Nightmare adalah Shiro?" Mir mencoba merangkum inti dari kesimpulan yang dibuat Frey dan Lexy.

"Nightmare dibuat dari 'jiwa' Shiro. Entah bagaimana caranya, pokoknya seperti sebagian diri nya lagi lah. Kereta putih itu juga begitu." Frey mengkoreksi Mir. "Ya, Ren?"

"Err.. mungkin ini sedikit ngaco tapi.. kalau 'jiwa' Shiro sudah dibagi untuk Nightmare dan kereta putih itu... jadi Shiro yang sekarang ada di sana itu...?"

"Kayaknya itu yang bikin Tom marah. Mungkin 'jiwa' itu kayak jangka hidup, jadi makin banyak yang dipakai yaa.." Lexy tidak menyelesaikan kalimatnya. "Tapi dipikir aneh juga sih, kan berarti aslinya mereka berdua sudah.." Dan sekali lagi Lexy terhenti.

"Shadow itu mungkin.. kayak kehidupan kedua." Freya menanggapi. Semua mata tertuju padanya, karena nada suara Freya kali ini beda dengan biasanya. "Kesempatan buat ketemu sama orang yang mereka sayang, kesempatan buat memperbaiki kesalahan mereka, semacam itu lah. Kalau 'jangka hidup' mereka sebagai Shadow sudah habis, apa mereka akan ke surga ya..?"

Dengan sayang, Frey menepuk pelan kepala kembarannya itu. Pembicaraan terhenti, sampai akhirnya Rabi memecahkan keheningan.

'..Tidak peduli Lights, Shadow, manusia biasa, yang penting adalah kita yang sekarang ada di sini.' Rabi berhenti sejenak. 'Itu kata Tom dulu. Entah apa dia masih bisa mengucapkan kalimat itu sekarang.'

Suasana kembali hening, tapi sebuah senyuman menghiasi wajah kelima bocah itu dan partner mereka masing - masing.

Tuesday, July 15, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Leave Ahead part 3

"Freya?" Mir bingung melihat raut wajah Freya yang tiba - tiba cerah.

"..menang.."

Cuma 1 patah kata itu saja yang keluar dari mulut Freya. Setelah itu, ia langsung melesat ke gerbong masinis, tempat Tom berada. Tidak butuh waktu lama sampai ia kembali lagi, dan Mir langsung menagih penjelasan.

"Frey!" seru Freya senang. "Mereka menang! Nightmare sudah kalah!!" Suara Freya makin lama makin kencang, membuat Ren menutup telinga nya.

"Tau dari mana?" tanya Ren penasaran, diikuti anggukan kepala Mir yang juga ingin tau. Freya cuman tersenyum kegirangan, dan Ren cuma bisa mengangkat bahu sambil berkomentar, "..dasar anak kembar.."

"Rabi sudah tenang 'kan?" Freya menepuk - nepuk kepala Rabi yang memperlihatkan raut wajah lega.

'Belum sih... Mereka masih di sana 'kan?' Rabi mengingatkan, tapi raut wajah Freya tetap tidak berubah.

"Tenang, tenang! Frey gitu loh! Pasti ada jalan!" Freya tampak optimis sekali.

Tidak begitu dengan Tom. Wajahnya tetap kusut seperti saat ia memasuki gerbong penumpang tadi. Sekali lagi, mulutnya tampak tidak kuasa berkata - kata, sampai akhirnya Freya menepuk bahu nya.

"Err.. Mereka.. bisa sampai ke sini.." gumam nya. Freya memberikan tatapan seolah berkata "Tuh 'kan!" pada Ren, Mir dan Rabi, tapi raut wajah Tom malah tambah kucel.

'Kau tidak senang mereka bisa menyusul ke sini?' tanya Rabi sinis.

"..satu - satunya jalan untuk menyusul kita adalah dengan naik kereta... yang bisa membuat kereta seperti ini adalah Shadow.. jadi.." Tom tampak berat menyelesaikan kata - katanya.

"Jangan bilang Lexy berubah jadi Shadow.." Freya tiba - tiba menarik kesimpulan yang mengerikan. Tapi dengan segera Tom menyangkalnya.

"..yang bisa jadi Shadow... saat ini cuma Shiro... jadi.." Tom kembali berhenti di kata - kata yang sama.

Brownie yang pertama kali sadar. Ia mendekatkan kepalanya ke jendela, seolah bisa melihat ada sesuatu yang akan datang mendekati mereka.

'Ah..' Telinga Rabi bereaksi terhadap tingkah laku Brownie. '..Frey.. dan Lexy..' gumam nya perlahan. Freya jauh sebelum Brownie sadar, cuma bisa menatap nanar ke arah jendela luar, seperti menanti sesuatu yang sebentar lagi akan datang.

Tidak perlu waktu lama, dan suara 'ooonnnnnngggggggg' panjang membuat mereka semua berdebar - debar dengan raut wajah senang. Kecuali Tom.

Thursday, July 10, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Left Behind part 4

Sambil menghela nafas, Frey menceritakan apa yang terjadi sejak mereka tiba di Mansion of the Beginning ini. Tentang Lights yang telah menguasai mansion, 'Shiro' palsu yang membawa Shadow untuk menyerang mereka, dan tentang Tom yang pergi duluan meninggalkan mereka. Tidak seperti dugaan Frey, Shiro malah jadi jauh lebih tenang setelah mendengar ceritanya.

Sementara itu, Lexy masih merebahkan badannya, seolah - olah Nightmare sudah dikalahkannya, padahal ia masih menjulang tinggi di hadapan mereka, tapi perlahan badannya mulai tidak bergerak. Ujung kakinya tampak membatu, menjadi satu dengan lantai tempatnya berpijak.

'Selesai...' gumam Phoenix sambil mendarat di sebelah Lexy.

'Fuwaahhh', Guri langsung mengambil posisi di antara Lexy dan Phoenix. 'Shiro?'

Yang dipanggil malah berdiri dan menghampiri Nightmare. Disentuhnya ujung kaki Nightmare yang ukurannya hampir 2x lipat tubuhnya sendiri. Tidak ada tanda - tanda Shiro telah melakukan sesuatu, tapi tiba - tiba saja, kereta putih muncul di rel kereta tempat kereta hitam sebelumnya menjulang tinggi.

"Fuuww, kereta baru?" puji Lexy. Tapi Frey memberikan reaksi yang berbeda.

"Shiro, kau..!"

"Hm? Kenapa Frey?"

"Lex, kau lupa penjelasan Tom tentang kereta hitamnya?"

Tidak perlu waktu lama, kepala Lexy dipenuhi pikiran yang sama dengan Frey. Sementara Shiro yang merasakan pandangan aneh dari keduanya, cuma menatap nanar ke arah Nightmare yang sekarang sudah membatu sepenuhnya.

"Ingatanku kembali.." gumam Shiro masih menatap Nightmare.

"Tentang Rabi?" tanya Frey, yang dijawab dengan anggukan kepala Shiro.

"Di Klaudi, aku cuma bisa mengingat tentang Tom yang melarikan diri, dan janji para Lights padaku. Tapi aku melupakan satu hal. Aku dan Tom- bukan, aku, Tom, dan 2 orang temanku. Kami datang membawa Partner, yaitu Rabi. Saat itu tidak ada kereta hitam seperti yang kalian tumpangi sekarang."

"He? Lalu, bagaimana cara kalian bisa sampai ke sini?" Lexy langsung duduk tegak.

"Lights. Kau pun seharusnya tau," ujar Shiro sambil menoleh ke Lexy. "Di Colloseum Roundtrap, saat kau diselimuti cahaya putih, kau kira itu apa kalau bukan Lights. Mir juga begitu. Lights bisa memindahkan kami ke kota lain, termasuk Ciella, karena itu kami percaya pada mereka. Kecuali Tom."

"..lalu.. apa Lights masih ada di sini?" Lexy tiba - tiba menyadari bahwa Mansion ini pada awalnya sudah diambil alih oleh Light. Tapi Shiro menggelengkan kepalanya.

"Bukan kebiasaan mereka untuk menetap di sini, lagipula Tom sudah bisa bergerak bebas 'kan? Itu artinya mereka sudah pergi dari sini, dengan 'hadiah' yang sangat bagus ini." Mata Shiro kembali menatap Nightmare. "Bahkan aku pun dimanfaatkan.."

"Tom katanya cuma bisa melihat kau dibawa oleh Light.. benar?"

Shiro mendengus geli sambil mengiyakan. "Dia itu Shadow 'kan? Mana bisa dia bergerak. Waktu kalian menemukannya pun dia cuma berdiri diam 'kan?"

"Lalu?" Frey meminta kelanjutan dari kata - kata Shiro. "Apa kau sekarang.. sama dengan Tom?"

Akhirnya Shiro berani menoleh menatap Frey. 'Senyuman miris' ala Tom segera menghiasi wajahnya, dan itu cukup memberi penjelasan tentang kereta putih di depan mereka.

"Ayo, kita susul Tom dan yang lain."

"Satu lagi!" potong Lexy. "Katanya Nightmare tidak mungkin bisa muncul di sini. Lalu?" Tuding Lexy ke monster di depan mereka.

"Bisa dibilang... ini 'jiwa' ku yang satu lagi.."

Sunday, July 6, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Left Behind part 3

Tubuh Lexy terkulai lemas di lengan Frey. Tenaganya seperti hilang tak tersisa, tapi kesadarannya memaksa agar tubuhnya tetap berdiri tegak, menghadapi Nightmare di depannya.

"Lex.." Frey membujuk agar Lexy berhenti. Tapi yang ditopang sama sekali tidak menunjukkan tanda - tanda akan mundur.

Nightmare kembali menatap Lexy dengan mata kuning nya, dan tentu saja, Lexy kembali mengalami gejala mati kutu seperti sebelumnya. Tapi kali ini Lexy mengangkat kedua tangannya tinggi - tinggi, berusaha melindungi tatapan mata Nightmare sambil mengeluarkan cahaya dari tangan kanannya.

Serangan pertama berhasil, mata kiri Nightmare terkena serangan Lexy dengan telak. Tapi bukannya pengaruh matanya itu hilang, mata kanan Nightmare malah memancarkan serangan yang lebih dahsyat lagi. Tangan Lexy, yang walaupun sudah menutupi kedua matanya, serasa bisa ditembus oleh pandangan mata Nightmare, dan jadilah Lexy terkapar seperti sekarang.

"Mau gantian?" Frey menawarkan diri, dan ditolak langsung oleh Lexy yang sudah mau bangun lagi, sebelum akhirnya Phoenix mendarat di hadapan mereka.

'Kau mau mati ya?!' Baru kali ini Phoenix membentak Lexy, dan anehnya tidak ada kata - kata bantahan dari Lexy yang biasanya keras kepala. '..5 menit.. setelah itu baru kau boleh bangun lagi..' Phoenix mengembangkan sayapnya, dan terbang lagi, menyerang lingkaran hitam yang tadi terbukti lumayan efektif buat menghajar Nightmare.

Dari belakang Frey, Guri mulai sadar, dan mengikuti Phoenix. Serangan Guri memang berbeda dengan Inuki, Phoenix, dan yang lain. Caranya menghabisi Shadow adalah dengan memakannya, dan itulah yang dilakukannya pada lingkaran hitam di belakang Shiro. Phoenix terpana beberapa saat, karena tidak butuh waktu lama buat menghilangkan 'black hole' itu.

Efeknya memang hebat. Perlahan, ukuran Nightmare mulai mengecil, setengah dari besar badannya yang tadi, walaupun memang masih terlihat seperti raksasa di hadapan mereka.

'Shiro..!' Phoenix menyadari perubahan di pandangan mata Shiro yang tadi nya kosong. Bola mata hijau nya mulai kembali menunjukkan kesadaran.

"..eh..?"

Tanpa disuruh, Guri langsung menyambar tangan Shiro dan membawa nya ke dekat Frey dan Lexy.

"..apa yang terjadi..? Mana Tom..? Yang la- argh..!" Shiro tertelungkup lemas, persis seperti Lexy.

"Errhh..." erangan Lexy membuat Frey menoleh. "Dia sudah sadar ya..? Terus kenapa lagi sekarang..?" gerutu nya, dan geplakan Frey untuk kesekian kali nya mendarat di kepala Lexy. "Oi, Shiro..!"

"..kenapa Nightmare bisa muncul...?" Shiro balik bertanya. "..seharusnya dia tidak mungkin muncul di sini.. tapi kenapa..?" gumaman Shiro melantur selama beberapa saat, sampai akhirnya ia kehabisan kata - kata dan hanya bisa memanggil orang di dekatnya, "..Frey..!"

"Mana kutahu!" bentak Frey kesal. "Aku tidak tau..."

Saturday, June 28, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Leave Ahead part 2

Kereta hitam itu akhirnya berhenti, walaupun tidak ada stasiun maupun tempat pemberhentian semacamnya. Hanya rel yang terus memanjang dari arah mereka datang sampai entah ke mana. Suasana di kanan dan kiri rel itu hanya kosong. Cuma langit merah abu yang menopang rel dan kereta yang berjalan di atasnya. Beberapa menit berlalu, tapi tidak ada seorang pun yang keluar dari gerbong di dalamnya. 

Rabi menghunus pedangnya terarah ke leher Tom. Pemandangan itu lah yang membuat suasana gerbong menjadi sunyi senyap. Tom tidak berusaha mengelak. Malah sepertinya ia berharap pedang itu bisa menusuk tenggorokannya. 

'Aku tanya sekali lagi... Apa Frey bisa sampai ke tempat kita nanti?' 

Dengan lemas, Tom memalingkan wajahnya. Ujung pedang Rabi sedikit bergeser, membuat guratan luka di leher Tom, yang segera menutup tanpa mengeluarkan darah.

"Lupa? Aku sudah tidak punya tubuh manusia lagi. Jadi mau kau apakan pun, aku tidak akan terluka. Yah, memang ada bekasnya sih, sakit juga sedikit, tapi tidak ada lagi yang namanya darah."

'Jawab pertanyaanku...' Rabi mulai tidak sabar. Ujung pedangnya kini beralih ke letak jantung Tom.

"Rabi hentikan," Freya akhirnya buka mulut. "Frey pasti baik - baik saja. Dia lebih kuat daripada penampilannya kok."

"Lagipula percuma kau arahkan pedang padanya." Kali ini Ren yang maju. "Sudahlah.." Tangan Ren menggenggam ujung pedang Rabi dan menyingkirkannya dari Tom. Darah segar mengalir dari telapak tangannya yang mengenai mata pedang. Sebelum kembali duduk, dengan pandangan sinis ia berkata pada Tom, "Masih hidup itu enak yaa.."

Berbeda dengan Inuki dan yang lain, Brownie punya kekuatan penyembuh yang bahkan tidak dimiliki Phoenix. Luka Ren dalam sekejap sudah menutup, tapi bekas darah di tangannya menetap di telapaknya. Rabi yang sudah tenang kini duduk diam di sebelah Freya yang masih berdiri tegang.

"Jadi mereka tidak bisa menyusul?" Mir mengembalikan topik pembicaraan.

"Kalau mereka bisa mengalahkan Nightmare, maka menyusul kita bukan hal yang tidak mungkin 'kan? Apalagi itu berarti Shiro sudah kembali sadar. Dia pasti bisa membantu Lexy dan Frey."

'Kau pikir Nightmare itu Shadow biasa? Kau sendiri yang bilang kalau dia itu Shadow terkuat.' Emosi Rabi kembali memuncak. 'Cuma gara - gara Frey bilang agar aku ikut denganmu makanya aku percaya bahwa dia bisa menyusul kita. Tapi kau malah...'

"Maksudnya.. Kau tidak percaya pada Frey?" 

Kali ini tanpa basa basi Rabi menyabetkan pedangnya begitu saja, meninggalkan koyakan diagonal di baju Tom. Luka menganga terlihat di dada Tom, yang kemudian langsung hilang tanpa bekas sekali lagi.

'Jangan berani - berani kau berbicara tentang Frey.'

"Rabi!" Freya mendorong Rabi agar kembali ke tempat duduknya. 

Suasana kembali hening. Tom akhirnya menghela nafas dan berbalik menuju gerbong masinis. Tak lama kemudian, kereta hitam kembali melaju perlahan. Lebih pelan daripada biasanya. 

"Di depan sana ada stasiun. Lebih baik kita menunggu di sana," suara Tom menggema di gerbong penumpang. "..aku akan mencari cara agar mereka bisa menyusul.. tanpa harus mengalahkan Nightmare..."

'..sudah seharusnya 'kan....'

Freya menepuk kepala Rabi, berusaha menenangkannya, dan berusaha menenangkan diri nya sendiri. Ia tau, Frey pasti baik - baik saja, karena mereka punya ikatan batin yang kuat. Jika ada apa - apa pada Frey, pasti Freya langsung tau, dan pasti ada cara untuk menghubunginya.

Sambil mengatupkan kedua tangannya, Freya bergumam dalam hati, memanggil nama kembarannya kuat - kuat.

Wednesday, June 25, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Left Behind part 2

Setengah frustasi, Lexy dan Frey cuma bisa berlari memutar sambil menyerang Nightmare di depan mereka. Phoenix masih melayang di atas, sedangkan Guri, gara - gara serangan terakhir tadi akhirnya terkapar tidak bergerak.

"Dia pasti akan membunuhku~~" gerutu Lexy sambil membawa Guri ke tempat yang aman.

"Makhluk ini masa tidak ada celahnya sama sekali sih.." Kali ini giliran Frey yang bersimbah keringat.

Lexy menengadahkan kepalanya ke arah Phoenix. Tapi yang dipandang cuma bisa terbang merendah sambil menggelengkan kepalanya, membuat Lexy makin frustasi.

"Bisa tewas kita kalo menyerang serabutan kayak tadi. Ayo Lex, berpikirlah...!" gumam Lexy pada dirinya sendiri.

Gerakan Nightmare makin lama makin gesit, dan itu membuat mereka berempat tambah kelimpungan, karena memandang mata Nightmare saja sudah membuat Lexy jatuh bangun tak karuan. Shiro pun masih tetap berdiri tegak di tempatnya berada, seolah - olah efek dari serangan yang terjadi di sekitarnya sama sekali tidak sampai ke tempatnya berdiri.

"Hey Lex.. Di belakang Shiro itu apa sih? Dari tadi hilang muncul terus.."

"Lingkaran hitam itu? Humm... Sebentar.."

"Oi!" Frey berusaha menghentikan Lexy yang sudah lari mendekat ke arah Nightmare. Ke arah Shiro tepatnya.

Langkah Lexy berhenti tepat di depan Shiro. Seolah di sana adalah titik buta, Nightmare di sebelahnya malah berjalan ke arah sebaliknya, berfokus pada Frey dan Phoenix. Raut wajah Lexy sedikit cerah. Ia berputar ke sisi samping Shiro, mengangkat tinggi tangannya, dan menunggu lingkaran hitam di belakang punggung Shiro untuk keluar sekali lagi, dan BUM!

Cahaya biru dari tangan Lexy berhenti tepat di tengah lingkaran hitam yang mirip black hole itu. Suara ledakan kecil terdengar dari dalamnya, dan saat Lexy mendekatkan kepalanya, ia terpental jauh ke belakang, sampai ke sebelah Frey berdiri. Sambil menolak untuk dibantu berdiri, Lexy sekali lagi mendekat lingkaran hitam yang tidak hilang juga itu, dan melakukan serangannya sekali lagi, dan kemudian terpental lagi.

"Kamu kok jadi tambah bodoh sih.." gumam Frey setengah bercanda sambil mengulurkan tangan, yang langsung ditampik oleh Lexy yang ngambek. "Berhenti dulu sini. Coba liat Nightmare itu." Frey menunjuk pada Nightmare yang gerakannya ternyata makin lambat.

"Humph!" Lexy mendengus bangga.

"Yah, paling tidak kamu tidak terpental sia - sia Lex. Sana maju lagi!" Kali ini Frey mendorong Lexy maju.

"Grr. Bentar, masih ada lagi yang mau kucoba. Hummhhh..." Lexy kali ini maju perlahan ke depan Nightmare yang menolehkan kepalanya perlahan. "Frey, tahan aku ya."

"OK.." Frey bersiap di belakang Lexy, yang memutuskan untuk sekali lagi menatap mata kuning Nightmare yang menjulang tinggi di depannya itu.

Saturday, June 21, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Leave Ahead part 1

Suasana gerbong tidak menunjukkan adanya aktivitas komunikasi sama sekali. Freya terus memandang keluar jendela, ditemani oleh Rabi. Ren menengadahkan kepalanya ke atas sambil memejamkan matanya. Mir duduk manis di sebelahnya, sambil sesekali membelai kepala Inuki. Brownie pun hanya menyembunyikan kepalanya diantara kedua sayap kokohnya. 

Tom tidak menunjukkan sosoknya sejak memasuki gerbong lokomotif, padahal biasanya ia selalu berkumpul di gerbong tengah bersama mereka. Tidak ada yang berniat untuk mengintipnya ke gerbong depan. Tidak ada juga yang menanyakan tentang keberadaannya. Seolah - olah ini adalah pertama kalinya mereka berada dalam 1 gerbong, dan belum pernah kenal sama sekali.

Suasana hening itu akhirnya pecah juga. Rem mendadak membuat Freya menoleh, dan Ren membuka matanya. Tidak perlu waktu lama untuk menantikan Tom masuk ke dalam gerbong itu. Raut wajahnya tampak kucel. Mulutnya tampak ingin berkata sesuatu, tapi tidak ada kata - kata yang keluar. 

"Mau ngomong apa?" Freya kehabisan kesabaran. 

"..nggak.. dah.." Tom sudah akan berbalik meninggalkan gerbong, tapi Mir menarik tangannya. Sekali lagi tamparan keras mendarat di pipinya. Kali ini Tom memberikan reaksi yang benar, ia tampak bingung melihat raut wajah Mir yang ternyata tidak kalah kucel dari nya. "..aku salah lagi ya?"

"Masih nanya lagi?" geram Mir. "Kalau mau ngomong ya ngomong dong! Jangan setengah - setengah begitu! Gara - gara itu Shiro sampai..! Ahhh... aku tidak tau ah!" Mir kembali ke posisinya semula di sebelah Ren.

"..maaf.. gara - gara aku egois ingin pergi.." Akhirnya Tom buka mulut juga. "..sampai meninggalkan Frey dan Lexy segala... Guri, Rabi, Phoenix juga... aku benar - benar minta maaf.."

"Minta maaf nggak bakal bikin mereka tiba - tiba muncul di sini 'kan?" 

Tom melirik lirih ke Ren, lalu menggeleng perlahan. 

"Sekarang kita mau ke mana sih?" Freya angkat bicara lagi. "Mau terus berhenti di sini?" Dan perlahan, kereta itu berjalan lagi. Pelan dan pasti. "Jadi, mau ke mana?"

"..tidak tau..."

Freya hanya menghela nafas, seolah berkata, 'Sudah kuduga..'. Tapi kemudian ia kembali menatap Tom.

"Mereka bisa menyusul kita 'kan?"

"Frey dan Lexy," sambung Ren. "Mereka bisa sampai ke tempat kita 'kan?"

Friday, June 13, 2008

Return to Tomorrow -- Those Who Left Behind part 1


Seolah tidak ada yang terjadi, Tom mengulang lagi kata - katanya barusan. Dia tetap bersikeras untuk meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Shiro.

"Sana pergi duluan.." ujar Lexy yang kesadarannya sudah kembali. Sambil bangun dengan bertopang pada Ren, Lexy kembali menyeka keringatnya. "Aku baik - baik saja. Aku akan mengalihkan perhatian monster satu ini. Saat ia bergerak menjauh, kalian langsung naik kereta nya ya."

"Lex..!" Ren memprotes, tapi Lexy menahan agar Ren tidak berisik.

"Aku juga di sini dulu," gumam Frey menyambung omongan Lexy. "Freya, Ren, Mir dan Tom, pergi duluan aja. Kita di sini dulu, ya Lex?"

Lexy cuman mengangkat alisnya, sebelum mengarahkan serangannya lagi. "Ren, jaga cewek - cewek ini ya. Terutama si berisik satu itu," Lexy melirik ke Freya yang langsung cemberut.

Mir sudah siap membantah saat mereka bersiap pergi. Tapi Ren dengan sigap memberi nya penjelasan. Nightmare di depan mereka bergerak perlahan, menjauhi kereta hitam itu.

"Rabi dan Brownie ikut mereka ya," ujar Frey sambil membelai Rabi pelan. "Jaga mereka baik - baik ya. Kami nanti nyusul kok."

"Sekarang!!" seru Lexy saat Nightmare itu akhirnya berada di jarah yang cukup jauh dari kereta hitam. Tom, Mir, Freya, Rabi dan Inuki berlari masuk. Ren berusaha menarik Shiro, tapi sia - sia, dan akhirnya ia memutuskan untuk masuk juga.

Tidak butuh waktu lama agar kereta hitam itu melaju. Hanya dalam hitungan detik, benda hitam di depan Frey dan Lexy sudah berjalan menerobos dinding di depannya, meninggalkan lubang hitam menganga lebar.

"Yosh.." Lexy sudah bersiap mengarahkan serangannya lagi. Kali ini ia berusaha agar tidak lagi berpandangan dengan makhluk di depannya itu.

"Gimana caranya biar itu bisa keluar?" Frey menanyakan sinar dari tangan Lexy.

"Nggak tau, pertama kali dulu sih, gara - gara aku lagi ngamuk." Lexy langsung ditamplek Frey. "Beneran kok! Coba konsentrasi aja. Waktu itu sih gara - gara Phoenix nyaris kena serangan makanya aku reflek aja."

Setengah tidak percaya, Frey berusaha memusatkan pikirannya. Belum sempat ia memikirkan apa pun, matanya tertuju pada serangan yang tiba - tiba mengarah ke Lexy.

"LEX!!" Seiring teriakannya, sinar biru besar meluncur menghantam serangan yang nyaris mengenai Lexy.

"Tuh kan berhasil," gumam Lexy bangga. Dan sekali lagi Frey menggeplak kepala Lexy.

Friday, June 6, 2008

My Gift to You -- Fighter

Serangan - serangan yang biasanya bisa langsung menghabisi 1 Shadow, kali ini hanya seperti sabetan angin lalu. Nightmare tetap berdiri kokoh di depan mereka. Tidak menyerang, tidak menangkis, hanya memandang ke arah udara hampa di depannya.

Sementara kelima bocah itu sibuk dengan Nightmare, Tom malah tidak memperhatikannya sama sekali. Matanya terpaku pada Shiro yang masih berdiri tegak di samping kereta hitam. Mir berkali - kali mengguncang badan Tom agar tatapannya tidak kosong terus menerus, tapi berkali - kali juga Tom kembali menatap nanar ke depan.

"Sial!" Lexy menyeka keringat yang mengucur dari lehernya. Tenaga nya terkuras karena serangan bertubi - tubi yang ia lakukan. Rabi memberi isyarat agar Lexy mundur sejenak, yang tidak ditanggapinya. Lexy masih bersiap melakukan serangan berikutnya.

Serangan Lexy berikutnya mengenai tepat di mata Nightmare, membuat Lexy berseru keras, "Kena!". Shadow yang tadi nya tidak bergeming itu kemudian mulai menoleh ke arah serangan barusan. 

Memang tidak salah ia disebut Nightmare. Cuma dengan pandangan matanya, Lexy sampai mundur ke belakang. Ada aura aneh yang mulai terpancar dari Shadow itu. Aura yang membuat perasaan menjadi tertekan. Ren menghampiri Lexy yang sampai tertelungkup rendah. Badannya bergetar tidak karuan.  

"Oi, Lex! Oi!" Seruan Ren tampak tidak terdengar di telinga Lexy, sampai akhirnya Lexy bisa mengeluarkan sepatah kata.

"..lari.."  

"Ayo pergi.." Tom tiba - tiba sudah berdiri di sebelah Lexy. "Masuk ke dalam kereta hitam itu. Kalau Shiro masih saja berdiri di sana, tinggalkan saja dia."

Kelima bocah yang tadi nya berkonsentrasi ke arah Nightmare di depan mereka kini menoleh heran. Tidak seperti Tom biasanya, ia bahkan rela meninggalkan Shiro sendiri.

"Kau sudah gila ya?!" geram Freya nyaring. "Itu SHIRO! Bukan orang lain, tapi Shiro!" Freya memang sensitif dengan hal - hal semacam ini. Ia sudah merasakan bagaimana rasanya ditinggalkan.

"Tidak mungkin begitu 'kan?" gumam Frey mencoba meredakan suasana. "Lagian di depan kita masih ada.."

"Terobos saja Nightmare itu."

Mir mendaratkan tamparan keras di pipi Tom.

Sunday, May 18, 2008

My Gift to You -- Sign


Shiro berdiri di sebelah kereta hitam yang biasa mereka naiki. Seolah tidak menyadari Tom dan yang lain yang baru saja memasuki ruangan, Shiro tetap menatap nanar ke arah gerbong masinis. Pandangan matanya kosong.

Frey menghampiri Shiro dan mengguncang tubuhnya, tapi tidak ada reaksi. Bahkan tubuhnya kaku seperti menempel ke lantai tempat kakinya berpijak. Freya memanggilnya berulang kali, dan tetap tidak ada balasan.

"Lakukan sesuatu..!" pinta Mir pada Tom yang hanya diam berdiri dari tadi.

Belum sempat Tom menjawab, lantai tempat Frey dan Freya berpijak mulai bergoncang, membuat keduanya menjauh dari tempat Shiro dan kereta hitam itu berada. Lagi - lagi Shadow setinggi 5 kaki berdiri menjulang dari balik bongkahan lantai yang mencuat ke atas.

Lexy sudah siap siaga lagi dengan lengannya terarah ke depan. Inuki dan yang lain langsung mengambil barisan di depan Lexy. Kali ini, Rabi pun mengeluarkan pedangnya dan menantang Shadow di depannya itu.

"Kayaknya Shadow ini harus dikalahkan dulu baru Shiro bisa sadar," gumam Mir.

"Kalian bersiaplah.." ujar Tom dengan suara rendah yang mengerikan. "Ini tidak main - main. Nyawa kalian taruhannya."

Ren menatap Tom meminta penjelasan.

"..setauku.. dari auranya.. ini adalah Shadow yang paling kuat. Nightmare namanya. Bahkan Lights pun bisa diubahnya menjadi Shadow jika kekuatan mereka jauh di bawahnya. Apa kalian siap?"

Lexy memecahkan keheningan sesaat itu. "Kalau dia dikalahkan, Shiro bisa kembali normal 'kan?"

Anggukan kepala Tom membuat Lexy mengeluarkan senyum simpul puas. 

"Oke. Kalau gitu jangan tanggung - tanggung."

"Bertarung yang bener ya!" gumam Freya dari belakang, membuat Lexy berdecak kesal. "Lagian kereta kita juga ditawan tuh. Jangan sampe kita pulang ntar harus jalan kaki!"

Lexy membuat tanda 'OK' dengan mengacungkan jempolnya. 

Detik berikutnya, mereka semua maju bersamaan. Menyerbu Nightmare.

Thursday, May 15, 2008

My Gift to You -- Door

"Maaf ya, membuat kalian susah tadi. Aku tidak bisa bergerak dari sini soalnya," ujar Tom sambil menggaruk - garuk pipinya.

"Apa yang terjadi? Mana Shiro?"

"...mereka membawanya.." jawab Tom yang menundukkan kepalanya sekarang. "Aku tidak cukup kuat untuk menahan mereka semua, aku cuma bisa lari.. heh! Aku tidak ada beda nya dengan dia waktu itu.."

"Kemana dia dibawa? Ke atas sana? Yosh, ayo jalan," gumam Lexy tanpa mempedulikan yang lain. Phoenix tentu saja langsung mengekor di belakangnya. Ren dan Mir ikut di belakang mereka, diikuti Frey.

"Ayo, ayo!" Freya mendorong Tom dari belakang. Anehnya, biarpun Shiro tidak bisa menyentuh Tom, tapi Freya bisa menyentuh punggungnya, bahkan mendorongnya maju.

Sepanjang menelusuri lorong lantai 2, Tom akhirnya bercerita apa yang terjadi. Tom memang ingin membawa mereka ke mansion ini. Mansion of the Beginning. Menurut cerita, jika tersesat, kita tinggal mencari mansion ini, dan kita akan dibawa kembali ke permulaan, sebelum tersesat.

"..tapi ternyata para Lights sudah lebih dulu menempati mansion ini. Mereka ingin mengambil Shiro kembali. Maklum, dia sudah jadi orang penting di Klaudy, kalau dia menghilang tanpa jejak, susah mencari penggantinya. Terlebih lagi Shiro kan aslinya orang luar. Para Lights itu tidak mau rahasia mereka dibeberkan ke luar."

Yang menanti di ujung lorong lantai 2 adalah tangga menuju ke atas. Tanpa menunggu lebih lama, mereka semua menuju ke lantai 3. Tom melanjutkan ceritanya.

Ada saat di mana Shadow seperti Tom jadi terkekang seperti tadi. Itu gara - gara banyaknya Lights yang berkeliaran. Shadow besar dan Shiro palsu yang tadi, semuanya adalah manipulasi Lights. Mereka bisa membuat Shadow, lebih tepatnya, mereka bisa mengubah Lights yang lain menjadi Shadow, yang bahkan lebih kuat dari Shadow aslinya.

"Untung Rabi tau kalau Shiro yang itu palsu, kalau tidak, bakal susah menangani Shadow Monster yang tadi."

"Err.. Rabi sebenarnya tidak tau kok.." gumam Frey pelan, tapi langkah Tom langsung terhenti karena shock. "Ermm, begini lo, soalnya kami juga merasa itu bukan Shiro yang asli, makanya.."

"Ya, ya, ya, aku mengerti kok. Insting kalian hebat juga ternyata. Aku salut." Tom memukul - mukul punggung Frey dari belakang. Dengan sedikit keras. Membuat Frey meringis takut.

Di depan mereka, pintu besar menjulang tinggi. Suara cerobong kereta hitam mereka terdengar dari balik pintu itu. Tom bergidik pelan. Seolah bisa melihat apa yang ada di balik pintu itu, raut wajahnya jadi berubah.

"Jangan bilang Shiro di dalam sana..." gumam Mir yang seolah bisa membaca raut wajah Tom. Anggukan kepala Tom membuat mereka semua menghela nafas. Antara lega, dan takut melihat apa yang ada di balik sana.

Tuesday, May 13, 2008

My Gift to You -- Mansion


Sosok Shiro muncul di ujung tangga yang menuju ke ruang tamu itu. Sesaat kelima bocah itu tampak lega karena mereka menemukan Shiro yang dikira hilang. Aura aneh muncul dari 'Shiro' yang ada di depan mereka.

Bulu kuduk Freya berdiri. Kakinya mundur perlahan, seolah menghindari Shiro yang mulai turun ke arah mereka. Freya berhenti saat ia menabrak Frey di belakangnya. Seolah menenangkan, Frey memegang bahu Freya dengan erat. Lexy di sebelahnya maju menggantikan Freya di depan. Ren pun mendorong Mir ke arah Frey, dan menyebelahi Lexy. Kelima partner mereka sudah siap sedia di barisan paling depan. 

"..Selamat datang..."

Detik berikutnya, Shadow setinggi 5 kaki menjulang tinggi di depan mereka. Inuki menggeram pelan.

"Sudah lama ya.." Lexy melemaskan tulang - tulang tangannya, menimbulkan suara 'kretek-kretek' pelan. "Ayo..." gumam Lexy sambil memajukan tangan kanannya. "..maju!!"

Sinar dari telapak tangan Lexy menatap kepala Shadow di depannya dengan telak. Inuki maju mengikuti di belakangnya, mengcengkeram begian tangan Shadow yang bisa diraihnya. Phoenix dan Brownie terbang di atas Shadow itu, menaburkan serbuk - serbuk yang seharusnya bisa mengikis Shadow perlahan, tapi sepertinya tidak berpengaruh untuk Shadow yang ini.

Rabi tidak tampak berpartisipasi menyerang Shadow di depannya. Ia berusaha mencari celah untuk bisa sampai ke belakang si Shadow, ke tempat Shiro berdiri. Guri menyerang bagian samping Shadow, membuat sebuah celah agar Rabi bisa masuk. Kesempatan ini tidak disia - siakan begitu saja.

Detik berikutnya, Rabi sudah berhadapan dengan Shiro. Tanpa basa basi, Rabi mengayunkan pedangnya tepat ke kepala Shiro. Pelindung 'kekkai' tampak menyelubungi Shiro, mementalkan Rabi dan pedangnya ke belakang.

"... selamat datang..."

'BERISIK!!' Rabi kembali mengayunkan pedangnya. Kali ini, dengan kekuatan penuh, pedang kecil Rabi bertahan di atas kepala Shiro. Terdengar suara retak, dan detik berikutnya, Shiro sudah hilang, diikuti Shadow di belakang Rabi.

Lexy berusaha mengatur nafasnya yang naik turun. Tenaganya terkuras habis, berusaha menjauhkan Shadow yang tadi dari Freya dan Mir.

"Sudah selesai?" tanya Lexy penuh harap.

"Apa kita harus naik ke situ?" Ren menunjuk ke tangga menuju lantai atas.

'Mau tidak mau..' Rabi memimpin mereka menaiki tangga spiral itu.

"Yo!" Suara yang tidak asing itu membuat mereka semua menoleh. Tom tampak menyambut mereka di lantai 2.