Tuesday, September 23, 2008

Us -- Frey and All of Them

Entah sudah berapa lama mereka tidur - tiduran santai. Hal berikutnya yang mereka ingat, adalah pemandangan yang sama sekali tidak mereka duga. Yang pertama kali menyadari hal ini adalah Frey. Insting nya memang lebih tajam dibanding yang lain, dan begitu kesadarannya kembali, ia cuma bisa terpana sambil membangunkan yang lain perlahan, agar mereka tidak panik.

Frey melangkah ke hamparan pasir di depan matanya. Sambil masih terdiam, ia mengambil sejumlah pasir yang di depan kakinya, merasakannya perlahan, dan berharap ia hanya bermimpi. Lexy yang kemudian menghampiri dan meremas bahu Frey. Berusaha menenangkan 'pimpinan' mereka itu.

"Aku sama sekali tidak merasakan apa pun.." gumam Frey akhirnya. "Sama sekali tidak ingat.. dan sama sekali tidak tau kapan kita tertidur, atau apa pun itu."

"Hei.. itu bukan tanggung jawab mu 'kan? Kita semua, masing - masing dari kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri. Jadi bukan salah mu kalau tiba - tiba kita 'terlempar' lagi ke padang pasir ini."

Tapi Frey terlihat tidak puas dengan balasan Lexy. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Lexy yang tau hal itu, langsung mundur dan menyerahkan Frey pada Freya.

Pemandangan di depan mata mereka memang begitu tidak enak dipandang. Padang pasir luas, tanpa sinar matahari yang menyengat, tanpa angin. Tapi penuh dengan potongan - potongan, baik itu potongan tanaman, perkakas, bahkan tubuh manusia. Sama sekali bukan pemandangan yang layak dilihat oleh kelima bocah itu.

Mir yang tidak tahan melihat hal seperti itu, cuma bisa duduk tertunduk sambil memegangi lengan baju Ren. Di sebelah mereka, Lexy memasang mata tajam ke sekelilingnya, entah mencari apa, yang jelas ia begitu tertarik pada tempat ini. Sampai sejauh ini, tempat yang mereka kunjungi adalah tempat di mana mereka dulu tinggal. Rumah Ren dan Mir, Eve Corner miliknya, terakhir adalah kamar Freya.

"Hei, Frey..." panggil Lexy. "Kau.. yakin tidak mau bercerita?"

"Ngomong apa kau Lex? Ini bukan saat nya untuk itu tau-" omel Ren, yang langsung dihentikan oleh Lexy.

Frey sama sekali tidak menjawab panggilan Lexy. Ia masih saja berlutut sambil memainkan pasir di dekat kakinya. Freya yang sepertinya tau apa maksud Lexy, langsung memeluk kembarannya itu dengan lembut.

"Tempat ini.. adalah Sands of Time." ujar Frey akhirnya setelah melepas pelukan Freya. "Semua yang hilang termakan oleh waktu, akan dipindahkan, atau tepatnya, dibuang ke tempat ini."

"Apa hubungan tempat ini denganmu?" selidik Lexy.

"... di tempat ini... aku membuang 'rasa percaya'..." Jawaban Frey tidak memberi penjelasan apapun, tapi Lexy tetap diam, menunggu lanjutannya. Dan Frey segera bercerita kembali.

Kejadian itu terjadi 3 tahun yang lalu, saat Frey pertama kali 'melarikan diri'. Demi membawa Frey kembali ke rumah, kedua orang tuanya rela melakukan apapun. Termasuk membawa nama Freya. Satu kali, mereka membawa kabar bahwa 'perusahaan' bangkrut, dan mereka tidak tau harus berbuat apa. Tapi Frey tidak terisolasi dengan dunia luar, sehingga ia tau bahwa kedua orang tuanya cuman bohong.

Dua kali, saat Frey sedang pulang ke rumah, ia tiba - tiba dikunci di kamarnya sendiri. Dan sekali lagi, Frey bisa lolos, lewat jendela kamarnya yang terhubung ke kamar Freya. Sampai saat itu, Frey masih mengira bahwa itu hanya keusilan kedua orang tuanya saja. Sampai insiden terakhir terjadi.

Saat itu, Frey baru saja membelikan HP untuk Freya, dan suatu keharusan bahwa HP itu harus selalu aktif. Suatu kali, Frey sama sekali tidak bisa menghubungi Freya. Insting nya pun mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Tepat saat itu, kedua orang tuanya kembali datang. Freya kecelakaan. Begitu kata mereka. Dengan panik, Frey meluncur ke House Hospital. Tapi sebelum sampai di tempat, 'sesuatu' di dalam kepalanya memanggil berulang - ulang. Meminta Frey untuk pulang ke rumah.

Benar saja, Frey mendapati Freya kehabisan napas gara - gara kamarnya diisolasi. Oleh kedua orang tuanya. HP Freya disembunyikan, sehingga ia tidak bisa menghubungi siapa - siapa.

"Shock. Cuma itu yang kurasakan. Satu minggu berturut - turut aku terus berada di sebelah Freya, yang kubawa ke kontrakanku. Antara sadar dan tidak, hampir setiap hari aku melihat padang pasir ini. Sampai akhirnya aku mengerti, ini adalah tempat orang membuang sesuatu dalam dirinya. Dalam kasusku, aku membuang 'rasa percaya pada orang lain'. Terutama orang tua ku."

"Anehnya, walaupun aku tidak sadar, aku bisa melihat apa yang dilihat Frey," lanjut Freya. "Makanya aku tidak heran saat melihat Sands of Time ini."

"Apa aku juga bisa membuang sesuatu di sini?" tanya Ren memecah keheningan. Frey cuma mengangguk. "Aku ingin membuang 'rasa takut'." Jawaban mantap Ren cukup untuk membuat Mir mengangkat kepalanya, dan mengatakan hal yang sama.

Frey cuma bisa tersenyum tipis. Berbagai pikiran buruk sudah memenuhi benaknya beberapa saat tadi. Membuang 'rasa percaya' sama saja dengan 'tidak percaya pada siapa pun'. Tapi nyatanya, ketiga temannya ini sama sekali tidak keberatan. Satu hal ini membuat Frey begitu nyaman, untuk yang pertama kalinya sejak 3 tahun yang lalu.

Saturday, September 13, 2008

Us -- Freya and All of Them

Kelima bocah itu cuma bisa duduk terdiam sambil menatap nanar ke arah lantai yang mereka pijak. Tanpa perlu dijelaskan pun, mereka tau, ini adalah kamar Freya, kamar yang tadi mereka lihat di dalam snow globe Heather.

"Lagi..." gumam Lexy pasrah. "Sebenarnya apa yang terjadi sih..."

Yang lain cuma bisa duduk terdiam. Berbeda dengan Ren yang ketakutan di tempat asalnya, Freya tampak tenang - tenang saja. Malah ia seperti bernostalgia, melihat - lihat berbagai hiasan di atas mejanya, pakaian - pakaian di lemari nya, dan juga koleksi kaset game yang dulu sering dimainkan bersama Frey.

"Mum belum pulang ya?" tanya Frey, yang dijawab dengan gelengan kepala Freya.

"Kau tau lah.. Mum kan paling tidak betah di rumah. Jam segini sih, pasti lagi keluyuran entah ke mana dengan jaguarnya. Dad juga tidak mau tau lagi soal Mum. Terakhir kali aku di sini, sudah 2 minggu mereka tidak ngomong satu sama lain."

Frey menghela nafas sambil mengomel, "Masa aku lagi sih yang harus menengahi mereka.. Kan mereka sudah dewasa.. Hhhh..."

"Kalian ini sama sekali tidak khawatir ya.." sindir Lexy yang masih terduduk lemas. "Ren, ngomong sesuatu dong, dari Eve Corner diem mulu. Bosen tau!"

Ren cuma bisa memandang Lexy sinis. "Emangnya aku tukang ngelucu apa?" gerutunya, yang disambut kekehan Mir.

Beberapa saat kemudian, Freya mulai bercerita tentang orang tuanya yang lebih mementingkan Frey daripada dirinya. Frey pun tidak membantah, dan hanya bisa menepuk kepala adik kembarnya itu dengan penuh sayang. Pada dasarnya Freya memang anak yang pemberontak, bukan pemikir berkepala dingin seperti Frey, makanya ia pun hanya bisa menunjukkan sikap protesnya dengan cara ngambek, menolak semua keinginan orang tuanya.

Sedangkan Frey yang saat itu memilih melarikan diri dari kehidupan rumah, cuma bisa memberikan dukungan moral pada Freya secara diam - diam. Bahkan untuk menemui dan membawakan apa pun yang dibutuhkan Freya, Frey harus melakukannya di malam hari saat Freya sedang tidur.

Mir cuma bisa manggut - manggut mendengar cerita mereka. Ia tidak menyangka Freya yang selalu terlihat cengar cengir ternyata juga punya masalah sendiri. Lexy tampak tidak heran, karena masalah mereka hampir mirip. Reaksi tak diduga datang dari Ren, yang mengatakan bahwa ia bersyukur bahwa 'Ibu' nya tidak seperti itu.

"Sejelek apa pun kelakuan nya, tapi aku tetap masih bersyukur ada dia," gumam Ren. Untuk sekali ini, Lexy terlihat salut pada Ren.

"Aku sudah lama tidak pulang, aku mau liat - liat isi rumah ah. Ikut?" tawar Frey pada yang lain, dan berikutnya, mereka sudah mengadakan tur dalam rumah.

Rumah bagai istana itu punya ruangan yang banyak sekali, membuat Ren berkata untung dia tidak sendirian di sini, kalau tidak, mungkin dia bisa nyasar. Ruangan lain tidak kalah besar dengan kamar Freya, terutama kamar Frey, yang luasnya hampir 3 kali lipat besarnya.

Kelima bocah itu berhenti di taman belakang yang penuh dengan tanaman. Di ujung terdapat kolam renang dengan dudukan di pinggiran sekitarnya. Mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya menatap nanar ke arah langit. Berharap sesuatu turun dari langit, dan menjemput mereka ke dunia di mana masih ada Inuki, Phoenix, Brownie, Guri, dan Rabi.

"..Guri lagi ngapain yaaa..." gumam Freya lemas. "..Tom.. Shiro... mereka di mana yaa..." lanjutnya.

"Mereka pasti baik - baik saja." jawab Lexy mantap. "..pasti.."

Tuesday, September 9, 2008

Us -- Heather and All of Them

"Ou, Lex!" 

"Sejak kapan di sini? Kenapa tidak membangunkan ku?" tanya Lexy bertubi - tubi. "Lo, sudah kenal Ren?"

Heather mengangguk. "Tadi kami sedang ngobrol," lanjutnya. Lexy cuma manggut - manggut.

"Yang lain sudah kenal?" Heather menggeleng, dan dengan cepat Lexy mengenalkan Mir, Frey, dan Freya. Tidak seperti Lexy yang biasanya cool dan selalu diam, kalimat demi kalimat meluncur dari mulutnya. Mirip anak kecil yang bercerita dengan seru ke teman baiknya.

Heather memang masih kecil, ia bahkan lebih muda dari Freya, dan penampilan luarnya sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia adalah pimpinan Eve Corner. Ada aura yang tidak bisa dijelaskan memancar dari dirinya. Hal itulah yang membuat bahkan preman sekelas Gaku pun tunduk padanya. Tapi dibilang begitu, Heather malah tersipu malu.

Eve Corner di waktu siang benar - benar berbeda dengan malam hari saat mereka pertama kali datang. Semua lorong terlihat jelas, bahkan gorong - gorong yang biasa dipakai penghuninya untuk kabur saja terlihat jelas. Meskipun begitu, tidak ada satu orang polisi pun yang berani mengobrak - abrik Eve Corner di siang hari.

"Heather adalah penguasa Eve Corner di malam hari. Tapi di siang hari, Heather adalah Sun's Girl. Matahari di sini adalah sekutunya, dan kalau ada polisi macam - macam di sini, jangan tanya deh apa yang terjadi," terang Lexy panjang lebar, dan Heather cuma bisa menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Heather mengajak mereka berkeliling ke sekitar Eve Corner dan ke sudut - sudutnya. Dan sebagai penutup, ke tempat terakhir dari Eve Corner, Blanc Eve, alias tempat tongkrongan Heather seorang. Lexy cuma bisa termangu saat mereka melewati lorong yang tidak asing di matanya. Kakinya seperti susah maju, tapi begitu Heather bilang tidak apa - apa, akhirnya Lexy menurut.

Blanc Eve sama sekali tidak mengerikan, tapi memang berbeda dengan lorong yang lain. Pintu masuk nya mirip pintu kamar anak cewek, dan ternyata isi nya pun tidak jauh berbeda. Yang sedikit lain, ada tangga menuju ke atas, di mana Eve Corner bisa dilihat dengan sekali pandang.

"Apa itu?" Mir mendekati lemari kaca dengan banyak snow globe di dalamnya.

"Oh, itu koleksiku!" ujar Heather bangga. "Sejak penghuni sini tau aku mengkoleksinya, mereka jadi membawakannya untukku. Makanya jadi banyak seperti ini."

Mir manggut - manggut. Heather mengangguk ramah saat Freya bilang ingin liat semua koleksinya. Segera saja Freya dan Mir menyerobot ke lemari kaca di depan mereka. Sambil mengomel agar mereka hati - hati, Ren dan Lexy akhirnya ikut - ikutan juga. Frey tetap berdiri di tempatnya, sementara matanya menatap ke sebuah snow globe yang terletak di ujung meja. Secara reflek, Frey langsung mengangkat snow globe itu dan mengamatinya lekat - lekat.

"Itu kesayanganku lo," gumam Heather. Frey mengangguk pelan. Snow globe yang ini sedikit berbeda dengan yang lain. Isinya hanya perabot kamar anak cewek, lengkap dengan tempat tidur, lemari, meja belajar, bahkan boneka - boneka di ujung snow globe. "Dulu, itu adalah kamar sepasang anak kembar," lanjut Heather, membuat Frey mengerutkan keningnya. "Tapi tidak berapa lama kemudian, sepasang anak kembar itu tidak lagi sekamar. Mereka memisahkan diri secara fisik. Tidak saling bertemu, tidak saling bicara. Tapi pikiran mereka masih terhubung satu sama lain."

Freya yang tadinya masih berkutat dengan Mir, sekarang sudah berdiri di sebelah Frey, ikut melihat snow globe yang dipegang saudara kembarnya itu. Isi di dalam snow globe itu mulai berubah. Persis seperti klip video, memutarkan cerita yang tadi diucapkan Heather.

"Saat ini sepasang anak kembar itu sedang melakukan perjalanan. Tapi, setengah jiwa dari salah satunya tetap tertinggal di kamar yang dulu mereka huni. Ia tidak mau pergi meninggalkan kamar di mana mereka dulu bisa bermain bersama, berbagi semuanya berdua, dan melakukan hal - hal yang mereka suka bersama."

"..Heather..?" Lexy mulai menyadari ada sesuatu yang aneh pada Heather. Tidak biasanya ia ngelantur begini. Tapi sama sekali tidak ada yang berubah darinya. Ren dan Mir memutuskan untuk ikut melihat snow globe di tangan Frey.

Sekeliling mereka mulai bergetar. Tapi lantai tempat mereka berpijak sama sekali tidak bergeming. Bangunan - bangunan di sekitar Eve Corner mulai tersedot masuk ke dalam snow globe di tangan Frey.

"..! Sama seperti waktu itu!" gumam Lexy panik. "Heather! Apa yang terjadi?!"

Tapi yang ditanya cuma tersenyum manis sambil berkata, "Sudah waktunya. Kalian harus pergi lagi. Tenang saja, kalian pasti baik - baik saja. Terutama kau, Lex." Heather mengatupkan kedua tangannya ke tangan Lexy.

Keempat bocah yang lain seperti terhipnotis ke dalam gambaran yang muncul di snow globe itu. Mereka sama sekali tidak sadar apa yang terjadi di sekitarnya.

"Jaga diri ya," ucap Heather terakhir kalinya, sambil mengecup kening Lexy.

Saturday, September 6, 2008

Us -- Heather and Ren

Sinar matahari yang sudah lama tidak mereka rasakan, pagi itu menyengat kulit kelima bocah yang masih saja tertidur pulas di tempat masing - masing. Ren yang kemarin terlihat begitu tertekan, saat ini sudah bisa mengedipkan matanya dengan malas. Tidak ada lagi rasa cemas dan khawatir seperti kemarin malam.

Siluet seseorang yang tiba - tiba muncul di depan pintu masuk, tidak membuat Ren kaget sama sekali. Malah ia terlihat lebih kalem daripada biasanya. Ren menatap sosok di depannya sambil tersenyum seolah ia mengenal anak perempuan itu.

"..Heather.. ya 'kan?" ucap Ren pelan. Yang dipanggil cuma mengangguk sambil memasang senyum manis.

"Lex masih tidur?" tanya Heather dengan suara nyaringnya, dan ia cuma bisa terkekeh geli saat melihat wajah polos Lexy dengan mulut yang setengah terbuka dan suara dengkur pelan.

Mata Ren tidak bisa lepas dari Heather. Entah kenapa, ia merasa bahwa Heather adalah orang yang sudah sangat lama ingin ditemuinya. Sudah dari duluuuu ia ingin bertemu, dan akhirnya mereka berhadapan satu sama lain. Heather pun sepertinya merasakan hal yang sama. Senyumnya kembali terkembang saat matanya menatap Ren.

Memberanikan diri, Ren bercerita tentang dirinya. Bagaimana ia bisa menemukan Inuki, kabur dari rumah, bertemu Lexy dan yang lain, kereta hitam Tom, pergi ke Klaudi, bertemu dengan Shiro, melawan Nightmare. Lalu, walaupun itu hal yang paling sering dihindarinya, Ren menceritakan tentang Ibu nya yang ia temui sebelum ia sampai di sini. Heather cuma manggut - manggut, dan berikutnya, giliran dia yang bercerita.

"Waktu aku masih 5 taun, aku mulai bisa melihat hal - hal yang bahkan orang tua ku pun tak mengerti. Kabut hitam dan putih terlihat berjalan berdampingan dengan orang - orang yang kukenal. Saat itu aku masih belum bisa melihat dengan jelas, dan saat akhirnya kabut itu mulai terlihat jelas.."

Ren mendekatkan wajahnya sambil membuka kupingnya lebar - lebar.

"...aku melihatmu," ucap Heather dengan mata berbinar. "Rumah reyot di padang rumput gersang, kamar gudang penuh tumpukan dus, sofa tua bulukan," Heather berhenti sebentar. "..dan 'Ibu'.."

Kali ini, Ren sama sekali tidak bergidik ngeri seperti biasanya, dan ia seperti menanti kelanjutan dari cerita Heather.

"Aku menemukanmu.. di Eve Corner ini. Ah, waktu itu bahkan tempat ini belum bernama. Bayanganmu terlihat di mana - mana. Semua kejadian yang kau alami, aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi tak ada yang bisa kuperbuat. Hal terakhir yang kulihat adalah saat kau pergi untuk menjemput Inuki. Ada hal yang lain daripada biasanya waktu itu. Walaupun seharusnya aku cuma bisa melihat kejadian yang ada kau di dalamnya, tapi waktu itu, pandanganku tetap berada di rumah. Sesaat setelah kau menutup pintu.. 'Ibu' berdiri di bawah tangga. Ia melihat mu pergi dari balik jendela."

"..mana mungkin.." Ren terkekeh pelan, tapi Heather tidak memasang muka sedang bercanda.

"Sayangnya.. yang dilihatnya dari balik jendela itu bukan kau.. tapi aku." Heather menyelesaikan kalimatnya. "Memang mengerikan yah? Hehehe..."

Ren cuma bisa mengangguk. Masih menunggu Heather, apakah ia masih punya lanjutan cerita atau tidak.

"..Aku tidak tau apa yang terjadi.. tapi aku melihat saat kalian 'pindah' ke sini. Kereta hitam dengan 2 orang yang kalau tidak salah.. Tom dan Shiro ya? Mereka membawa kalian dari tempat itu, dan 'melempar' kalian ke sini."

"Ooh.. ternyata mereka yah.. Apa kau melihat Inuki dan yang lain?" Heather menggeleng, dan itu membuat Ren sedikit kecewa.

Heather melambaikan tangannya, dan suara yang sangat dikenal Ren bergema di tempat itu.

"Heather!!"

Monday, September 1, 2008

Us -- Lexy and All of Them

"Lex?"

"Ho, kau sudah pulang?"

Yang dipanggil cuma bisa melongo sambil masih terduduk lemas. Pemandangan di sekitar mereka berubah. Tidak ada lagi rumah reyot, rerumputan gersang, dan tidak ada lagi 'Ibu'. Bangunan - bangunan tinggi menjulang di sekitar mereka, dan jelas sekali Lexy mengenali tempat itu, dan juga orang - orang yang menyambutnya tadi.

"Ngapain kau masih duduk di sana? Ayo berdiri!"

Setengah kebingungan, Lexy mengikuti saran Gaku, orang yang menyuruhnya berdiri sambil mengulurkan tangan dari antara kerumunan. Sambil menoleh ke arah Frey dan Freya yang kebingungan, Lexy menjelaskan bahwa Eve Corner ini adalah tempat nongkrongnya sehari - hari. Mir mendengarkan, sambil berusaha menyadarkan Ren yang pandangannya masih saja kosong.

Gaku membawa mereka berlima ke sudut yang lebih dalam, tempat di mana Lexy biasanya tidur - tiduran setelah 'berlatih' dengan gerombolan yang lain. Lexy berterima kasih, setengah batinnya ingin sekali ikut dengan Gaku ke tempat Heather, penguasa Eve Corner, yang sekaligus juga teman baik Lexy. Tapi Lexy mengurungkan niatnya, setelah Gaku langsung meninggalkannya tanpa berkata apa pun.

"Gimana Ren?" tanya Lexy. Mir menyingkir sehingga Lexy bisa melihat langsung. Pandangan mata Ren mulai kembali, tapi masih terlihat raut wajahnya yang ketakutan.

"Aku.. sudah tidak apa - apa kok.." jawabnya, yang langsung mendapat cibiran dari Lexy yang menuding Ren cuma berlagak kuat. Tentu saja, Frey langsung menggeplaknya.

Tanpa basa basi, Lexy menjelaskan tentang tempat ini setelah ia melihat pandangan mata Freya yang berbinar. Eve Corner adalah tempat pelariannya dari rumah, sekolah, dan juga orang tuanya. Kesan pertama, tentu saja ini adalah tempat tongkrongan mafia dan kroni nya, tapi menurut Lex, ini adalah rumah bagi orang - orang yang tidak punya tujuan.

"Kenapa namanya Eve?"

"Boss Heather kan cewe," gumam Lexy dan segera keempat bocah yang lain berdecak kagum.

"Tapi ngomong - ngomong," Frey memecah keheningan. "Apa yang terjadi? Kenapa kita bisa sampai di sini?" Yang lain cuma mengangkat bahu. Mereka lupa sama sekali dengan kejadian sebelumnya gara - gara terpesona melihat Eve Corner.

Mir tadinya tidak mau buka mulut, tapi setelah dipaksa Freya, ia akhirnya cerita juga. Hal terakhir yang diingatnya adalah bongkahan kayu yang diangkat tepat di atas kepalanya. Detik berikutnya, bayangan 'Ibu' di depannya mulai kabur. Rumah reyot itu pun mulai hilang, diikuti padang rumput gersang di sekitar mereka. Mir tidak sanggup lagi melihat, dan saat ia membuka mata, di sinilah mereka berada.

"Sama seperti waktu di kereta..." Giliran Ren yang buka mulut. "Hal terakhir yang kulihat adalah tangan Tom. Setelah itu pemandangan berikutnya adalah..." Tidak perlu dilanjutkan, mereka semua sudah tau.

"Yaahh... yang penting sekarang semua selamat 'kan? Ayo tidur! Kita semua butuh istirahat, ya 'kan?" Dan tanpa lama, Lexy langsung merebahkan tubuhnya di sofa reyot terdekat.

"Cuih, bilang aja klo emang ngantuk," gumam Freya sambil menjauh menghindari sambitan Lexy.

Tidak butuh waktu lama, dan menit berikutnya kelima bocah itu sudah menutup mata mereka. Berusaha menghilangkan ingatan akan kejadian buruk yang baru saja mereka alami.