Tuesday, August 19, 2008

Us -- Ren, Mir, and All of Them

Yang pertama kali membuka mata adalah Ren. Setengah tidak percaya, ia cuma bisa terdiam sambil mulai berdiri perlahan. Kakinya berpijak pada rerumputan gersang dan kering yang terlihat tajam. Sebuah kolam kecil cuma dibiarkan kering saja di sebelah kanan rerumputan gersang itu. Kotak pos dengan tiang penyangga yang nyaris putus masih berada di tempat yang sama dengan yang diingat Ren. Rumah yang lumayan besar tapi terlihat bobrok dari luar juga masih berdiri dengan tegap di depan mata Ren. Suara derit pintu yang dibuka dari dalam mulai terdengar, dan kaki Ren secara reflek langsung mundur ke belakang.

"Tidak mungkin..." Suara Mir yang bergetar membuat Ren menoleh dengan cepat. 

Lexy, Frey, dan Freya juga sudah berdiri di atas kaki mereka masing - masing. Mereka masih tidak sadar akan apa yang terjadi, dan di mana mereka sekarang. Satu hal yang membuat Lexy panik, dan kepanikannya menular ke yang lain kecuali Ren. Phoenix dan yang lain tidak tampak sama sekali.

Sementara yang lain sibuk mencari, Ren masih saja berdiri dalam diam sambil memandang pintu rumah yang terbuka sedikit, sambil sebentar - sebentar menoleh ke arah Mir yang mengikuti Freya mencari Guri dan Brownie.

Baru saja Freya mau mengomel pada Ren yang tidak mencari Inuki malah cuma berdiri diam, tapi ia mengurungkan niatnya setelah tiba - tiba Ren mundur terbirit - birit sampai jatuh terduduk. Matanya terpaku pada sosok yang keluar dari rumah di hadapan mereka.

"..ibu.." gumam Mir yang langsung mundur. Freya menahan bahu Mir sambil menepuknya perlahan, mencoba menenangkannya. Sementara Frey dan Lexy menghampiri Ren yang tidak sanggup berkata - kata.

Perempuan setengah baya dengan rambut acak - acakan sepinggang berjalan ke arah kelima bocah itu. Ren makin tegang, badannya memaksa agar ia mundur ke belakang dengan cepat. Tapi Lexy menahannya dari belakang, dan Frey berlutut di sampingnya.

Ia berhenti di hadapan Mir. Untuk sesaat, bahkan untuk bernafas pun Mir harus mengerahkan seluruh keberaniannya.

"..I-Ibu.. a-aku.. h-!" Kalimat Mir terhenti. Tangan ibunya terulur ke wajah Mir. Baru sedetik tangan dan pipi bersentuhan, Mir sudah bergidik tidak karuan. Freya menarik Mir ke belakang perlahan, tapi tangan si Ibu masih tetap pada posisinya, seolah Mir masih berdiri di sana.

Setelah beberapa saat, ia beralih ke Ren. Yang langsung berteriak histeris. Tapi si Ibu tidak terpengaruh. Hal ini membuat Ren makin tidak karuan paniknya. Tangannya mencengkeram bahu Frey kencang sekali.

"Jangan mendekat!! Pergi kau!!!!" jerit Ren putus asa. Ia menundukkan kepalanya dalam - dalam, tidak berani menatap sosok wanita di hadapannya.

"Maaf, tapi Ren tidak mau bertemu dengan Anda.." Frey menghadang. Tapi yang diajak bicara sama sekali tidak mengindahkan nya. Matanya sama sekali tidak menatap Frey, tapi langsung ke Ren.

"...Ren..." Suara rendah yang terdengar dibuat - buat membuat bulu kuduk Frey langsung merinding. ".. kenapa kau ini nakal sekali... kau membuat ku kecewa..." Tanpa sadar, langkah kaki Frey terdorong ke belakang. "...anak nakal harus dihukum.. ya 'kan Ren?"

Yang dipanggil, entah sadar atau tidak, cuma bisa mengangguk pelan. Lexy dengan segera menggoncang tubuh Ren agar dia sadar kembali, tapi percuma. Pandangan mata Ren sudah kosong.

Entah dari mana datangnya, tiba - tiba saja Frey sudah roboh gara - gara pukulan sebatang kayu oleh Ibu Ren dan Mir.

"Frey!!" Tanpa basa basi Freya langsung menghambur ke depan Frey, tepat saat kayu itu akan dipukulkan lagi ke arahnya.

Lexy dengan sigap menahan ujung kayu yang satunya lagi. Menghindarkan Freya dari memar akibat terkena pukulan, dan detik berikutnya Lexy berseru keras, "Lari!". Dengan sigap, Frey membawa Freya ke belakang Ren.

"Wah.. Ren... lagi - lagi kau melibatkan orang lain... lihat.. mereka jadi terluka 'kan..?" Dengan susah payah, Lexy menahan pegangannya. Aneh, walaupun wanita di hadapannya sudah tidak muda lagi, tapi tenaga nya luar biasa. Tidak sampai 2 menit, Lexy sudah terpental ke samping. Bongkahan kayu itu sudah siap menghajar Ren. Tapi tidak demikian yang terjadi.

Mir memeluk Ren erat - erat.

"Minggir Mir.. Kau tidak mau terluka 'kan? Kau anak baik, makanya tidak perlu dihukum.. beda dengan Ren... dia ini nakal sekali.." Tapi Mir sama sekali tidak bergeming. Begitu pula dengan yang dipeluknya.

"..hentikan Ibu... kasihan Ren.." Suara Mir bergetar. 

"Oh.. kau pun sekarang jadi nakal ya.. Pasti gara - gara dia kan..? Yah.. apa boleh buat.. lebih baik kalian dihukum bersamaan..."

Sunday, August 10, 2008

Us -- We and All of You

"Kalian akan pulang."

Satu kalimat itu saja yang diucapkan oleh Tom, yang kemudian dikuti oleh Shiro menuju gerbong masinis. Kereta putih di belakang mereka tidak terlihat lagi, dan kereta hitam yang mereka tumpangi mulai melaju kencang. Kelima bocah itu cuma bisa saling pandang. Tidak ada yang berani pergi ke gerbong masinis dan bertanya pada Tom atau Shiro, mau pulang ke mana mereka?

Freya menyikut Lexy, memberinya kode agar dia mau masuk ke gerbong masinis. Tapi kali ini pun Lexy cuman bisa mengalihkan pandangannya ke Frey. Gantian Mir yang memberi tanda pada Frey, tapi dia pun cuma bisa memalingkan wajah ke Ren, yang langsung pura - pura tidak lihat.

Beberapa saat kemudian, Mir akhirnya memberanikan diri untuk berdiri. Tapi setelah langkahnya sampai di depan pintu menuju gerbong masinis, ia tidak bisa maju lagi. Tidak sampai 5 menit setelah Mir kembali ke tempat duduknya, Shiro sudah berdiri di hadapan kelima bocah itu. Dengan sedikit salah tingkah, Mir cuma bisa memalingkan wajahnya dan tidak berani melihat muka Shiro.

"Kenapa muka kalian begitu?"

Dan mencelos lah jantung kelima bocah itu.


"Kalian bakal pulang lo, pulang. Harusnya kan kalian senang!" Shiro mengembangkan senyumannya, tapi tidak ada yang membalas balik senyumannya itu.

"..pulang ya...?" Mir bertanya dengan suara yang pelan sekali.

"Yap!"

"..Lalu kalian? Apa kalian akan ikut kita pulang?" tanya Freya.

"Kami sudah tidak punya tempat untuk pulang." Tom keluar dari gerbong masinis dan menghampiri mereka. "Sudah.. tidak ada lagi tempat yang bisa kami panggil rumah."

"..waktu itu.. Shiro yang bilang 'kan. Kalau Inuki dan yang lain sudah tidak diperlukan lagi, maka itu lah waktu nya kita pulang. Iya 'kan?" Ren menarik napas. "Tapi kami-"

"Kalian akan pulang," ujar Tom memotong kalimat Ren. "Itu bukan pertanyaan, jadi kalian tidak perlu menjawab."

"Tapi..!" Kata - kata Ren terpotong begitu saja seiring kereta hitam itu melaju semakin kencang, dan pemandangan di sekitar mereka yang tadinya kosong berubah menjadi hitam kelam, seolah memasuki ruang warp.

Kelima bocah itu memejamkan mata dan berusaha berpegangan pada apapun yang ada di dekat mereka.

"..aku belum mau pulang..." gumam Ren sambil berusaha membuka matanya. Sosok Shiro dan Tom masih berdiri tegap di depannya, seolah tidak terpengaruh oleh goncangan yang sedang terjadi. Tom mengulurkan tangannya, menutup mata Ren sampai akhirnya kesadaran Ren hilang perlahan.