Wednesday, April 30, 2008

My Gift to You -- House

"Kenapa Ren? Mir?"

Keduanya terhenti tepat di depan pintu gerbong saat melihat rumah di depan mata mereka. Ren kembali masuk ke dalam gerbong.

"Kalian masuk saja, istirahat dan lain - lain. Aku di sini nggak pa - pa kok.."

"Tapi Re-"

"Masuk sana!"

Ren membentak Mir yang berusaha mengajaknya masuk. Baru kali ini mereka melihat raut wajah Ren yang begitu tidak nyaman, begitu ketakutan. Pertama kali nya pula, Ren membentak Mir yang selalu di jaganya. Inuki pun hanya duduk diam di dekatnya, seolah tau pikiran tuannya itu.

Lexy memberi isyarat agar mereka meninggalkan Ren sendiri. "Biarkan dia berpikir dengan jernih," katanya.

Sampai di depan pintu, Mir akhirnya buka mulut. Rumah itu adalah rumah mereka. Rumah yang begitu dibenci Ren. Rumah yang ingin sekali ditinggalkannya. Dengan sedikit ragu - ragu, Mir membuka pintu rumahnya.

Debu dan asap menyambut mereka. Seolah - olah rumah itu sudah ditinggalkan selama bertahun - tahun. Tapi kemudian Mir berpikir, ini bukan dunia mereka, jadi seharusnya tidak mungkin Ibu nya ada di sini. Mir baru akan memanggil Ren agar masuk, saat terdengar teriakan dari arah gerbong kereta. Teriakan Ren.

"..pergi.. jangan dekati aku..!!!" Ren menelungkupkan kepalanya dan menutupi nya dengan kedua tangan.

"Ibu..." Mir yang berlari sampai ke dalam gerbong cuma bisa terdiam. Sosok ibu nya masih sama seperti dulu. Ia berusaha meraih Ren, yang menolak mati - matian bahkan untuk disentuh ujung rambutnya sekali pun. Lexy dan yang lain hanya bisa melihat dari luar. Mereka begitu shock melihat keadaan Ren yang sangat labil.

"Oi!" Tom seolah menyadarkan mereka semua. Bayangan 'Ibu' di depan Ren dan Mir hilang begitu saja. Ren mengangkat wajahnya yang dipenuhi air mata. "Ren. Kau baik - baik saja?" Tom mengguncang tubuh Ren perlahan. Dengan anggukan pelan, Ren akhirnya mau ikut dibawa masuk ke dalam rumah.

Ren dibaringkan di sofa ruang tamu, tempat di mana pertama kali ia terbangun. "Aku melihat Ibu.." gumamnya sesaat sebelum akhirnya tertidur. Mir hanya mengiyakan.

"Tom... kenapa rumah kami bisa ada di sini?"

"Kalian melihatnya seperti itu ya?"

Monday, April 28, 2008

Move On -- Faraway


Seperti yang sudah diperkirakan, para Lights itu akhirnya berhasil mengejar mereka. Ciella Town memang dikelilingi barier yang membuatnya tidak terlihat dan tidak terdeteksi dari luar, tapi Tom tidak mau mengambil resiko.

Shiro tau, jejaknya lah yang menuntun para Lights itu ke tempat mereka. Hal itu membuatnya terpuruk lagi, padahal 2 hari terakhir ini ia sudah terlihat santai. Tepat saat kereta berangkat, Shiro membakar jubah putih yang selalu dipakainya itu, dan membuangnya jauh - jauh di sepanjang rel kereta yang masih melayang di angkasa.

"Kita turun," ujar Tom. "Siap - siap ya!" Tom memberi peringatan, sebelum akhirnya kereta itu meluncur seperti jet coaster. Freya mendekap lengan Lexy sambil berteriak kencang, membuat Frey melirik Lexy tajam. Mir menggenggam tangan Ren, berusaha meredam teriakannya. Inuki dan yang lainnya tampak nyaman denga turunan itu, malah mereka sepertinya kegirangan, membuat Freya iri setengah mati.

"Kembali ke permukaan tanah ya," Shiro mengangkat kedua tangannya, berusaha meregangkan badannya yang pegal - pegal.

"Setelah ini mau ke mana?" tanya Ren.

Kereta terus melaju tanpa menjawab pertanyaan Ren. Frey terus memandang ke luar jendela. Hamparan padang rumput dengan bunga - bunga di sela - sela nya. Cuaca yang cerah mengiringi suara 'oooooong' panjang dari cerobong kereta yang kembali bergema.

"Apa kita sudah aman?" Shiro menghampiri Tom. Mir masih tidak terbiasa dengan Shiro yang tanpa jubah putihnya, sehingga matanya terus terpaku lekat. "Apa?" Mir buru - buru mengalihkan pandangannya mendengar teguran Shiro.

"Ehm! Yaah... sementara aman lah... mungkin..." gumam Tom seenaknya.

"Sekarang mau ke mana?" Ren kembali bertanya.

"Ke tempat yang jauhhhhhhhhh-eits!" Tom menghindari geplakan Shiro.

"Nggak usah menghindar juga, gak bakal kena 'kan?"

Tom hanya menjulurkan lidahnya. Suara cerobong kereta membuat Tom menoleh. Raut wajahnya berubah ceria lagi seperti biasa.

"Yak! Itu dia!"

Friday, April 25, 2008

Move On -- To The Party

Suara gaduh memenuhi taman belakang di rumah lama Shiro. Asap pemanggangan barbeque membumbung tinggi sampai ke atap rumah. Aroma sedap membuat mereka semua tidak sabar untuk menyantap potongan - potongan daging di atas panggangan itu.

Untuk pertama kalinya setelah sampai di sini, kelima bocah itu bisa tertawa, bernyanyi, bahkan berlarian dengan senangnya. Kelima partner mereka juga tidak menyia - nyiakan kesempatan ini, walaupun Rabi, Phoenix, dan Brownie hanya tidur - tiduran, meninggalkan Inuki dan Guri bermain kejar - kejaran mengelilingi tuan mereka.

Pembicaraan konyol dan ringan jadi topik kali ini. Bahkan Shiro yang biasanya terlihat 'cool' sampai terbahak - bahak mendengarkan lelucon dari Tom. Freya dan Lexy seperti biasa memperdebatkan hal yang tidak penting, membuat Frey menggeplak keduanya. Shiro mau tak mau ikut menggeplak Lexy saat ia berniat membalas geplakan Freya. Tawa meledak dari yang lainnya melihat tampang Lexy yang shock dengan tindakan Shiro.

Tengah malam, mereka memutuskan mengakhiri pesta barbeque itu. Lexy dan Ren berlomba - lomba menuju kamar mereka masing - masing. Tidak sampai 5 menit, Frey kembali menggeplak keduanya. Dan 10 menit kemudian, sudah tidak terdengar suara dari kelima bocah dan partner nya.

Shiro duduk di meja tulis kamarnya, memandangi langit malam di luar jendelanya.

"Nggak bisa tidur?" Tom membuat Shiro menoleh sambil nyengir kecil.

"Memangnya boleh ya kita santai - santai kayak gini? Nggak khawatir Lights bakal mengejar kita sampai sini?"

"Yah, 2 hari terakhir ini sih nggak ada apa - apa tuh. Kalau besok.. yaaa... liat - liat besok lahhh.."

Pembicaraan mereka berlanjut sampai akhirnya mereka tertidur.


***

Suara 'uooooooooo' panjang dari kereta hitam membangunkan mereka semua pagi itu. Tom langsung berlari menuju ke tempat kereta itu tanpa memberi penjelasan pada yang lain. Shiro, seolah bisa membaca pikiran Tom, langsung menyuruh kelima bocah itu berkemas, bersiap - siap untuk pergi, lalu menggiring mereka semua ke stasiun.

"Apa yang terjadi?" tanya Freya untuk kesekian kalinya. "Shiro, ngomong dong! Jangan diam saja!"

Frey memberi tanda agar Freya diam, dan mengikuti Shiro saja. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di dalam kereta hitam itu. Setelah mereka semua naik, kereta itu langsung melaju kencang. Tom bergabung dengan mereka beberapa menit kemudian. Raut wajahnya tampak panik.

"Pesta kita sudah selesai, anak - anak..."

Wednesday, April 23, 2008

Move On -- To The Memories

"Masih seperti dulu 'kan?"

Shiro hanya bisa mengangguk. Matanya masih basah.

"Hehehe.. Siapa dulu yang merawatnya!" Tom membusungkan dadanya, bangga.

"Ayo masuk ke dalam lagi." ujarnya sambil menggiring mereka semua.

Tom menerangkan satu persatu letak - letak di rumah itu, seolah - olah rumahnya sendiri. Shiro hanya terus memandang setiap ruangan sambil berhenti sesaat, seperti membayangkan kejadian apa saja yang pernah dilewatinya di sana. Sesekali ia tersenyum, baik senyum miris maupun senyum geli. Di ruangan yang menuju ruang bawah tanah, raut wajahnya berubah muram, dan Tom pun kembali menepuk punggungnya agar ia tidak tertekan.

Di lantai 2, Tom menunjukkan kamar yang akan dipakai kelima bocah itu nanti. Shiro, sebaliknya, berjalan menelusuri lorong lantai 2 itu. Ia menuju ke kamar paling ujung. Dengan ragu - ragu ia bermaksud membuka pintu kamar itu, tapi entah kenapa ia merasa berat. Tangannya sudah siap memutar kenop pintu, saat tiba - tiba pintu di depannya itu terbuka pelan.

Shiro melangkah perlahan memasuki kamar itu. Berbagai macam mainan seperti pesawat, mobil, video game, semuanya menghiasi kamar bercat warna putih krem di depan matanya itu. Tempat tidur dengan seprai bermotif bola, meja belajar dengan lampu yang tidak terlalu terang. Semuanya masih berada di posisi yang sama saat terakhir kali ia melihatnya.

"Kangen dengan kamar mu?" Tom mengagetkan Shiro yang sedang bernostalgia.

"Umh.. Sudah lama ya..."

"Yah.... Ngomong - ngomong, sadar nggak? Semuanya sama saat terakhir kali sebelum kau pergi 'kan?"

"Aku tau.. Artinya.. Ciella Town ini 'mati' tidak lama setelah aku sampai di Klaudi 'kan? Hhh.. aku ditipu mentah - mentah.. Mereka bilang, mereka akan merawat kota ini.." Tom hanya mengangkat bahu.

"Mau kembali bersama bocah - bocah itu?"

"Nanti lah... aku mau duduk sebentar dulu di sini.." Shiro berjalan menuju tempat tidur nya, sambil melihat ke perabot - perabot yang tidak usang itu.

Tanpa banyak bicara, Tom menemaninya, dan kedua orang itu kembali masuk ke kenangan mereka sendiri - sendiri.

Sunday, April 20, 2008

Move On -- To The Homeland

Sebuah pemandangan yang sangat dirindukan terpampang di depan mata Shiro. Padang rumput hijau, pepohonan yang rimbun, bunga yang berwarna - warni di pinggiran jalan, air mancur di tengah pusat kota, keramaian yang alami. Semua hal yang membuatnya teringat akan rumahnya, baru kembali dilihatnya setelah ia tinggal di Klaudi bertahun - tahun.

Mata Shiro terus terbelalak. Ekspresi wajahnya yang semula keras, mulai melunak perlahan. Ia seperti mengingat kembali, seperti apa rasanya menjadi anak seusia Ren dan yang lain.

"Selamat datang di.. err.. kota tanpa nama? Hehehe.."

Yang lain hanya terpana, tapi Mir kemudian menyadari nya. Ia tau pemandangan ini, walaupun saat ia melihatnya sudah jauh, jauh sekali, berbeda.

"Kota tanpa nama... yang itu?!" Mir memandang Tom tidak percaya. Yang ditanya hanya mengangguk pelan.

"Kau tau tempat ini Mir?" tanya Ren.

"Lupa ya? Kota tempat kita berhenti setelah pergi dari Sunset Town. Tempat kita berpisah setelah insiden Shadow itu. Masih tidak ingat?"

Keempat bocah yang lain membentuk mulutnya dengan huruf 'O' besar dengan ekspresi kaget setengah mati. Kota tanpa kehidupan yang dijuluki kota tanpa nama itu, ada di hadapan mereka dengan pemandangan yang berbeda.

"Bagus ya?" ujar Tom, sambil menggiring mereka memasuki kota. "Tapi sayang.." Tom menunjuk menara jam besar yang menjulang tinggi. "Waktu di tempat ini terhenti.." Jarum panjang, pendek dan detik di jam itu tidak bergerak. Hanya mengeluarkan suara 'tik tik' tapi terhenti di arah jam 12.

"Sama seperti aku. 'Tubuh' asli dari kota ini sudah mati. Dan kalian sudah melihatnya kan? Itulah yang terjadi pada tempat tinggal mu." Tom menoleh ke Shiro, yang mau tidak mau langsung memasang tampang shock.

"Ciella Town... mati katamu..?" Shiro menghentikan langkahnya. "Mana mungkin.. kata mereka.. Ciella sudah.." Pilar tinggi di sebelah Shiro jadi sasaran kemarahannya. Kepalan tangannya membuat orang - orang di sekeliling mereka menoleh, mencari sumber keributan.

"Ayo jalan lagi.. Jangan malu - maluin ah.." Tom menggiring Shiro dan rombongan lainnya. Mereka memasuki sebuah rumah yang lumayan besar.

Sampai di dalam rumah, untuk kesekian kali nya Shiro terhenti. Kali ini, bukan karena ngambek, tapi karena hal lain. Pertama kali ia tidak sadar, tapi setelah memasuki ruang depan, ia ingat. Ini adalah rumahnya.

"Selamat kembali ke rumah," gumam Tom sambil menepuk bahu Shiro, yang hanya bisa tersenyum miris. Perlahan, air mata mengalir dari bola mata Shiro yang hijau.

Saturday, April 12, 2008

Move On -- To The Story (2nd Part)

"Cerita aneh apa lagi itu...?"

"Hm? Yah, cuman kenyataan kok."

"Aku ingin sekali memukul mu saat ini..." gumam Shiro tanpa menatap mata Tom.

"Makanya aku bisa sampai ke sini 'kan? Para Lights itu tiba - tiba saja datang beramai - ramai ke Roundtrap dan menjungkir balikkan kota tanpa dosa itu. Kau tau? Freya dan Lexy ada di sana saat 'gempa' yang mereka kira normal itu terjadi. Kalau saja mereka melihat apa yang terjadi.."

"Maaf... Aku sama sekali tidak tau bagaimana cara mereka mendapatkan kereta ini. Yang kutau, tiba - tiba saja kereta ini sudah berdiri di Klaudi, dan aku membawanya ke Dusk, tempat kelima bocah itu terdampar setelah melewati Gate yang dikirimkan oleh para Light."

"Hhh... sudah kuduga.." Tom menggelengkan kepalanya. "Di Roundtrap, para Lights itu mengangkat kereta ini dengan kekuatan mereka. Kau tau lah, apa yang terjadi jika sekitar 10 - 15 Lights memakai kekuatan mereka bersamaan. Kota - kota di sini 'kan tidak tahan dengan pancaran energi yang dihasilkan. Sampai akhirnya menyebabkan gempa yang tidak normal. Untung saja Partners punya pancaran energi yang bisa menetralkan energi dari Lights, makanya kota itu tidak hancur - hancur amat.

Lagian bukannya mereka tau kalau Freya lagi di kota itu? Untung saja dia menemukan Gate itu. Itu saja karena ikatannya dengan Frey yang kuat. Coba kalau tidak, entah bagaimana nasibnya sekarang." Tom mengoceh panjang lebar. Shiro yang mendengarkan hanya terkekeh pelan.

"Sudah lama ya. Kita tidak cerita - cerita panjang seperti ini. Berapa ya, 9 taun bukan?"

"Mungkin, aku sudah berhenti menghitung hari sejak.. Ah, sudahlah! Jangan dibahas lagi! Yang lebih penting.. Bagaimana keadaanmu? Setelah kejadian itu tentu nya.."

Shiro menghela nafas, seolah - olah ia sudah menduga kalau Tom akan menanyakan hal ini.

"Yahh... Kau tau lahh.."

"Ya nggak lah yaaa.." gerutu Tom, dan Shiro langsung terkekeh geli sekali lagi.

"Hehehe.. Itu masa - masa paling berat lah pokoknya. Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih, aku cuman bisa menurut ke para Lights di sana. Mereka mencekoki ku dengan filsafah dan pengetahuan yang aneh. Sampai akhirnya, jadi lah aku seperti ini. Salah satu dewan petinggi dari 'dunia itu' yang dipercaya akan membawa anak - anak lain seperti ku. Tapi apa yang kulakukan? Malah melarikan diri bersama mu."

"Makanya tadi sudah kubilang turun saja 'kan? Bandel sih.."

Tawa keras memenuhi gerbong kereta itu. Kelima bocah yang dari tadi mencuri dengar ikut - ikutan terkekeh geli dari gerbong sebelah.

Teriakan 'huwaaaaa' mengiringi suara 'gabruk' keras yang disebabkan jatuhnya kelima bocah itu karena Shiro membuka pintu gerbong.

"Ceritanya udah kelar.." sindirnya. Dan kelima bocah itu pun kembali ke gerbong depan, duduk manis sambil melihat pemandangan di luar.

Thursday, April 10, 2008

Move On -- To The Story (1st part)

"Masih tidak mau bicara?" gumam Shiro setelah kereta berjalan, dan dengan teratur, kelima bocah dan partner nya pindah ke gerbong sebelah, meninggalkan Tom dan Shiro berdua. "Bagaimana?"

Tom hanya berdiri di sebelah Shiro sambil menatap nanar ke luar gerbong. Baru saja ia akan membuka mulut, tapi Shiro sudah menyelanya.

"Jangan minta maaf lagi. Ceritakan saja. Apa yang sebenarnya terjadi malam itu.."

"Kalau kubilang para Lights itu mengkhianati mu.. kau percaya?"

"Tergantung penjelasanmu." Tom menoleh dan tersenyum pada Shiro. "Hmph.. malam itu kau juga tersenyum seperti itu."

"Yah.. karena aku tau aku tidak akan lagi bisa bertemu dengan mu.."

Mereka terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya Tom melanjutkan kata - katanya.

"Malam itu.. Aku melihatnya. Rapat para dewan petinggi yang selalu diadakan di pagi buta. Kau kira itu hanya rapat biasa? Mana mungkin. Mereka sedang membicarakan berapa anak lagi yang mereka butuhkan. Kita saja tidak cukup, begitu katanya.

Aku menyelinap di balik ruangan tempat mereka rapat, jadi tidak heran jika aku ketauan. Aku masih kecil waktu itu, begitu mendengar nya, aku langsung terjatuh, dan mereka memergoki ku. Kau tau apa yang mereka lakukan? Tanpa banyak bicara, salah satu dari mereka menendang badanku. Aku berusaha melawan, tapi apa yang bisa dilakukan bocah 15 tahun melawan 20 lebih Lights?"

"..tidak mungkin.. itu artinya malam itu...." Tom mengangguk.

"Mereka bilang aku melarikan diri? Meninggalkan mu? Aku ini setia kawan tau." Tom menepuk kepala Shiro yang tertunduk lemas.

"Aku percaya pada mereka.. Aku percaya kalau mereka akan memulangkan kita ke rumah.. tapi apa yang mereka lakukan malah..."

"Pokoknya..! Setelah kesadaranku hilang, hal yang kuingat adalah aku berada di lorong panjang itu, cuma lantai dan diriku saja yang kelihatan. Aku menyusuri jalan itu, dan saat aku mencapai akhir jalan, aku sudah jadi seperti ini. Tidak bisa disentuh maupun menyentuh, tapi aku terus bertambah besar, sama seperti mu."

Selama beberapa saat, keduanya hanya bisa terdiam.

"Kau tau Shiro? Kereta hitam ini.. sebagian jiwa ku adalah kereta ini lo."

Tuesday, April 8, 2008

Move On -- To The Train

Tanpa banyak bicara, Shiro, Tom, kelima bocah dan partner nya, sudah berjalan menuju stasiun tempat mereka diturunkan beberapa hari yang lalu. Tom memimpin iring - iringan itu di depan. Shiro mengikuti di belakangnya. Kelima bocah yang lainnya hanya bisa saling memandang satu sama lain sambil mengangkat bahu.

Situasi entah kenapa berubah menjadi sangat menegangkan. Kata - kata terakhir Shiro tidak ditanggapi sama sekali oleh Tom. Tidak diiyakan, dan tidak juga ditolak. Begitu kelima bocah itu siap dengan semua barang - barangnya dan siap berangkat, Shiro pun mengikuti mereka. Tom hanya tersenyum padanya, membuat Shiro terlihat makin emosi.

Kereta hitam itu masih sama seperti terakhir kali mereka menaikinya, saat mereka bertemu Shiro untuk pertama kalinya. Hanya perlu waktu beberapa menit untuk kembali mendengarkan suara 'wooooonnggggg' panjang dari cerobong kereta itu. Kali ini, Tom ikut bergabung dengan mereka semua di gerbong penumpang.

"Kau tampak sehat ya Shiro.." Tom mengulurkan tangannya ke wajah Shiro, yang langsung menampik udara kosong. Sambil tersenyum aneh, Tom menarik tangannya. "Yah, siap berangkat ke tempat selanjutnya?" tanya Tom pada yang lain.

"Keretanya belum jalan lo," gumam Ren.

"Aku tidak akan turun. Aku ikut dengan kalian." Shiro menjawab dengan sinis. Sepertinya ia tau kalau Tom menunggunya turun dari kereta. "Kau dengar? Aku ikut dengan mu." Kali ini Shiro menatap Tom lekat - lekat. "Aku tidak mau lagi ditinggal oleh mu."

"Aku tidak bermaksud begitu kok. Hanya saja.."

'Tom!' Rabi menunjuk ke luar gerbong. Para Lights penghuni Klaudi Town mulai bermunculan dari rumah mereka, dan menuju ke kereta hitam itu. 'Kita harus cepat berangkat!'

Tom mengarahkan pandangan ke Shiro seolah berkata, 'Tuh kan apa kataku, kau tidak boleh ikut.' Tapi Shiro tetap bersikeras tidak mau beranjak dari tempatnya duduk sekarang.

"Tom!" Kali ini Ren yang memaksa agar kereta hitam itu segera jalan. Para Lights di luar sana semakin banyak, dan mulai menggedor - gedor pintu gerbong sambil berteriak aneh, 'Kembali ke sini!! Jangan berani kalian pergi!! Shiro pengkhianat!!' dan seruan lainnya.

"Masih tidak mau berangkat? Kalau terus begini, gerbongnya bisa oleng kan." Shiro masih menatap Tom. Sekali lagi cerobong kereta itu berbunyi, dan detik berikutnya, kereta hitam itu sudah berangkat. Meninggalkan sekumpulan Lights yang hanya bisa memandang dengan tatapan kosong.

Monday, April 7, 2008

Solid Dream -- Outside of the Tunnel

"Fuahhh...!" Ren membaringkan badannya di sofa ruang tamu. Mir mengambil tempat duduk di sebelahnya. Frey dan Freya duduk di sisi lain sofa, berseberangan dengan Lexy.

"Ayo tidur.." gumam Frey setelah selama 10 menit tidak ada yang buka mulut satupun. "Besok.. eh nanti siang kalau sudah bangun, baru kita ngomong - ngomong lagi. OK?" Dengan anggukan yang lain, mereka naik ke lantai 2 dengan teratur.

***

'Tenang.. kalau Tom bilang dia sudah mengurus semuanya, berarti kita bisa tenang..' Rabi menjawab tatapan kosong Frey ke luar jendela. Frey menoleh sambil tersenyum. 'Kau tidak percaya pada Tom?'

"Bukannya tidak percaya juga sih.. Hanya merasa kasihan saja. Anak - anak yang dulu datang ke sini itu Shiro dan Tom ya?" Rabi mengangguk. "Ooh.. lalu kenapa Tom bisa..?"

'Ceritanya panjang. Pokoknya.. itu semua bukan salah Shiro, tapi gara - gara para Lights yang ada di sini. Di kota ini. Shiro tidak tau, makanya ia terus menyalahkan dirinya. Ia mengira ia sudah..'

"Iya, iya, aku tau." Frey menyela Rabi yang terus nyerocos tanpa henti. "Tidur?" Frey menepuk kepala Rabi lagi, yang langsung mengangguk.

***

"TOM!!"

"Yo! Hehehe.." Tom sudah duduk di ruang tamu sambil nyengir seperti biasanya. "Tenang, di luar tidak ada siapa - siapa kok." jawab Tom setelah melihat Rabi yang terdiam shock.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Freya sambil duduk di sebelahnya, diikuti yang lain.

"Kereta hitamku sudah kuambil lagi. Ayo kita pergi dari sini!" Untuk sesaat, kelima bocah itu lagi - lagi terdiam mendengarkan kata - kata Tom. "Tidak ada yang perlu kalian lakukan di sini kan? Udah, ikut saja."

'Tapi..!'

Belum sempat Rabi melanjutkan ucapannya, pintu depan tiba - tiba di'jeblak' sampai terbuka lebar. Shiro berdiri di depan sambil melangkah masuk dengan wajah merah.

"Oh, Shiro! Sudah lama y-" Shiro berusaha menarik kerah baju Tom. Tapi tentu saja, tangannya hanya mengenai udara kosong. "Heh.. maaf ya.. Aku sudah bukan.."

"Kalian mau pergi 'kan?" Shiro menoleh ke Ren dan yang lain. "Aku ikut. Titik."

Sunday, April 6, 2008

Solid Dream -- Tunnel's Mouth

Sambil menenteng buku tebal yang mereka temukan tadi, kelima bocah itu mulai berjalan keluar dari terowongan itu. Medan terowongan itu tidak seberat saat mereka masuk tadi, kali ini mereka berjalan tanpa terantuk geronjalan batu satu pun.

Masih terngiang kata - kata Lexy saat mereka meninggalkan ruangan kecil itu.

"Rabi.. yang menulis ini kau kan?"

Tanpa Lexy perlu mengumbarkan sejumlah alasan tentang kesimpulannya itu, Rabi hanya mengangguk. Sementara yang lain menatap Rabi dengan pandangan aneh, Frey hanya menepuk - nepuk kepala Rabi. Seolah berkata, 'Tidak apa - apa, aku percaya padamu kok'.

Pintu keluar sudah di depan mata, tapi cahaya terang itu tiba - tiba tertutup oleh bayangan hitam kelam, yang sudah lama tidak mereka lihat. Shadows.

'Tunggu..' Rabi maju mendekati Shadow di depan yang makin lama makin membentuk sosok manusia. Kelima anak itu mengenali sosok di depannya.

"Tom!" seru Mir cepat.

"Akhirnya kita ketemu lagi.." Tom tersenyum pada Rabi, yang hanya menganggukkan kepalanya. "Gimana kabar Shiro?" Rabi hanya menggeleng. "Oh, sudah kuduga.. Dia tidak ingat ya.."

Melihat kelima bocah yang kebingungan, Tom lagi - lagi hanya tersenyum. Ia menepuk kepala mereka satu persatu. Belum sempat Tom menjelaskan apa - apa, bayangan hitam lain muncul di belakang Tom. Kali ini, Rabi dengan sigap mengeluarkan pedangnya, dan menyabet bayangan itu.

"Hehe, maaf, Shadow saling menarik satu sama lain sih, jadi mereka mulai muncul deh."

"Artinya.. Kau memang Shadows?" tanya Mir. Jawaban Tom hanya sebuah anggukan. "Tapi kau beda dari yang lain.."

"Karena dulu aku juga sama seperti kalian.. Tau maksudnya?"

"Kau.. temannya Shiro itu kan..? Yang dikiranya sudah.. eh, atau memang..?"

"Melihat wujudku ini masa tidak tau sih? Aku hanya berupa 'jiwa' lo, apa masih kurang jelas?"

Lexy dan yang lain mulai mengangguk mengerti. Tom sudah bukan lagi manusia seperti mereka. Yang ada di hadapan mereka hanya sisa - sisa kehidupannya.

"Nah, ayo pulang, sudah pagi lo. Gawat kalau mereka tidak menemukan kalian di rumah itu. Tenang saja, tidak ada yang tau perbuatan kalian malam ini kok. Aku sudah mengurus semuanya. Kalian tinggal pulang, dan yang penting, tidurlah yang baik. Soalnya, setelah ini kalian bakal repot."

Sambil termangu mendengar penjelasan Tom, Ren memimpin yang lain untuk pulang.

Friday, April 4, 2008

Solid Dream -- Tunnels of Truth

::.Phoenix's Part.::

Buku - buku bertebaran di mana - mana. Di rak. Di meja. Di lantai. Entah bagaimana caranya anak - anak ini mau memeriksanya. Aduh!

"Sori, sori." Lexy menoleh sambil mengatupkan kedua tangannya, meminta maaf. Buku yang baru saja dibuangnya ke belakang mengenai ku. "Oh, ini dia." Dan bocah lainnya pun mengumpul ke arah Lexy.

Hmph, bocah yang sebelumnya diremehkan ini boleh juga. Selama di sini, dia bisa dibilang selalu jadi pahlawan. Selalu menemukan hal - hal yang aneh dan tidak biasa. Maklum dulunya kan dia berandalan. Oh, ngomong - ngomong ini dia yang ditunggu - tunggu. Kebenaran dari semua fakta yang dibeberkan di depan mereka tadi malam.

'Ini adalah fakta, yang kudapat setelah aku beralih dari Lights, ke Shadow, dan sekarang Partners. Entah sudah berapa kali aku berbohong. Pada teman, musuh, bahkan ke Shiro.. (Frey menggeplak Freya yang sudah mau menyela)
Lights, mereka ingin mengambil alih dunia anak - anak itu. Dunia Shiro. Shadows, mereka ingin mencegah Lights, tapi mereka terlalu dalam masuk ke pusaran kegelapan. Pikiran mereka sudah tidak jalan lagi. Satu - satunya harapan ku adalah Partners. Hanya mereka saja.'

'Mereka mengetahui tempat ini. Sepertinya sebentar lagi aku harus pergi, entah bisa kembali lagi ke sini atau tidak. Shiro, kalau kau membaca ini, kuberitau ya, Lights itu jahat, jangan sampai mereka mempengaruhi mu. Aku tidak mau kau jadi jahat seperti mereka. Asal tau saja, semua kejadian yang menimpa teman - teman mu itu gara - gara Lights.
Justru Shadows yang kau benci, yang kau lawan itu, mereka lah yang sebenarnya mau membantu mu. Tapi kau saja yang tidak mengerti kata - kata mereka. Kalau kau masih di tempat ini, aku cuma bisa berharap, semoga kau tidak berubah.'

'Sampai ketemu lagi Shiro, di kehidupan selanjut nya mungkin..'