Monday, March 31, 2008

Solid Dream -- Tunnel's Heart

::.Freya's Part.::

"Sudah sampe belom?"

".."

"Sudah sampai belom??"

"Berisikkkkkk!!!!" Lexy kembali melolong menanggapi pertanyaan ku. Sambil terkekeh geli, aku kembali diam dan berjalan lagi.

Entah sudah berapa lama kami ada di dalam terowongan 'geje' ini. Menurut peta yang dibawa Lexy, harusnya sebentar lagi kita sampai di sebuah tempat seperti perpustakaan yang tadi kami datangi. Tapi sepertinya dari tadi kita tidak maju - maju dari peta itu.

Ren tidak banyak bicara (apalagi Inuki, yang cuma mengikutinya dari belakang). Ia selalu berada di dekat Lexy, berusaha meyakinkan temannya itu kalau mereka berada di jalan yang benar. Hihihi, aneh sekali, padahal dulu di kota tanpa nama itu mereka tidak mau berbicara satu sama lain.

Kalau Mir, sekarang ia lebih terbuka, lebih cerewet gara - gara aku selalu mengajaknya menggosip. Elang coklatnya itu lebih suka terbang di sebelah Phoenix. Seolah - olah mereka sedang berbicara dengan bahasa burung.

"Awas." Frey menarikku mundur, menghindari tonjolan yang cukup tajam di depan mataku. "Dasar, meleng aja terus." gumamnya sambil menepuk kepalaku. Dengan sayang, aku menggelayut lengannya. Frey hanya terkekeh.

Sudah lama aku tidak bermanja - manja pada nya. Dulu saat kami masih kecil, aku selalu nempel padanya, tidak mau lepas. Aku selalu menghormati Frey. Bisa apa saja, kuat, seperti sekarang, saat semuanya memasang wajah lemas, cuman dia yang masih segar dan selalu memberi dorongan dari belakang.

"Yosh!" Lexy dan Ren berhenti mendadak, membuatku menabrak Mir di depanku. "Ini dia."

"Apa? Jalan buntu?!" Aku gantian melolong. Tapi Lexy, lagi - lagi dengan gaya 'sok cool' nya, menekan salah satu bagian, dan 'Voila'! Ruangan dengan rak buku menjulang terbuka di depan kami. Setelah termangu beberapa saat, kami semua memasuki ruangan itu, dan mulai mengubek - ubek isi buku di sana.

Solid Dream -- Tunnel's Lungs

::.Rabi's part.::

Manusia itu makhluk yang rapuh. Hanya berjalan setengah jam saja mereka sudah capek, sudah kehabisan stamina. Beda dengan kami para partner yang baru capek kalau sudah tidak punya kekuatan sama sekali. Tapi itu pengecualian buat Frey, yang tampaknya seimbang denganku. Tuh 'kan, ia masih bisa tersenyum melihatku.

Ruangan, yang anehnya, berisi sofa, meja, dan karpet itu segera penuh.

"Rabi, duduk sini." Seperti biasa Frey memberikan jatahnya lebih dulu buat ku. Beda sekali dengan seseorang di ujung sana (Lexy menggusah Phoenix yang tidak mau bertengger di bahu nya).

Sebenarnya aku tau apa yang mereka cari. Aku juga tau, nanti mereka akan keluar dari terowongan ini dengan wajah kecewa. Karena yang mereka cari tidak ada di sini. Tapi aku sudah berjanji padanya, pada Shiro, orang yang telah menyelamatkan nyawaku sebelum aku bertemu dengan Frey. Tidak masalah, cepat atau lambat mereka juga akan tau.

Ah, lagi - lagi Freya dan Lexy membuat kehebohan. Saling pukul seperti biasanya, sebentar lagi pasti Frey ikut - ikutan menggeplak Lexy. Tuh 'kan benar.

"Kenapa aku selalu disalahkan sih?! Kan dia yang cari gara - gara!" omel Lexy.

"Heh, belum pernah denger nasehat 'jangan kasar sama cewek' ya?!" Frey sekali lagi menggeplaknya, membuat Lexy cuma bisa manyun dan pindah tempat duduk. Freya tentu saja mendapat geplakan juga dari Frey, karena selalu mencari masalah.

Lexy pindah ke sebelah Ren, padahal dulu mereka tidak akrab, tapi sekarang sudah lumayan. Freya tentu saja kembali menggosip dengan Mir. Inuki dan Guri bergulat seperti biasa, Brownie dan Phoenix cuma menelungkupkan kepalanya, berusaha tidur di antara semua kehebohan ini. Dan aku, seperti biasa juga, hanya duduk mengawasi di pojokan.

"Masih merenung?" Frey menghampiriku, yang hanya terdiam. "Hhh.. kau pasti pusing ya, semuanya ribut seperti ini, padahal ini bukan jalan - jalan biasa 'kan?"

"..bagus.. jadi mereka tidak tegang.."

Frey tertawa setuju. 30 menit berlalu dengan cepat. Lexy sudah di atas kakinya lagi, siap untuk berangkat, dan kami semua meninggalkan tempat istirahat itu.

Saturday, March 29, 2008

Penyakit Tahunan --"

Yap.. penyakit taunan yang udh 3taun lebih gak muncul - muncul itu tiba - tiba dateng lagi --" apalagi kalo bukan Liver. Biasanya dulu kalo pas kena, pasti lagi di rumah, jadi tenang - tenang aja deh, kan ada yg ngerawat xP.

Sialnya, kali ini kena nya pas abis balik dari Smg --" pinter aja ni penyakit bikin orang melolong. Pertama kirain cuman meriang biasa, makin malem kok, aduh, di bagian sono sakittt bgt >.< Ampe bikin tadi pagi j 5an gt melolong, meraung sambil meronta - ronta di atas kasur. Keringet dingin penuhhhh dari atas kepala sampe bawah kaki --" haduh2.

Sebelnya lagi, pas hari ini bolos, si dosen yang mirip pak dokter itu (menurut Putri Can xP) berkata, "Bilangin buat yang gak masuk, materi hari ini PENTING banget, soalnya kluar di UTS.." Wew, nasib - nasib...

Moga - moga ni penyakit gak jadi tambah aneh kayak dulu, ampe bikin gak bisa makan. Bisa - bisa kalo kalap balik lagi d ke Smg xP.

Thursday, March 27, 2008

Solid Dream -- Tunnel's Throat

::.Lexy's part.::

Berisik.. Mereka berisik sekali... Maksudnya, Freya dan Mir. Dari sejak kami mengambil arah ke terowongan semak belukar ini, mereka terus saja mengeluh. Terutama Freya. Apa ini jalan yang benar lah, jalannya becek lah, udaranya lembab lah, banyak serangga lah, segala macam omelan meluncur terus dari mulutnya.

Terowongan yang kami lewati memang gelap, penuh semak belukar, dan tentu saja banyak serangga. Tapi aku yakin ini jalan yang benar. Di peta itu ada 'tanda' nya. Kalau orang lain yang lihat pasti hanya menganggap itu gambar lingkaran biasa, padahal itu artinya simbol tanaman, alias semak belukar, ya kan?

Duh, Frey ikut - ikutan kembarannya. Sejak tadi kami berangkat, setiap kali Freya dan Mir terkekeh - kekeh, Frey pasti segera melirikku dengan mata coklat nya yang tajam itu. Memangnya aku berbuat apa sih? Perasaan hari ini aku tidak melakukan keusilan seperti biasanya.

"Sini." gumamku saat kami tiba di sebuah percabangan. "Di peta katanya harus ke sini. Tuh lihat!" Aku menyodorkan nya ke Frey yang sudah siap bertanya macam - macam. Semakin kita masuk ke dalam, makin sedikit cahaya yang ada. Untungnya, Phoenix punya sayap yang mengeluarkan cahaya, jadi jalan di depan bisa terlihat jelas. Tapi setelah terantuk beberapa kali, mau tidak mau kami menyalakan HP buat menerangi jalan di bawah kaki.

"Masih jauh ya?" Aku menoleh sedikit ke arah suara Freya yang untuk sekian kali nya mengeluhkan hal yang sama.

"Masih. Belum juga setengah jalan. Malu dong sama Guri, dari tadi dia nggak ngomel terus kayak kamu." gerutuku, kali ini Phoenix yang melirik tajam ke arahku. Dari arah belakang, terasa ada kaki yang menggeplak punggungku, membuatku spontan berteriak, "Aduh!" Rabi bawaan Frey bergegas mundur teratur ke belakang, ke tempat tuannya. Aku memicingkan mata ke Frey, tapi langsung jalan lagi karena sekali lagi Phoenix melancarkan pandangan matanya.

"Lihat ke depan," gumam Ren di sebelahku. Cahaya mulai muncul, artinya kami sudah melewati bagian awal dari terowongan ini.

"Tempat istirahat tuh." Aku bergumam ke Freya yang langsung kelihatan senang.

Benar saja, tidak sampai 10 menit, ruangan lebar dengan penerangan secukupnya sudah menyambut kami.

Tuesday, March 25, 2008

It Takes Two -- Tunnels

"Lokasi pastinya di mana sih?" tanya Mir.

"Hmm.. dari sini... sebentar." Lexy beranjak dari sofa. Ren mengkutinya dari belakang, meninggalkan Frey-Freya, dan Mir.

Freya terkekeh geli.

"Apa sih? Mulai gila ya?" sindir Frey yang langsung digeplak.

"Itu lo, si Lexy. Lucu juga. Belum pernah aku liat dia serius seperti itu."

"Biasanya kan dia berandalan," Mir ikutan terkekeh.

"Betul, betul! Sekarang keliatannya, 'waaah kerennnn' gitu!" Freya nyengir lebar, melanjutkan gosipnya dengan Mir yang terlihat sangat tertarik. Frey hanya bisa geleng - geleng kepala sambil berkomentar, "Dasar cewek.."

Sesaat kemudian Lexy dan Ren kembali dengan wajah cemberut. Ren terduduk lemas dengan kepala terkulai. Sedangkan Lexy menengadahkan kepalanya.

"Ada 2." gumam Lexy akhirnya setelah dipaksa bicara. "Jalan masuk yang ada di peta ini ada 2. Tapi mana yang benar, mana yang salah.. haduhhhhh..." Lexy menggusak - gusak kepalanya sendiri.

"Jadi? Apa kita harus berpencar?"

"Mana mungkin!" Lexy dan Ren berteriak bersamaan, sambil kemudian berpandangan satu sama lain. "Kalau berpencar lagi.. kita nggak tau kapan bisa berkumpul lagi kan.."

"Kan tidak mungkin kita melewati 2 jalan itu satu persatu.."

"Makanya itu.." Ren menghela nafasnya sekali lagi. "Dua duanya tidak ada yang meyakinkan lagi.. Yang satu dipenuhi semak belukar. Yang satu tempat masuknya kecil sekali, tapi masih bisa dimasuki sih."

Lexy membolak balik peta itu lagi. Mencari simbol yang mungkin bisa memberi mereka petunjuk. Sebuah bulatan di ujung peta membuat Lexy mendekatkan hidungnya.

"Apa ya ini..?" Seakan ada sesuatu yang terlintas di kepalanya, Lexy kembali berlari ke luar. Ren, setelah menghela nafas, akhirnya mengikuti Lexy juga.

Tidak perlu waktu lama, beberapa saat kemudian, keduanya kembali dengan wajah yang lebih cerah.

"Kayaknya, malam kita belum kelar nih.." ujar Frey.

"Ayo! Kali ini, seperti nya kita harus membangunkan Phoenix dkk."

Dengan bekal makanan secukupnya, lima bocah dengan lima partner itu bersiap berangkat.

Sunday, March 23, 2008

It Takes Two -- Prophecies

:.Black Cover.:
Saat Partners akan dikirimkan ke dunia lain, kami, para Shadows, akan mengambil alih mereka satu persatu. Memang kejam, tapi tidak ada pilihan lain. Kami harus bertahan hidup, walaupun wujud kami nanti tidak lagi dikenali sebagai manusia, walaupun akal pikiran kami nanti akan hilang.


Kami berhasil mengontak anak - anak dari dunia seberang. Tapi, mereka hanya membawa 1 Partner. Sepertinya kali ini rencana belum berhasil. Kami harus menunggu periode selanjutnya, sampai sinyal SOS kami terdengar lagi oleh mereka.

Sampai saat itu, kumohon, bertahanlah anak - anak. Kuatkanlah hati kalian masing - masing, karena kekuatan itu ada di dalam diri kalian.



:.White Cover.:
Berhasil! Kami, para Lights, akhirnya berhasil mengubah wujud kami menyerupai manusia. Dengan begini, para Shadows itu tidak akan bisa menghalangi rencana kami. Ini adalah impian dari nenek moyang. Menyatukan ke dua dunia! Tapi para Shadows itu terus menghalangi kami. Mereka mengambil para Partners sebagai kulit sementara. Mereka adalah pihak yang jahat.

Ya, kami tidak salah. Kami hanya ingin agar tidak ada lagi dunia yang tercerai berai. Walaupun kami harus menyingkirkan penghuni aslinya..


Anak - anak itu datang. Itu berarti Shadows berhasil mendatangkan mereka. Mau menyingkirkan kami para Lights? Sungguh tidak tau diri. Mereka tidak akan berhasil. Mereka lah yang akan hancur pada akhirnya.

Tinggal masalah waktu..






"Apa, apa? Apa lanjutannya?"

"Tulisannya hanya sampai situ, Mir," gumam Ren yang membacakan kedua buku tadi. "Selanjutnya halaman kosong.. sampai ke belakang."

"Eerrrhhh.. kepalaku pusing.." gerutu Lexy. "Aku sama sekali tidak mengerti. Apa itu Lights, Shadows, Partners? Apa yang mereka mau sebenarnya? Aargghh... ini mimpi bukan sih.." Lexy menelungkupkan kepalanya.

"Sebenarnya.." Frey yang dari tadi diam akhirnya buka mulut. "Shiro.. dan yang lainnya.. mereka Lights? Atau Shadows? Apa dia baik? Atau jahat? Lalu sebenarnya kita ini datang ke sini buat apa...?"

"Duh, Frey, jangan ikutan stress dong.." keluh Freya. "Ayo dong, 'kan kau biasanya yang paling optimis.."

"Haha, tapi kali ini bahkan aku pun tidak tau harus ngapain.. Lexy?"

"Lihat.." Lexy mengambil kedua buku itu dari tangan Ren, mendekatkannya satu sama lain. Corak yang terlihat biasa itu ternyata adalah sebuah peta. "Selanjutnya, ke sini?"

Sekali lagi seruan "Hoouwww" yang lebih keras dari tadi menggema, membuat Lexy hanya bisa garuk - garuk kepala. Peta itu menggambarkan daerah di sekitar rumah mereka.

"Jalan rahasia?" gumam Freya tertarik. "Besok malam kita lakukan lagi, ok?"

"Tidak usah menunggu besok.." Keempat bocah yang lain menoleh ke arah Lexy. "Sekalian saja. Sudah terlanjur ini."

Monday, March 17, 2008

It Takes Two -- Courages

Suasana di luar sepi sekali. Tidak ada suara satu pun. Para Dewan Petinggi itu juga sudah pergi meninggalkan tempat pertemuan. Kelima bocah itu bersandar ke dinding luar rumah.

Lexy memimpin barisan, karena ia sudah biasa dengan kegelapan malam, dan menurut Freya, ia lebih 'berpengalaman' buat menyelinap seperti ini. Sambil memicingkan sepasang matanya, Lexy berusaha mencari celah buat mereka lewat kalau misalnya mereka ketauan nanti.

Celetukan Freya sore itu ternyata bukan hanya gurauan. Ia benar- benar niat untuk melakukannya. Lexy, yang suka dengan tantangan seperti itu, tentu saja mendukungnya 100%, membuat Frey meliriknya tajam, tapi akhirnya setuju juga.

"Tentu saja ke tempat pertemuan tadi siang." celetuk Freya enteng saat ditanya tujuan mereka. "Memang belum tentu ada sesuatu sih di sana, tapi memangnya ada tempat lain ya?" Dengan alasan yang pas - pas an itu, akhirnya yang lain setuju juga. "Tentu saja, Guri dan yang lain tidak boleh ikut." ujar Freya lagi saat Dino di sebelahnya itu mulai merajuk.

Bulan malam itu tidak begitu terang, sehingga mereka bisa bebas bergerak. Ren berniat masuk lewat depan, tapi Lexy langsung mencegahnya. "Di mana - mana yang namanya menyelinap itu lewat belakang, bodoh!" Sambil menggerutu, Ren mengikuti Lexy dari belakang.

Entah kapan Lexy menyelidiki seluk beluk bangunan itu, atau memang instingnya bagus, dengan mudah ia menemukan pintu belakang yang tidak diduga oleh yang lainnya. Begitu masuk, Frey langsung membekap mulut Freya yang sudah siap menjerit. Patung yang terbuat dari batuan putih, berdiri tegak di depan mereka. Yang lebih membuat Freya ingin menjerit adalah, patung itu PERSIS seperti Shiro.

Biar Freya tidak lagi ketakutan, Frey menggiringnya jauh - jauh, masuk ke dalam lebih jauh lagi. Mereka berhenti di aula tengah, tempat mereka mendengarkan ceramah tadi siang. Lemari buku mengelilingi tempat itu, menjulang tinggi sampai ke atas.

"Jadi? Mau cari di mana?" tanya Mir setelah terdiam sesaat melihat banyaknya buku di sana. "Sekitar 1000 buku ada lo.." gumamnya.

Lexy meraba - raba di sekitar lemari itu. Bunyi 'klik' membuat keempat bocah yang lainnya menoleh. Lemari di depan Lexy terbuka perlahan, menunjukkan sebuah jalan rahasia. Gumaman "Hoouwww.." pelan membuat Lexy salah tingkah.

Jalan rahasia itu menuju ke sebuah ruangan kecil, dengan meja, kursi, dan lemari kecil dengan 2 buah buku di sana. Frey membuka buku bersampul hitam, sedangkan Ren membuka buku bersampul putih.

"Jangan dibaca di sini. Bawa ke rumah aja, baru baca di sana." usul Lexy, diikuti anggukan yang lain. Dengan sigap, Lexy mengganti 2 buku itu dengan buku di luar, yang besar dan warnanya hampir mirip.

Backtrack keluar dari tempat pertemuan itu tidak se-menegangkan yang mereka bayangkan. Sama sekali tidak ada tanda - tanda mereka akan ketauan. Meskipun begitu, Lexy tetap mengambil jalan pintas lain untuk kembali ke rumah.

Sampai di tempat tujuan, mereka merebahkan diri di sofa, sambil tertawa puas.

Wednesday, March 12, 2008

It Takes Two -- Minds

Pertanyaan demi pertanyaan diajukan kelima bocah itu. Tapi tidak ada yang memuaskan. Semuanya hanya mengulang kembali penjelasan dari Shiro. Semua pertanyaan hanya diputar balik oleh para Dewan Petinggi.Penjelasan lebih lanjut? Sama sekali tidak ada hal semacam itu.

Dengan wajah kusut, kelima bocah itu pulang ke rumah sementara mereka. Beristirahat dan menghilangkan rasa kesal karena merasa dibohongi oleh Shiro.


***

Keesokan harinya, lagi - lagi mereka dikejutkan oleh Shiro yang sudah ada di ruang tamu. Ren sudah siap mengoceh, tapi Shiro sudah terlanjur buka mulut.

"Maaf!" Shiro membungkuk dalam - dalam. "Aku tidak mengira mereka akan bungkam seperti itu. Ada penjelasan yang harus kalian dengar.."

"Kalau begitu jelaskan saja sendiri." Lexy mulai nyolot, membuat Freya menyodok pinggang nya.

"Aku tidak punya otoritas untuk itu. Maaf.." Shiro terlihat down sekali.

Setelah Shiro meninggalkan rumah, kelima bocah dan partner mereka berkumpul di ruang tengah. Frey mengajak mereka untuk berpikir ulang. Memikirkan semua penjelasan yang sudah mereka dapat sampai saat ini. Memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini. Di dunia yang berbeda ini.

"Apa kalian tidak merasa aneh? Pertama, orang - orang berjubah putih. ("Belum tentu mereka orang," gumam Lexy dan sekali lagi Freya menabok kepalanya) Kedua, dewan petinggi dan otoritas nya."

"Rasanya, seperti ada yang penghalang. Apa ya? Semacam pembatas antara kita dan mereka." Ren melipat tangannya sambil berpikir dalam.

"Yang pasti mereka menyembunyikan sesuatu dari kita. Seperti nya itu adalah hal yang 'tabu' buat kita tau." Mir kali ini bicara panjang lebar. "Aku merasa kita sedang dikurung di rumah ini. Ingat tidak? Waktu kemarin kita jalan - jalan keluar, semua orang menutup pintu nya saat kita lewat. Seolah - olah kita ini membawa virus atau semacamnya."

"Mungkin kita harus melihat dari sisi mereka. Mungkin kita ini semacam alien kali ya? Makanya orang - orang di sini begitu aneh saat melihat kita," jawab Frey. "Satu lagi hal yang aneh. Kerasa tidak? Tiap malam, saat kita mau tidur, di luar rame sekali. Tadi malam aku mengintip. Para Dewan Petinggi itu sedang menuju tempat pertemuan. Entah apa yang akan mereka bicarakan malam - malam begitu."

"Haruskah kita tanya ke Shiro?" usul Freya. "Atau... mau menyelidiki diam - diam?"

Tuesday, March 11, 2008

It Takes Two -- Worlds

Mata kelima bocah itu tidak juga berkedip dari pemandangan di depan mata mereka. Bangunan putih yang tidak begitu tinggi, tapi terlihat begitu elegan. Bahkan pepohonan dan semak yang ada di sana juga berwarna putih, seperti hiasan dari kaca.

"Sepertinya.. memang kita berada di dunia yang berbeda.. dengan yang kita tinggali.." gumam Mir lirih. "Kenapa pada awalnya aku bisa terdampar di sini..." Ren hanya bisa memalingkan wajahnya lagi.

"Jangan bilang begitu ah Mir," Freya menepuk pundak Mir dari belakang. "Biar aneh begini, tapi asik kok. Berpetualan bersama yang lain, ya 'kan?" Mir tersenyum kecil sambil mengangguk, mengiyakan.

Mereka digiring memasuki bangunan di tengah kota, tempat sementara di mana mereka akan tinggal selama ada di sini. Sambil minum teh, Shiro melanjutkan ceritanya.

"Intinya, kalian nantinya akan kembali ke dunia kalian, dan partner kalian tetap di sini, di tempat mereka seharusnya berada. Aku akan memberitau kalian kapan saatnya kalian pulang. Lewat ponsel kalian masing - masing itu tentu saja. Pokoknya..!" Shiro tidak memberi kesempatan pada Lexy untuk memotong penjelasannya. "..Aku akan memberi tau kalian. Sampai saat itu tiba, kalian cukup 'jalan - jalan' saja di dunia ini. Sekaligus, basmilah Shadow yang kalian temui di jalan nanti."

Shiro kemudian berbalik meninggalkan lima bocah yang masih terbengong - bengong itu. Sepertinya Shiro sibuk sekali. Ia pergi dengan tergesa - gesa, seperti ada sesuatu yang tidak beres di luar sana.

"Jadi? Apa rencana kita sekarang?" Tanpa babibu, Lexy segera menuju ke kamar tidur yang disediakan. Frey merasa sia - sia telah menanyakan hal itu. Ren dan Mir mengikuti jejak Lexy. Sementara Freya, memutuskan untuk tinggal lebih lama bersama Frey.

Banyak hal yang mereka bicarakan. Seolah tidak mengenal lelah, mereka melanjutkan percakapan sampai ketiga teman mereka yang lain akhirnya bangun dari tidur siang. Shiro datang lagi sore itu. Mengundang mereka mengikuti pertemuan.

"Aku akan memperkenalkan kalian pada para petinggi yang lain. Ada hal lain yang harus kalian tau." Shiro kemudian pergi lagi sambil setengah berlari. Yang lain hanya saling berpandangan dan geleng - geleng kepala.

"Ayo.." Kelima bocah itu bersiap menuju bangunan paling megah. Untuk mencari penjelasan yang lain.

Monday, March 10, 2008

Floatin' -- Above the Sky


Setelah kelima bocah itu memasuki gerbong, mereka akhirnya tau, bagaimana kereta itu bisa tiba - tiba berdiri tegak di depan mereka. Kereta hitam itu terangkat ke atas. Lexy bisa melihat permukaan tanah yang semakin menjauh. Sampai di ketinggian tertentu, kereta itu berhenti bergerak naik, dan mulai bergerak maju ke depan.

"Err.." Frey berusaha memulai percakapan dengan salah satu jubah putih yang sepertinya adalah pimpinan mereka.

"Selamat datang... Kami sudah menunggu kalian.."

"Apa maksudnya itu?" Lexy mengerutkan dahi nya, meminta penjelasan yang jelas dan singkat.

"Kami mengirim pesan ke dunia kalian, dan kalian menjawab panggilan kami. Panggilan untuk membantu kami," jawabnya lagi, sebelum Freya sempat memotong lebih lanjut. "Kami kekurangan orang di sini. Kami butuh anak - anak seperti kalian untuk membenahi tempat ini."

"Memangnya... ada apa dengan tempat ini? Lalu tadi kau bilang... dunia kami..?" Mir memberanikan diri bertanya.

Jubah putih yang berbicara itu akhirnya memperkenalkan dirinya. Shiro. Demikian ia biasa dipanggil. Tanpa menjelaskan lebih lanjut tentang segerombolan orang di belakangnya, ia melanjutkan cerita yang tadi. Kereta hitam ini bisa disebut sebagai perantara antar dimensi. Sekali menaiki kereta ini, maka orang itu akan sampai ke dunia -- atau dimensi -- lain.

Tempat mereka berada sekarang, walaupun terlihat biasa - biasa saja, ternyata tidak begitu di dalamnya. 'Inti' dari dunia ini sudah mulai berkarat. Mulai rusak. Penuh dengan Shadow, yang artinya, penuh dengan pikiran jahat dari para penghuni nya. Selama Shadow masih ada, maka dunia ini akan menjadi semakin buruk.

"Apa hubungannya dengan kami?" Ren kali ini bertanya.

"Bisa dibilang, kami kekurangan jiwa yang masih polos seperti kalian." Freya menjatuhkan pandangan menyindir ke arah Lexy, yang balas menatapnya. "Keberadaan partner di sebelah kalian adalah buktinya. Selama mereka masih mendampingi kalian, maka selama itu pula kami membutuhkan kalian."

"Artinya kami tidak bisa pulang sebelum mereka..." Frey menghentikan kata - katanya. Shiro hanya mengangguk pelan. "Aku.. entahlah.. bagaimana ya bilangnya... walaupun baru sebentar, tapi rasanya berat kalau harus berpisah dengan Rabi. Memangnya, apa tandanya kalau tugas kami di sini sudah selesai?"

"Biar ngobrolnya lebih enak, mari ikut dengan ku." Pintu gerbong kereta terbuka di belakang Shiro dan gerombolannya. Pemandangan yang sangat indah untuk dilihat. Sekeliling mereka hanya ada awan, dengan bangunan menjulang tinggi di sana. "Oh ya, ini adalah tempat tinggal kami, para Light. Selamat datang, di Klaudi Town.."

Saturday, March 8, 2008

Floatin' -- Depth : Surface

"He?"

"Loh?"

"Yo!"

"Hueee.."

"Ah!"

Dengan ekspresi kaget sendiri - sendiri, kelima bocah itu tiba - tiba sudah berhadapan satu sama lain. Tanpa perlu basa basi, mereka sudah melepas kangen masing - masing. Sambil duduk melingkar, mereka menceritakan pengalaman masing - masing.

"Ngomong - ngomong ini di mana ya?" Ren akhirnya menyadarkan mereka yang masih asyik ngobrol satu sama lain, membahas cara mereka bisa sampai di sini.

Langit merah subuh menghiasi daerah pinggiran sungai kecil tempat mereka berada. Sekeliling mereka hanya ada ilalang, sungai panjang, dan hanya mereka. Sambil berdiri, mereka memutuskan untuk mulai berkeliling.

Tidak ada tanda - tanda kehidupan satu pun. Bahkan serangga pun tidak ada di padang yang penuh ilalang tinggi itu. Mereka sudah hampir putus asa, sampai suara cerobong kereta hitam yang tidak asing di telinga mereka itu terdengar. Nyaring. Tapi tidak ada rel kereta di sana, jadi bagaimana kereta itu bisa sampai di sana?

Suara cerobong itu makin keras, tapi tetap saja tidak ada tanda - tanda moncong gerbong itu akan muncul. Lexy menghela napas panjang sambil duduk pasrah. Merasa frustasi karena ada suara tapi tidak ada sosok apa pun yang muncul. Sampai sedetik kemudian, kereta hitam itu sudah berdiri menjulang di sebelahnya.

Seolah jatuh dari langit, kereta hitam, tanpa ada Tom sebagai masinisnya itu, berdiri menjulan di depan kelima bocah yang hanya bisa terdiam itu. Banyak kejadian aneh yang terjadi, tapi ini lah yang paling aneh yang pertama kali mereka saksikan.

Frey baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbong, saat ia kemudian berteriak kaget. Gerbong itu tidak kosong. Sekelompok orang dengan jubah putih menjuntai sampai bawah berada di dalam. Frey melangkah mundur, tapi satu dari sekian banyak jubah putih itu memanggilnya masuk.

"Masuklah.. Kami sudah menunggu kalian..."

Friday, March 7, 2008

Floatin' -- Depth : 10m


Freya terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Bangunan - bangunan mulai runtuh di sekelilingnya. Orang - orang berhamburan keluar, berusaha menyelamatkan diri. Teriakan sahut menyahut dari segala arah. Langkah Freya tertahan sejenak.

'Jangan berhenti!' sahut Dino, menyadarkan Freya yang kembali berpacu.

Mereka berhenti di padang rumput yang letaknya jauh dari kota. Roundtrap Town hancur. Hanya itu yang ada di pikiran Freya. Setengah jam yang lalu, mereka baru saja tidur - tiduran santai. Sampai tiba - tiba gempa besar itu datang. Seluruh kota jadi kacau balau.

"Apa yang terjadi sih? Kenapa tiba - tiba ada gempa?"

'Tidak tau.. Apa yang kaulakukan?'

"Sms Frey.. Siapa tau di tempat dia juga gempa.. Huff.. Lalu? Kemana kita sekarang? Sudah tidak ada tempat buat bermalam lagi... Guri?"

'Ada yang memanggil ku...' Guri mulai berjalan dengan pandangan mata kosong, memasuki rentetan pepohonan yang menjulang tinggi. Freya mau tak mau mengikutinya dari belakang.

Semakin masuk, pandangan mereka akan Roundtrap semakin hilang, tertutup tingginya pohon. Sama sekali tidak ada tanda - tanda kehidupan di dalam hutan itu, tapi tetap saja langkah Guri makin mantap masuk ke dalam.

"Oh.." Langkah keduanya terhenti. Cahaya hijau sama seperti saat Freya menemukan Guri, menjulang tinggi sampai ke langit. Kali ini Freya melangkah duluan, meninggalkan Guri yang tatapannya masih kosong. "Frey.. ada di sana.."

'Freya!' Pandangan mata Guri sudah kembali normal.

"Guri! Ayo ke sini!"

'Kau yakin?'

"Umh! Frey ada di seberang sana! Ayo!"

Tanpa ragu, Guri mengikuti Freya memasuki cahaya itu. Sesaat kemudian, cahaya hijau itu terangkat ke langit, hilang dan membaur bersama warna biru angkasa.

Thursday, March 6, 2008

Floatin -- Depth : 20m

"Biaya pendaftaran nya 30.000 Trax."

"Ha?"

'Sepertinya mata uang di sini namanya Trax.'

"Aku hanya ada uang segini.."

Lexy menumpahkan isi kantong uang nya, menimbulkan suara berisik di lobi pendaftaran peserta Coliseum itu. Petugas di depannya memandang nya sinis, sambil meneliti koin - koin di depannya.

"Kau membodohiku ya? Ini kan uang mainan."

Lexy sudah akan menggebrak meja kalau saja Phoenix di sebelahnya tidak melenggang terbang ke depan. Sambil seolah meminta maaf, Phoenix itu menggiring Lexy menjauhi meja registrasi.

"Apa sih?! Ini uang beneran tau! Uang mainan apanya?!" Lexy mengomel, membuat semua orang di sana menoleh sambil berbisik - bisik.

'Jangan kekanak - kanakan. Tiap kota punya aturan dan budaya yang berbeda. Mata uang juga begitu.' Lexy sudah merengut tidak karuan. Petugas registrasi menepuk bahunya, mengembalikan uang yang tadi ia tinggalkan begitu saja. Di sawutnya begitu saja koin - koin itu.

"Segitu pengennya ikut kompetisi ini ya?" Petugas di depannya bertanya sambil ikut - ikutan merengut.

"Menurutmu?" Lexy tidak kalah nyolot. Phoenix nya langsung nangkring di bahu Lexy, berusaha menenangkan emosi partner nya itu.

Tiket masuk dipampangkan di depan wajah Lexy. Dengan tatapan sedikit menghina, petugas di depannya itu hanya nyengir lebar. "Mau ikut apa tidak?" Kali ini Lexy mengambil tiket itu perlahan.

"Sankyu.." Lexy bergumam pelan. Petugas itu kemudian menjelaskan peraturan tanding nya. Yang akan bertanding adalah Lexy dan partnernya, yaitu Phoenix. Untuk babak pertama, lawannya bukan sesama peserta, tapi Shadow. "Setelah itu?"

"Yaah.. nanti saja kujelaskan setelah kau menang. OK? Nah sana, masuk!" Petugas itu mendorong punggung Lexy, memasuki ruangan pertandingan. Lapangan bundar dengan luas yang tidak biasa terpampang di mata Lexy. Para penonton bersorak sorai dari kursi. Di depan Lexy, pintu gerbang yang menjulang tinggi mulai membuka perlahan, menampilkan Shadow dengan tinggi 2x lipat nya Lexy.

Phoenix sudah tidak kesulitan memakai kekuatannya. Dalam sekejap, Shadow di depannya sudah mulai menghilang perlahan. Asap tebal menutupi Coliseum itu.

"Phoenix! Oi!" Lexy maju perlahan mencari partner nya itu.

'Lexy!' Phoenix merah melayang di depannya. Bayangan hitam muncul tepat di belakangnya, siap menerkam si burung merah. Shadow. Secara reflek, Lexy menarik tangannya, dan detik kemudian Shadow itu menghilang, digantikan cahaya putih yang menyelimuti Lexy dan Phoenix.

Wednesday, March 5, 2008

Floatin' -- Depth : 30m

Pepohonan menjulang tinggi di kanan dan kiri Ren. Sambil menghela nafas, ia mengelus Inuki di sebelahnya, berusaha mengembalikan tenaga nya yang hilang setelah memasuki Dream Forest. Peta di tangannya diremas perlahan.

Mata nya terpejam perlahan. Berusaha menenangkan pikirannya yang kacau, gara - gara merasa tersesat. Ia yakin sekali arah tujuannya sudah benar, tapi entah kenapa, tempat tujuan yang seharusnya sudah dicapai dari tadi tidak ketemu juga.

"Inuki... Ngomong dong..." gumam Ren setengah sadar. Yang dipanggil hanya menoleh perlahan. "Padahal yang lainnya bisa bicara kan... kenapa cuma kau saja yang tidak bisa..." Ren melirik isi sms yang baru saja diterima dari Frey, yang sepertinya di sent to all.

'Aku dan Rabi sedang dalam perjalanan menuju Istana. Bagaimana dengan mu? Sehat? Di mana kau sekarang? Ada kejadian apa? Aku dan Rabi baik - baik saja.'
'Aku baru saja tau, kalau ternyata Rabi bisa bicara. Kaget sih, tapi dengan begini ada teman ngobrol. Seharusnya yang lain juga bisa kan?'
'Nanti kalau sudah sampai, aku akan kabari kau lagi. Sampai nanti.'

Ren mengangkat kepalanya. Tanpa sengaja, matanya menangkap sesuatu. Ren berdiri tegak sambil memicingkan matanya.

"Inuki... itu apa ya..?" Ren menunjuk ke titik merah di ujung langit. Seolah mengerti apa yang ingin dilakukan Ren, Inuki mengeluarkan cahaya dari mulutnya itu, ke arah langit.

Cahaya biru menutupi titik merah itu. Membuatnya seolah menghilang. Beberapa detik kemudian, Titik merah itu membesar perlahan, mendekat ke arah hutan. Belum sempat Ren dan Inuki menghindar, titik yang mulai menjadi cahaya merah pekat itu sudah menyelimuti keduanya.

Di dalam kepala Ren, suara seseorang bergema pelan.

'Jangan khawatir, aku akan selalu menemani mu Ren... Walaupun mulutku tidak bisa bicara.. Aku akan selalu melindungi mu...'

"Inuki.." Ren membuka matanya perlahan. Serigala biru itu berdiri dengan tegap di depannya.

'Sebentar lagi kita sampai... Sampai saat itu, istirahatlah yang cukup..'

Sambil tersenyum puas, mata Ren kembali menutup.

Sunday, March 2, 2008

Floatin' -- Depth : 40m

"Hoi! Keluarkan kami!! Hoi!!!" Frey menggedor jeruji di depannya. Tidak ada respon. Sekali lagi Frey memukulkan kepalan tangannya ke jeruji, kemudian menyandarkan badannya ke dinding tempat ia dan Rabi dikurung.

Baru sampai di depan istana yang dibicarakan Rabi, mereka sudah dikepung tiba - tiba oleh sepasukan prajurit, yang tanpa berbicara apa pun, langsung menggiring mereka ke penjara bawah tanah, tempat mereka sekarang.

Mereka hanya ditinggalkan begitu saja. Tanpa ada penjelasan apa pun. Tanpa ada pengawas satu pun. Frey sudah kehilangan kesabarannya, sementara Rabi di sebelahnya hanya bersikap tenang. Mata hitam kecil Rabi dari tadi mengamati pola aneh yang tergambar di sisi dinding penjara. Ia berusaha mengingat sesuatu dari tadi. Sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu.

"Memangnya ini apa sih?" Frey berdiri di sisi dinding bergambar itu. "Paling cuman corat coret iseng." Frey mengetokkan kepalan tangannya, dan suara berirama membuat nya terkejut dan mundur menjauhi dinding itu.

'Ah, aku ingat..' Rabi menggantikan Frey di depan gambar itu. Kepalan tangan kecil nya mulai memukul dinding itu di tempat yang berbeda. Menimbulkan irama lagu yang khas. Tak lama kemudian, pintu jeruji terbuka perlahan.

Frey mengomel tidak karuan sepanjang koridor yang mereka susuri. Rabi hanya menanggapi sekenanya. Mereka menelusuri istana besar itu. Hiasan - hiasan aneh menghiasi tiap koridor yang mereka lalui, membuat Frey semakin gencar mengomel.

'Ini ruangan Raja,' gumam Rabi sambil membuka pintu besar di depannya. Di dalam, hanya terdapat kursi kosong.

"Hee.. Ini istana mu ya Rabi?" Frey mengambil kesimpulan setelah melihat foto yang terpajang di dinding. Foto yang mirip Rabi tergantung di situ.

'Bukan punya ku, tapi saudara kembar ku.. Sama seperti mu Frey, aku juga punya saudara kembar. Mungkin itu yang membuat kita cocok.' Frey manggut - manggut.

"Lalu ngapain kita ke sini?" Belum sempat Rabi menjawab, cahaya terang muncul dari arah kursi kosong di depan mereka. Rabi melangkah perlahan menuju arah cahaya. "Rabi?"

'Ayo, ini tujuan kita selanjutnya.'

Dengan langkah mantap, Frey mengikuti Rabi masuk ke dalam cahaya itu. Meninggalkan istana yang perlahan - lahan menghilang ke dalam kabut.