Thursday, February 28, 2008

Floatin' -- Depth : 50m

Saat Mir tersadar, sekelilingnya gelap gulita. Tidak ada satu cahaya pun. Tapi anehnya, dia bisa melihat dirinya sendiri, dan Brownie tepat di sebelahnya.

'Kau sudah sadar?' Suara rendah Brownie membuat Mir terlonjak. Belum sempat Mir membuka mulutnya, Brownie sudah bicara lagi. 'Tidak usah kaget begitu.'

"Di mana ini?"

'Perbatasan Dark dan Light.' Mir menatap ke sekelilingnya.

"Bagaimana cara kita keluar dari sini?"

'Percaya saja, dan ikuti aku. Sedikit saja kau kehilangan kepercayaan mu, maka kau akan tersesat di sini. Selamanya.' Brownie mulai terbang rendah, diikuti Mir dari belakang.

"Aku percaya pada mu. Bawa aku keluar, oke?"

Perjalanan keduanya tidak begitu menyenangkan. Berkali - kali Mir menabrakkan kepalanya entah ke mana. Tabrakan terakhir membuat Mir sedikit panik, karena ia merasakan darah mengucur dari kepalanya.

'Itu bukan darahmu kok. Karena di sini sebenarnya tidak ada halangan, hanya sugesti mu saja.' Nasehat dari Brownie membuat Mir mengerutkan kepalanya. Tapi setelah mencoba berpikir bahwa tidak terjadi apa - apa pada kepalanya, ia tidak lagi merasakan darah yang mengucur itu. Sepanjang perjalanan pun tidak ada lagi yang menahannya.

'Sebentar lagi kita sampai, jangan terburu - buru ya, karena pikiranmu bisa kacau nanti.'

"Hei, dari tadi aku mau tanya. Bagaimana kita bisa masuk ke tempat seperti ini?"

'Hati mu terlalu lemah.' Mir mengerutkan keningnya. 'Kau jadi kacau gara - gara ditinggal adik mu itu kan? Dalam keadaan seperti itu kau jalan - jalan tanpa arah, tentu saja kau jadi santapan Light.'

"Maksudnya..?"

'Light. Mereka senang mempermainkan orang labil seperti mu. Membawa mereka ke tempat ini. Dan jika mereka tidak cukup kuat, mereka akan mengendap di sini. Nah, siap - siap, jalan keluarnya sudah di depan ma-'

Cahaya terang membuat Mir memejamkan matanya, memotong kata - kata Brownie, dan detik berikutnya saat Mir membuka mata, mereka berada di kota baru.

Hazel Town.

Wednesday, February 27, 2008

Looking for 'You' -- Partners

Kami disebut Partners. Kami bertugas mendampingi, melindungi, orang - orang yang akan kami temani. Saat ini kami sedang akan 'dikemas' untuk kemudian dikirim ke tempat lain. Ke dunia lain. Tapi tidak semuanya akan menjadi Partners. Ada juga yang kemudian menjadi 'Shadow'.

Saat ini kami mengambil wujud sebagai binatang. Mulai dari binatang yang biasa ditemui, sampai binatang yang hanya ada di cerita dongeng. Kami dulu adalah manusia. Manusia yang gagal melindungi orang yang sangat kami cintai. Kegagalan itu membuat kami mengambil wujud seperti saat ini. Untuk menebus dosa. Dosa yang membuat kami terus menyesali ketidak mampuan kami saat masih hidup dulu.

Ada 3 golongan di tempat kami berada sekarang. Dark, Light, dan Blank. Dark, menarik semua yang ada menjadi 'Shadow'. Menghancurkan, merusak, menghilangkan, dan membuat semua yang baik menjadi buruk. Sayangnya, sebagian Shadow berasal dari Partners sendiri, yang bahkan tidak tau apa yang terjadi pada mereka saat mereka sadar nanti. Light, mereka yang hanya melihat dari tempat tinggi, menertawakan apa yang terjadi, tanpa berbuat apa pun. Terakhir, Blank. Partners. Kami tidak berpihak ke mana pun. Kami hanya membantu untuk memperbaiki dunia ini, bersama dengan yang lain.

Oh, lagi - lagi jumlah kami berkurang. Awan hitam menyelubungi sebagian dari kami. Tidak lama lagi mereka akan hilang, dan begitu sadar, mereka akan menjadi Shadow. Ah, yang di sebelah sana. Cahaya terang menyelubungi deretan Partners. Yang di sebelah sana nanti akan menjadi bagian dari Light.

'Kemasan' kali ini meteor ya? Sepertinya menarik. Bagaimana yang keadaan dunia sekarang? Apakah masih penuh kekacauan seperti dulu? Ah! Orang itu datang lagi! Tuh, kan lagi - lagi dia menghampiri sudut itu. Memandangi Partner yang ada di situ. Tuh kan, dia menangis lagi. Persis seperti terakhir kali dia datang.

Oh, dia datang ke arah sini. Eh? Mau dibawa ke mana kami? Ke dunia yang lain dengan yang biasanya? Wah, sepertinya tempat yang indah. Sama sekali tidak ada tanda - tanda Dark ataupun Light. Lo, kertas apa itu yang disobek dari bajunya? Semakin mendekat ke sini.. T.. O... M...? Namanya ya?

Tom! Terima kasih! Kita pasti bertemu lagi.. dan saat itu, kami akan membalas kebaikanmu..!

Saturday, February 23, 2008

Looking for 'You' -- Tom

Permintaan ku berhasil. Anak - anak itu datang. Dari 5, hanya 3 yang membawa partner. Tapi itu gampang saja, aku bisa memberikannya di sana. Di kota yang tak bernama itu. Dengan begini, sudah pas. Tiap orang dengan partner nya masing - masing. Aku sudah tidak bisa lagi membendung Shadow yang ada.

Mereka sudah berada di jalur nya masing - masing. Hanya 1 orang yang kukhawatirkan. Semoga ia tidak tersesat tanpa saudaranya yang lain. Sebenarnya aku ingin mengajak semuanya ke Roundtrap Town ini. Tapi mereka memang harus melewati jalur yang berbeda. Mereka harus menemukan jati diri mereka dulu. Sebelum menghadapi yang lebih berat lagi.

3 Shadow terakhir itu memang sedikit berlebihan. Aku tiba tepat waktu, dan untungnya aku tidak ikut campur, karena kalau iya mungkin Lexy tidak akan menemukan kekuatan dalam diri nya sendiri itu. Kekuatan dari partner Frey dan Mir tidak perlu lagi diragukan. Tapi keduanya membuatku khawatir, terutama Mir, yang sangat rapuh.

Frey seharusnya sudah sampai di jalur utama. Ia tinggal menyusurinya, dan ia sudah sampai di tempat tujuan nya. Ren, mungkin sedikit kesusahan, karena Dream Forest sedikit berkabut. Freya tidak perlu dikhawatirkan, dia berada di tempat yang aman. Lagipula ada aku di sini. Lexy berada di Coliseum yang diawasi langsung oleh 'dia', jadi seharusnya tidak terjadi hal yang buruk. Tinggal Mir. Seharusnya dia mencapai jalur yang benar. Tapi aku tetap tidak bisa mempercayai Light, walaupun mereka memang bukan gerombolan Shadow.

Menuju ke tempat itu memang butuh waktu dan perjuangan yang keras. Semoga aku tidak mengambil langkah yang salah dengan menempatkan mereka satu satu begini. Aku masih bisa mengawasi mereka lewat sinyal HP sih, tapi tetap saja keadaan mereka tidak bisa kupantau langsung.

Kantor di Ringroad Station tidak berubah sama sekali sejak terakhir kali. Semua file - file ku masih tersimpan rapi. Aku memasukkan data ke lima bocah itu, lengkap dengan partner mereka masing - masing. Dengan begini 'dia' bisa tau perkembangan mereka setelah melewati jalur yang kuberikan.

Ya Tuhan, kumohon berkatilah mereka. jangan sampai kejadian buruk itu terulang lagi pada mereka. Semoga mereka baik - baik saja. Sampai mereka sampai di tempat tujuan.

Friday, February 22, 2008

Looking for 'You' -- Lexy

Teriakan makian dan cacian. Selama 1 bulan terakhir hanya itu saja yang meramaikan rumah ku. Entah ada aku atau tidak, semuanya sama saja setiap hari. Hanya gara - gara masalah kecil, pertengkaran selalu merembet ke masalah perceraian. Aku muak. Aku tidak betah lagi ada di rumah.

Pertama kali aku terjun ke sudut kota, aku disambut segerombolan bocah yang sok mafia. Menodongku yang jago karate? Sama saja dengan cari mati. Tanpa banyak kesulitan aku menundukkan mereka. Entah kenapa, perasaan tertekan ku yang selalu ada jika sedang di rumah berkurang sedikit. Makin dalam aku masuk ke sudut kota yang gelap, makin banyak kutemukan orang yang tidak biasa. Mereka menerimaku, walaupun aku selalu habis babak belur sepulangnya dari sana.

Salah satu pentolan mafia di sana pernah keceplosan. Daerah nya jadi sepi saat aku absen 'berkunjung' ke markas mereka. Pertama aku hanya datang saat pulang sekolah. Tapi lama kelamaan sekolah pun menjadi tempat yang menyebalkan. Ketidak rukunan keluargaku dibuat para pengajar untuk mencari alasan nilaiku yang turun.

Pagi itu aku telat masuk. Tanpa sadar kaki ku sudah melangkah ke sudut kota. Sungguh 2 sisi yang berbeda. Di siang hari, sudut kota itu terlihat begitu terang, dan aku bisa melihat celah di mana para mafia di sana biasa menghilang saat para polisi mengejarnya. Semakin ke dalam, makin banyak celah yang bisa kulihat. Dari satu hari itu, paling tidak hanya sepersepuluh bagian yang sudah kulalui.

Rutinitas sekolahku berubah sejak hari itu. Tidak pernah lagi aku datang ke sekolah. Aku selalu menuju sudut kota itu. Kemudian mencari celah yang tidak kuketahui. Baru malam nya aku pulang. Seperti biasa, dengan memar di sekujur tubuhku, dan kedua orang tuaku akan kembali saling menyalahkan satu sama lain. Aku mual. Aku sudah tidak bisa lagi tinggal di sini.

Keputusan pergi ku hampir berubah saat malam itu kedua orang tuaku terduduk bersama. Menanti kepulanganku. Tapi aku sudah tidak bisa mundur lagi. Aku harus tetap maju. Sunset Town, kota tanpa nama, dan sekarang Coliseum Roundtrap Town. Phoenix di sebelahku dengan setia menemaniku. Aku tidak tau apa jadinya kalau waktu itu aku benar - benar mengusirnya.

Aku masih ingat saat ia datang dengan bulu terkoyak setelah kami bertengkar. Saat itu, aku benar - benar membutuhkan Frey untuk menonjokku. Aku tidak akan mengulangi hal yang sama kedua kalinya. Kali ini sudah tidak ada Frey. Aku berjalan sendiri.

Coliseum itu dipenuhi orang - orang yang membawa binatang - binatang aneh seperti Phoenix ku. Aku mendaftarkan diri ku sebagai salah seorang peserta. Lumayan, dapat makan dan tempat bermalam. Sambil istirahat dan mempersiapkan diri, aku memejamkan mataku sejenak. Sebenarnya apa yang kucari sampai jauh - jauh ke sini? Apa yang kulakukan di sini? Apa gunanya aku ikut pertandingan di sini?

Aku ingin jadi kuat. Aku ingin bisa melindungi orang - orang yang kusayangi. Tapi di atas semua itu, aku ingin merasakan sekali lagi, hangatnya sebuah keluarga.

Looking for 'You' -- Freya

'Frey loncat kelas lagi? Hebat ya. Makanya Freya, contohlah kakak mu itu.'

'Juara 1? Memang anak yang membanggakan ya Frey itu, tidak seperti kembarannya..'

'Tokyo University lo! Dapat beasiswa lagi! Benar - benar anak yang pintar! Siapa namanya? Frey ya?'

Dari kecil, hanya kata - kata pujian buat Frey yang selalu kudengar. Seberapa keras pun usaha ku, yang dipuji selalu Frey, Frey dan Frey. Aku baru saja memenangkan kompetisi olahraga antarkelas hari itu. Piala itu kubawa pulang, berharap aku akan mendapat pujian dari kedua orang tuaku. Tapi hanya tamparan di wajah yang kudapat.

'Kau mau menghina Frey ya?! Dia kan lagi sakit! Kalau saja dia tidak sakit, mungkin piala itu akan dibawa olehnya!!'

Sejak saat itu, aku tidak lagi mau berkutat dengan yang namanya perlombaan, kompetisi, apa pun itu. Sekedar membantu tak apa, tidak perlu penghargaan khusus. Lagipula yang selalu diharapkan adalah Frey, bukannya aku. Frey mengerti apa yang aku rasakan. Kami kan saudara kembar. Perasaan salah satu bisa dirasakan dengan mudah tanpa bertatap muka sekalipun. Malam itu Frey menjelaskan panjang lebar padaku. Ia akan pergi dari rumah. Ia memilih sekolah lanjutan yang jauh dari rumah, agar ia tidak perlu lagi pulang. Dengan begitu, aku bisa melakukan apa pun yang kusuka tanpa bayang - bayang nya.

Selama 3 tahun Frey tidak pernah pulang ke rumah. Sibuk dengan pekerjaan sekolah, katanya. Aku masih berhubungan dengannya. Tidak ada orang lain yang bisa kuajak berunding selain dia. Tanpa menjelaskan apa pun, ia bisa mengerti semua masalahku, begitu pula sebaliknya.

Sebenarnya aku ingin mengajak Frey pergi saat kereta hitam itu datang. Tapi aku tau apa yang akan kudapatkan. Cercaan dan makian dari kedua orang tuaku. Makanya aku pergi diam - diam. Tapi memang insting Frey hebat, ia tiba tepat sebelum aku menaiki kereta hitam itu dan pergi dari rumah.

Berpisah dengan Frey memang menyedihkan. Air mataku mengalir terus di kereta hitam yang membawaku dan Lexy pergi dari kota tanpa nama. Apakah Frey juga menangis sama sepertiku? Apakah dia merindukanku? Apa dia sehat? Sampai saat ini aku tidak merasakan hal yang aneh, itu artinya Frey pasti baik - baik saja.

Aku baru melihat plang kota di mana aku tiba dengan menaiki kereta gantung. Roundtrap Town. Kota yang kelihatan 'hidup' dibandingkan kota tanpa nama yang sama sekali tidak ada tanda - tanda kehidupan itu. Orang - orang di sana semuanya memasang wajah yang cerah. Seolah - olah tidak ada kesedihan satu pun di kota itu.

Mataku terpaku pada sepasang bocah kembar dengan pakaian yang sama, bergandengan tangan sambil berlari pelan. Ah, rindunya. Dulu juga aku dan Frey seperti itu. Frey sedang apa ya. Kemana dia akan pergi jika dia ada di sini? Pasti dia akan melirik ke arahku, kemudian menuju ke penginapan. Seolah - olah dia tau kalau aku sedang kecapekan dan butuh tidur.

Kakiku melangkah ke penginapan di dekat sana. Setelah memesan sebuah kamar, aku merebahkan badanku, dan kembali pikiranku melayang jauh. Jauh ke waktu sebelum aku pergi menaiki kereta hitam itu. Jauh ke waktu kami masih kecil.

Tiba - tiba, aku merasa ingin pulang..

Thursday, February 21, 2008

Looking for 'You' -- Mir

Aku tidak suka berada di rumah. Setelah ayahku pergi meninggalkan rumah tanpa alasan yang jelas, ibu lebih sering lagi mengurung diri nya di kamar. Makan pun harus aku yang menyiapkan sendiri. Rutinitas ku selalu sama setiap hari, menyiapkan makan, ke sekolah, beres - beres rumah, masak, tidur. Begitu terus setiap hari. Sampai bocah itu tiba.

Aku baru pulang dari sekolah, saat tiba - tiba ibu terpaku di ruang tamu, melihat seorang bocah berumur kurang lebih 7 tahun, dengan tatapan ketakutan. Tidak ada yang aneh pada bocah yang dipanggil Ren itu. Tapi ibu selalu ketakutan setiap kali bertatapan mata dengannya. Ren sendiri juga tidak ambil pusing.

Sering aku ingin mengajaknya bermain, tapi aku takut ibu akan marah. Aku tidak mau ibu menganggapku anak nakal. Apa pun yang terjadi aku harus mendapat predikat 'anak baik' di mata ibu.

Malam itu hanya seperti malam - malam biasanya. Tapi tiba - tiba saja ibu mengambil tongkat panjang, dan memukuli Ren. Sepertinya Ren ketauan menyelinap keluar. Aneh. Memangnya kenapa kalau Ren keluar? Ibu menginterogasinya habis - habisan. Apa ada yang melihatnya, apa yang dia lakukan di luar, ke mana dia pergi. Itu pertama kalinya aku melihat ekspresi wajah ibu yang menakutkan. Sejak malam itu, aku memutuskan. Aku akan pergi. Setelah lulus sekolah, aku akan pergi dari rumah ini.

Dan di sinilah aku. Kota tanpa nama. Penuh dengan Shadow. Tinggal berdua dengan Ren. Aku tau sebenarnya Ren tidak suka berada di dekatku. Tapi aku juga tidak mau sendirian. Aku tidak tau apa yang kulakukan di sini jika aku sendirian. Mungkin aku akan menangis sepanjang hari, menyesali kenapa aku pergi dari rumah hari itu. Tapi sekarang sudah ada Brownie. Aku sudah tidak takut lagi sendirian. Tapi mau ke mana aku?

Kereta hitam itu sudah pergi. Aku menyesal kenapa aku tidak ikut saja waktu itu, malah bilang mau bersama dengan Ren. Waktu Frey bilang mau ke bagian kota yang lain, aku juga tidak bsia bilang kalau aku mau ikut dengannya. Selalu begitu. Aku hanya bisa menyesali setiap keputusan yang kuambil.


***

Pagi itu bagaikan mimpi buruk. Ren hilang. Inuki juga tidak ada. Hanya tinggal aku dan Brownie. Aku terduduk lemas. Apa yang harus kulakukan? Harus ke mana aku sekarang? Kakiku melangkah tanpa arah, menyusuri kota tanpa nama itu. Tanpa sadar aku sudah sampai di stasiun. Aku berharap kereta hitam itu tiba - tiba muncul, dengan Tom sebagai masinisnya. Brownie tiba - tiba terbang rendah. Aku mengejarnya. Aku tidak mau ditinggal sendirian.

Tunggu!

Jangan tinggalkan aku!

Aku tidak mau sendirian di sini!!

Brownie menoleh sesaat. Aku masih terus berteriak. Dan sedetik kemudian, pandanganku hitam pekat.

Looking for 'You' -- Frey

Frey dan Freya. Kata orang, itu adalah nama dewa dewi kembar dari legenda mithos Yunani. Menyandang nama yang dianggap hebat oleh orang - orang, aku selalu berusaha sebaik mungkin agar bisa diterima di lingkungan tempat tinggalku. Nilai terbaik sekelas, loncat kelas, masuk universitas paling bagus. Tidak ada orang tua yang lebih bangga lagi selain orang tuaku. Seharusnya hal itu juga berlaku untuk seluruh anggota keluargaku. Tapi tidak begitu dengan Freya.

Saudara kembar cewek ku yang satu ini selalu santai. Aku selalu memberi contoh agar dia rajin seperti ku, tapi sepertinya ia hanya rajin di bidang olahraga saja. Anak kembar katanya punya insting yang lebih bagus. Sepertinya hal itu benar. Terbukti saat Freya ingin pergi dari rumah, entah kenapa firasatku langsung menyuruhku untuk pergi ke stasiun. Dan benar saja. Hanya ditemani oleh seekor Dino hijau di sebelahnya, Freya hendak menaiki kereta hitam yang tidak jelas itu.

Sebenarnya aku iri. Hanya Freya yang mendapat undangan untuk pergi. Aku juga mau. Aku tidak mau kalah dari siapapun, termasuk saudara ku sendiri. Karena itu aku ikut menaiki kereta hitam yang pertama kali berhenti di Sunset itu. Untuk pertama kalinya, Freya bersikap sangat cuek padaku. Dan di kota tanpa nama ini, akhirnya ia pergi meninggalkanku. Ia ikut bersama Lexy, bocah tengil yang suka sok - sok an itu. Aku tidak bisa mencegahnya pergi. Aku hanya merelakannya pergi menaiki kereta hitam itu sekali lagi.

Apa yang kulakukan saat ini.. Aku hanya luntang luntung di jalan tanpa ujung ini. Hanya karena aku penasaran, saat ini aku malah berjalan dengan Rabi, makhluk khayalan ku yang sering kugambar saat kecil. Dia bisa bicara, persis seperti yang kubayangkan dulu. Tapi aku tidak bicara banyak dengannya.

Sungai kecil di sepanjang jalan yang kulalui jadi tempat peristirahatan. Aku tidak tau lagi apa yang kulakukan sekarang. Aku hanya terus berjalan dan berjalan.

'Frey... kau tidak apa - apa?'

"Oh, uhm, tentu saja. Kenapa?" Aku bertanya pada Rabi yang duduk di sebelahku. "Ngomong - ngomong jalan ini menuju ke mana sih?"

'Ke istana.' jawab Rabi singkat. 'Kau mau ke sana?'

"Yah, kan aku sudah tidak ada tujuan lagi.."

'Sedikit lagi sampai kok.'

Aku mengangguk pelan. Pikiranku melayang kembali ke Freya. Bisa apa cewek tomboi cengeng itu sendirian tanpa aku, kakaknya, mendampinginya. Hanya satu yang kuharapkan. Semoga dia tidak apa - apa. Semoga, di suatu tempat, aku bisa bertemu dengannya lagi. Suatu saat nanti...

Wednesday, February 20, 2008

Looking for 'You' -- Ren

Nama ku Ren. Tidak ada nama belakang, karena dari kecil aku sudah yatim piatu dan tanpa sengaja 'tertampung' di rumah keluarga Silvery, keluarga Mir, kakak perempuan tiri ku. Hal yang pertama kali kuingat, saat tinggiku masih setengah dari tinggi badanku sekarang, hanyalah saat aku terbangun di sebuah ruang tamu yang suram. Seorang wanita paruh baya dan anak cewek berdiri di sebelahnya, menatapku dengan pandangan takut.

Kehidupan ku setelah itu tidak jauh dari kamar atas. Aku hanya keluar untuk makan dan mandi. Pelajaran? Aku belajar sendiri dari tumpukan buku - buku lama Mir yang ada di kamar sempit ku itu. Pakaian? Kardus - kardus di kamar itu cukup banyak menyimpan baju yang cukup untuk kupakai. Ponsel? Entah kenapa benda mahal ini juga terselip di sela - sela kardus baju.

Aku ingin pergi dari rumah ini. Aku ingin pergi ke luar. Makanya malam itu, untuk pertama kalinya aku menyelinap keluar, dan wanita paruh baya yang dipanggil 'Ibu' itu memergokiku. Pukulan dan tamparan mendarat di tubuhku. Hal itu tidak menyurutkan semangatku. Makin lama aku makin ahli menyelinap. Terutama malam itu, saat tiba - tiba HP yang tidak pernah berbunyi selama 10 tahun itu tiba - tiba menyala. SMS aneh membawaku menyelinap keluar, dan membawa ku pergi dari rumah Silvery.

Seharusnya aku pergi sendiri. Seharusnya aku sudah bebas. Tapi Mir tidak membiarkanku begitu saja. Tanpa berpikir panjang, dia menaiki kereta yang sudah berjalan itu, dan saat ini ia masih berada di hadapanku, bermain dengan Brownie, elang kecilnya yang baru saja muncul dari timbunan Shadow. Terperangkap di kota tanpa nama ini bersama dengan Mir, tidak ada bedanya dengan keadaan di rumah Silvery.

Inuki muncul di sebelahku, membawa buku di mulutnya. Buku itu penuh dengan tulisan - tulisan yang tak bisa ku baca. Di halaman terakhir ada peta besar. Dream Forest. Oh, letaknya berlawanan dengan arah yang dituju Frey. Aku ingin pergi ke sana. Tapi apa aku harus membawa Mir lagi?

Kebebasan. Hanya satu hal itu yang kuinginkan. Aku iri pada Freya yang berani meninggalkan Frey demi ego nya sendiri. Aku iri pada Lexy yang tanpa beban bisa melakukan apapun yang dia inginkan, walaupun sedikit aroga. Aku iri pada Frey, yang bisa mengatur segala sesuatunya dengan tenang. Aku ingin kebebasan. Aku ingin pergi dari Mir.

Malam ini bulan tidak terlalu terang. Seharusnya tidak akan ketauan kalau aku menyelinap pergi. Aku menuliskan surat di kertas dari buku yang dibawa Inuki. Malam ini aku akan pergi dari Mir. Di akhir surat, tidak lupa aku menuliskan pesan untuk Mir.

PS : Maaf Mir, aku menginginkan kebebasan. Ren.

Tuesday, February 19, 2008

You Go Your Way -- 5 Road

"Kita berpisah di sini?" Freya menoleh ke arah saudara kembarnya, Frey. Lexy di sebelahnya sudah berdiri mantap di dekat pintu gerbong kereta.

"Aku titip Freya," gumam Frey sambil memegang pundak Lexy. Yang dititipi hanya mengangguk pelan. "Thanks." Frey beralih ke Freya. "Jaga diri baik - baik. Aku tidak bisa lagi menjagamu," Frey menepuk kepala Freya pelan.

Kereta hitam mulai melaju pelan. Lexy dan Freya melongokkan kepala mereka keluar. Menatap Frey, Ren dan Mir untuk terakhir kali nya. Suara cerobong asap menambah kecepatan laju kereta. Mir melambaikan tangannya sampai akhirnya kereta hitam itu tidak terlihat lagi. Frey menghela nafas panjang, dan ketiga bocah itu menuju kembali ke Gereja tua tempat mereka tinggal beberapa hari lalu.


***

"Jangan nangis lagi.."

"Berisik..." Freya menyeka air mata nya sekali lagi. "Sebentar lagi juga sudahan.."

"10 menit yang lalu juga itu yang kau katakan.." sindir Lexy sambil bermain dengan Phoenix nya. Freya hanya melirik tajam, dan kembali berkutat berusaha menghentikan air matanya.

Suara cerobong memberi tanda kalau kereta akan berhenti, kali ini di sebuah stasiun yang berkesan 'wah'. Ringroad Station. Begitu tulisan yang tergantung di sana. Lexy dan Freya segera turun. Tom ikut bersama mereka kali ini.

"Aku ada urusan di sini, kalian jalan - jalan saja. Di sini ada Coliseum yang terkenal juga lo," ujarnya sambil melirik ke Lexy.

Keluar dari Stasiun, kereta gantung menyambut mereka. Lexy mengambil jalur menuju Coliseum, yang berada di bagian kota lain. Freya mengambil jalur menuju pusat kota.

"Sampai sini yah," gumam Lexy.

"Umh." Freya melambaikan tangannya saat kereta gantung mereka mulai saling menjauhi.


***

"Aku mau ke bagian kota yang diblok itu." Jawaban Frey membuat Ren dan Mir terdiam. "Aku penasaran, ada apa di sana. Kalian mau tetap di sini?"

"Sepertinya begitu."

Setelah bersiap, Frey berjalan meninggalkan Gereja tempat Ren dan Mir tinggal. Mir melambaikan tangannya. Bayangan Frey menjauh, sampai tidak keliatan lagi.

Thursday, February 14, 2008

Kost not so sweet Kost

Huweh...

Akhirnya balik lagi ke kos Golden Bowl yg mangkoknya gak emas ini :p Mana pake perjuangan deg2an dulu lagi nyampe ke sini nya.

Jadi ceritanya, pagi - pagi udah disambut pake ujan deres yang bikin males keluar dari selimut. PAS 1 jam sebelum mo berangkat ke airport, ujannya BRENTI! Emang sih masih mendung - mendung aneh, dan sekali lagi pas di jalan, ujan nya dateng lagi, dan sekali lagi, brenti --"

Pas nunggu di dalem, 30 menit sebelum pesawat cao, si ujan lagi - lagi dateng deres BANGET. Anehnya, 10 menit sebelum pesawat dateng, ujannya BRENTI. Yap, pesawat akhirnya boarding juga tanpa delay kayak pesawat lain.

Nyampe di kos, abis slesai beres - beres, lagi - lagi si ujan mengguyur jalanan di luar ampe sekarang gak brenti - brenti. Moga - moga gak pake banjir di jalanan depan >.<

Tuesday, February 12, 2008

You Go Your Way -- 4 Our Future

Dinding di sebelah pintu Gereja ikut jebol, membuat angin bertambah seru memasuki ruangan besar itu.

Keempat bocah yang lain hanya terpana melihat Lexy yang masih berdiri kaku, menatap sisa Shadow yang baru saja dihabisinya. Phoenix merahnya terbang rendah, mendarat di bahu Lexy seperti biasa. Dari gundukan debu 2 Shadow terakhir itu, muncul cahaya hitam dan putih, persis yang ditemukan Ren, Lexy, dan Freya di lubang bekas bintang jatuh itu.

Dari cahaya hitam, kali ini bukan binatang lagi yang muncul. Frey mengenali sosok di depannya. Rabi, begitu biasanya Frey memanggil manusia dengan wajah kelinci yang membawa pedang hitam di punggungnya, dengan jubah hitam pendek dan topi hitam menutupi wajahnya. Tokoh rekaan nya waktu masih kecil, gambar iseng yang sering dibuat waktu ia masih duduk di bangku TK, kini muncul di depan Frey, sambil membungkuk hormat, dan mengulurkan tangannya ke arah Frey.

Dari cahaya putih, elang berwarna coklat hitam terbang rendah, mencengkeram pundak Mir perlahan, membuat Mir meringis kesakitan. Walaupun wajahnya galak, tapi elang itu menerima tepukan pelan dari tangan Mir.

"Hoo, sudah lengkap ya?" Suara Tom mengagetkan kelima bocah yang mengagumi Rabi dan Brownie, panggilan untuk elang Mir.

"Tom!" seru Freya girang. "Kalau kau ada di sini berarti.."

"Yap, kereta hitam nya sudah menunggu kalian. Sudah siap pergi?"

"Tapi, tidak ada sms seperti biasanya," jawab Ren ragu - ragu.

"Memangnya kalian pergi sesuai perintah di sms itu? Tanpa perintah pun boleh pergi kan? Jadi? Kalian sudah siap?"

Kelima bocah itu hanya berpandangan satu sama lain. Kebingungan. Ren masih ragu - ragu. Freya ingin segera pindah dari kota ini. Lexy terserah. Frey masih ingin di sini. Mir ikut dengan Ren. Tom menyadari masalah ini, ia mengusulkan untuk merundingkan masalah ini dulu.

"Malam ini kalian rundingan saja dulu. Besok pagi baru berangkat, kalau kalian mau pergi tentunya." Sambil berkata begitu, Tom meninggalkan mereka lagi, kembali ke stasiun. Malam itu, kelima bocah itu duduk melingkar, disinari cahaya lilin dari korek api yang diberi oleh Tom tadi.

"Aku masih ingin di sini.." Frey memulai pembicaraan. "Ada sesuatu yang aneh di sini, aku ingin menyelidikinya lebih lanjut. Soal pergi ke kota selanjutnya, kapan saja bisa kan?"

"Aku akan pergi," Lexy membuat yang lain menoleh ke arahnya. "Shadow terkuat di sini sudah dikalahkan oleh Phoenix ku ini, aku mau cari yang lain." Lexy membalas pandangan sinis Ren.

"Aku juga pergi," Frey menoleh seketika ke arah Freya. "Di sini suram. Aku tidak suka," Freya memotong Frey yang berniat membantahnya. "Mir dan Ren bagaimana?"

"Aku.."

"Aku ikut dengan Ren," gumam Mir. "Aku tidak mau berjalan sendirian tanpa arah begini. Sejak awal aku memang tidak betah di rumah, tapi aku tidak berniat berpetualang seperti ini." Ren menunduk penuh sesal. Seolah - olah itu adalah kesalahannya Mir bisa sampai ikut ke sini.

"Aku tetap di sini." kata Ren mantap. "Kalau terus pergi, aku tidak tau apa yang akan terjadi pada Mir, makanya aku tetap di sini."

"Yosh... sudah diputuskan ya?" Frey mengacungkan jempolnya. "Mulai besok, kita jalan sendiri - sendiri. Biar tidak kehilangan kontak, ayo kita tukeran nomer HP. Dengan begini walau ada apa - apa, kita masih bisa saling berhubungan. OK?"

Keempat bocah yang lain mengangguk pelan, sambil mengulurkan HP masing - masing.

Sunday, February 10, 2008

You Go Your Way -- 3 in a Row

"Oi! Lexy!"

"Mau apa kau?!" Lexy membentak Frey yang menghadangnya di salah satu sudut kota.

"Ayo pulang! Yang lainnya khawatir tau!"

"Berisik!"

Kepalan tangan Frey mampir di muka Lexy yang memaksa menerobos Frey. Tidak terima ditinju begitu saja, Lexy membalas. Baku hantam yang cukup ramai terjadi di sana. Tidak ada yang mundur satu langkah pun, membuat keduanya kehabisan tenaga dan terduduk lemas.

"Mana phoenix kecil mu itu?" tanya Frey sambil mengumpulkan nafasnya.

"Mana ku tahu..." Lexy menyeka darah di pinggiran bibirnya. "Nanti juga pulang.."

"Kau masih belum mau pulang?" Lexy menggeleng pelan. Frey bangkit perlahan, dan meninggalkan Lexy yang masih terkapar di sana. "Pintu gereja masih terbuka untuk mu.. kan masih roboh..." canda Frey yang ditanggapi Lexy dengan kekehan pelan.


***

"Hhh.. bocah yang menyusahkan..." gumam Mir saat Frey menceritakan kejadian tadi. "Mau makan ada dia malam ini?"

"Bekal kemarin sudah kuberikan padanya. Jadi setidaknya dia tidak akan mati kelaparan kan?"

"Lagian ngapain sih dia aneh banget," omel Freya. "Segitu pentingnya ya soal kekuatan itu, sampai dia nyaris mukul Phoenix nya itu."

"Oiya, ngomong - ngomong soal Phoenix, sepertinya mereka lagi berantem." Frey bercerita lagi. Ketiga bocah yang lain hanya manggut - manggut, Freya masih tetap mengomel tentang kelakuan Lexy, sedangkan Ren hanya diam saja. Ia tetap menentang keputusan Lexy yang meninggalkan Phoenix sendirian.

"Tiap orang punya pemikiran sendiri - sendiri kan?" Hanya itu komentar dari Mir yang menutup pembicaraan seru malam dengan hujan deras itu.


***

Keesokan hari nya, Lexy sudah muncul di depan pintu Gereja. Frey menyambutnya dengan tepukan keras di bahunya. Belum sempat Frey bertanya tentang Phoenix, yang dicari sudah terbang melenggang di belakang Lexy. Ketiga bocah yang lain menyambut kedatangan keduanya dengan ramah, kecuali Ren yang masih uring - uringan mengingat kelakuan Lexy kemarin.

Baru 5 menit mereka duduk dan menanyakan apa yang terjadi pada Lexy kemarin, ketika lagi - lagi terdengar suara ribut - ribut dari pintu depan. Kali ini tidak hanya 1, tapi 3 sekaligus Shadow muncul sambil meraung - raung. Yang ini tidak main - main. Besarnya 2x lipat dari biasanya. Dengan susah payah, Inuki dan Guri menghabisi 1 Shadow yang paling kecil dari 3 Shadow yang ada.

2 yang lain sedang disibukkan dengan keempat bocah lain yang berusaha menarik perhatian nya. Lexy berdiri memandangi Phoenix di sebelahnya.

"Bagaimana? Kau bisa?" Yang ditanya hanya menundukkan kepalanya, kemudian terbang tinggi ke atas 2 Shadow lain. Serbuk merah mulai menyelimuti ke 2 Shadow itu, mengikis mereka perlahan.

1 Shadow masih bertahan, berusaha meraih Phoenix yang terbang rendah. Tinggal beberapa cm lagi Phoenix merah itu tercabik oleh Shadow di dekatnya. Setengah meniru gerakan Kakek di Sunset, dari tangan kanan Lexy muncul cahaya merah, mendorong Shadow di depannya mundur sampai hilang tak berbekas.

Friday, February 8, 2008

You Go Your Way -- 2nd Chance

Inuki melenggang menghampiri Ren yang masih terpana.

"Kerja bagus," gumam Frey sambil menepuk bahu Ren dari belakang. "Kau menyelamatkan kami semua. Terima kasih Ren, Inuki juga." Frey membelai kepala Inuki perlahan. Mir dan Freya mengikuti dari belakang.

"Hee.. Kalau Inuki saja bisa sehebat itu, brarti Guri juga bisa dong," Freya melirik ke arah Dino kecil di sebelahnya yang memandang balik. "Lain kali kalau ada 'itu' lagi, Guri yang maju ya!"

"Oi, ini bukan game.." gumam Frey yang langsung dilirik tajam oleh Freya. Sepertinya mereka belum baikan juga. Setelah berkesimpulan kalau pintu Gereja yang jebol itu tidak bisa diperbaiki sekarang, kelima bocah itu kembali tidur. Menanti matahari datang ke kota tanpa nama itu.


***
Pagi dan malam di kota itu sama sekali tidak ada bedanya. Suasananya tetap suram dan tidak ada tanda - tanda kehidupan. Matahari masuk lewat jendela Gereja, membangunkan Mir, yang kemudian menyadari bahwa Lexy dan Phoenix nya hilang. Keempat bocah yang panik itu menelusuri sudut - sudut Gereja. Yang dicari tetap tidak ketemu, sehingga mereka memutuskan untuk mencari di luar.

Freya pergi bersama Frey, suatu keajaiban yang membuat Mir melongo selama beberapa detik. Ren tentu saja bersama Mir. Kedua kelompok itu berpencar untuk mencari Lexy. Stasiun tempat mereka datang masih kosong, tidak ada tanda - tanda ada Lexy di sana. Tepat saat Ren dan Mir bermaksud kembali ke Gereja, suara 'DEBUM' keras membuat mereka berlari ke arah Freya dan Frey pergi tadi.

Arah suara berasal dari sudut kota, tempat paling suram di sana. Frey terlihat berdiri di depan Freya, berusaha melindunginya dari sesuatu. Lexy di depannya, berusaha membuat Phoenix melakukan sesuatu.

"Ayo! Keluarkan cahaya itu!!" seru Lexy ke arah Phoenix nya yang hanya terbang rendah di hadapannya. "Oi! Ayo!!" Seberapa keras nya Lexy berteriak, Phoenix itu tetap berputar - putar rendah.

"Hentikan!" Ren menampik tangan Lexy yang siap memukul kepala Phoenix. Belum sempat Lexy membuka mulut nya, kali ini Guri yang beraksi. Bukan mengeluarkan cahaya, tapi ia melahap Shadow di depannya, dari atas sampai bawah, habis tak bersisa. Freya hanya terduduk lemas melihat Guri yang sudah ada di depannya.

"Waow... Hebat..." Kepala Guri ditepuk pelan. Lexy melepaskan tangannya dari pegangan Ren. Mendengus pelan sambil pergi, diikuti oleh Phoenix.


***



'Lexy.. beri aku kesempatan lagi..'

"Ha?! Kau ini tidak tau malu ya?!" geram Lexy. Phoenix di sebelahnya hanya tertunduk. "Terserah kau lah! Aku tidak mau tau! Mau coba, ya coba saja sendiri!!"

'Um..'

"Dengar ya! Kalau mau gagal, jangan libat kan aku dong! Sekarang pergi! Kalau kau sudah berhasil mengeluarkan cahaya aneh itu, baru kembali ke tempatku! Mengerti?!"

'Um..'

Phoenix itu akhirnya tidak terbang lagi. Ia hanya bertengger di kotak dekat jalanan itu. Ditinggalkan oleh Lexy yang terus berjalan tanpa arah.

Thursday, February 7, 2008

You Go Your Way -- 1st Power

Kereta hitam mereka berhenti untuk kedua kalinya di kota yang berbeda. Rusak. Itu lah yang bisa digambarkan dari kota, kalau masih bisa disebut kota, dengan bangunan yang kumuh, bekas tercabik - cabik, bekas amukan massal, bekas amukan alam, dan lain - lain. Mir dan Freya hanya bisa terperangah shock melihat keadaan itu.


Tidak ada plang nama atau apa pun yang bisa menunjukkan kota tempat mereka sampai itu disebut. Nama stasiun pun tak ada. Hanya ada kayu besar, yang sepertinya dulunya adalah plang nama stasiun, yang sekarang tidak ada sedikit tulisan pun yang terlihat. Tom berpamitan kepada kelima bocah itu. Ada urusan mendadak, katanya, dan kereta hitam bermasiniskan Tom itu pun menghilang dari pandangan mereka.


"Coba ke situ," Ren menunjuk ke sebuah bangunan yang besar, yang kerusakannya tidak lebih parah dari bangunan lainnya. Pintu yang besar, bangunan yang menjulang tinggi ke atas, hiasan lilin di sekitar jendela, dan lonceng besar di atas atap.


"Gereja," gumam Lexy. "Di tempat tinggalku, bangunan seperti ini namanya Gereja," jelas Lexy melihat keempat bocah lain yang kebingungan. Di tempat Ren, Mir, Frey dan Freya, tidak ada bangunan seperti ini.


Mereka masuk perlahan, diiringi bunyi pintu yang keras. Tidak ada orang di dalam sana. Altar di depan tampak masih bersih dan rapi, begitu pula dengan kursi - kursi yang ada di sekitarnya. Lexy duduk di barisan paling depan. Memandang nanar ke atap Gereja yang menjulang tinggi.


"Kita tidur di sini saja malam ini," usul Frey.


"Boleh juga, lagipula tidak ada tempat lain yang bisa ditinggali," gumam Freya yang mengintip ke luar jendela, memperhatikan bangunan lain yang nyaris terbelah dua.



Tidak ada yang spesial malam itu. Makan malam diisi dengan bekal dari si Nenek di kota Sunset. Tempat tidur mau tidak mau diganti dengan kursi - kursi panjang di sana. Keempat bocah yang lain sudah terlelap, kecuali Ren. Ia masih belum bisa tidur. Inuki di sebelahnya hanya terdiam sambil menemani tuannya yang hanya menatap nanar ke arah altar.



Suara 'BUM' keras membangunkan keempat bocah yang lain, dan membuat Ren terlonjak berdiri. Inuki berdiri di jalan depan altar, menggeram keras ke arah pintu masuk Gereja.


Shadow.


Satu kata itu lah yang melintas di kepala Ren, sambil mengingat - ingat penjelasan si Kakek. Yang bisa melawan Shadow adalah Light. Cahaya. Tidak ada sumber cahaya di sana. Lilin pun padam. Korek api tidak ada. Keempat bocah yang lain merapatkan diri satu sama lain, sementara ketiga hewan kecil mereka malah mendekat ke arah Shadow di depan mereka.


Bentuknya kali ini hanya seperti bayangan kantung plastik yang menjulang tinggi. Inuki yang mendekat pertama kali. Shadow di depannya bergerak perlahan ke arah serigala biru itu. Inuki tidak menghindar sama sekali, membuat Ren berteriak keras saat Shadow itu berada tepat 1cm di depan moncong si serigala. Cahaya biru yang membelah langit saat Inuki pertama kali ditemukan oleh Ren, kini muncul lagi.


Ren membuka mata, dan melihat cahaya biru yang terus keluar dari mulut Inuki. Selanjutnya seperti yang terjadi di penginapan Sunset, Shadow di depan mereka sudah hilang. Meninggalkan Ren dan kelima bocah lainnya terbengong - bengong menyaksikan apa yang baru saja dilakukan oleh Inuki.

Home Sweet Home =p~

Jang jang!!! xD

Tanggal 6 sudah berlalu!! Tanggal 7 sudah datang!! Gong xi fat chai! :D

Laporan berikut saya sampaikan langsung dari laptop rumah.

--5 Jan 08--
Memang yang namanya alam itu AJAIB! Tanggal 5 malem, kurang 7 jam dari waktu berangkat ke airport buat pulang ke Semarang, si Hujan itu dateng lagi, deres pula >.< Sambil melolong karena inet juga jadi mati, Grup S yang jam 4 pagi nanti bakal berangkat ke airport ini pun hanya bisa beres - beres dan memejamkan mata bentar biar ntar pagi gak tepar.

Setelah kurang lebih 1.5 jam, hujan yang dari tadi dipelototin oleh banyak orang yang besok paginya harus berangkat ke bandara itu berhenti juga. Sayangnya, inet masih tetep mati --" jadilah ranjang di kamar jadi tempat merem =p~


--6 Jan 08--
Jam 3 pagi! Semua barang udah masuk koper, kamar udah (lumayan) rapi. Saatnya telpon sodara yg katanya sopirnya mo ngejemput jam 3. Sambil sedikit nggonduk sodara ngomong di telpon "Lo, ngapain berangkat jam 3, kan jalanan udah kering, ni sopirnya bentar lagi berangkat, lagi nunggu ayam nya dipanasin dulu."

Jam 4 kurang seperempat, Grup S + 1 orang biasa mulai melaju naek mobil Panther warna ungu menuju ke bandara. Sambil terkantuk - kantuk, cuman 45 menit akhirnya bandara yang dikabarkan banjir itu akhirnya dicapai juga. Barang bawaan yang tadinya cuman 1 koper n 1 Breadtalk, nambah 2 : 1 kardus, n 1 plastik item isi ayam. Ayamnya sih enteng, tapi kardus isi jeruk nya itu loh --" 10kg dibawa pake tangan n ditarik pake rafia >.< haduh bikin pengen nangis.

Tempat nunggu yang biasanya padat orang, ini cuman dikit, n rasanya kayak dimasukin ke kulkas --" nyampe berembun gitu kacanya. Pesawat bakal boarding jam 5.45, n kayaknya yang namanya alam itu suka banget ngecengin para penunggu burung besi ini. PAS jam 5.45, hujan tiba - tiba dateng deres banget --" untungnya pesawat tetep berangkat, n begitu kena sandaran kursi pesawat, mata langsung merem, n begitu buka mata, eh sudah nyampe SEMARANG!! xD


--7 Jan 08--
Gak ada yang spesial hari ini, kecuali (angpao juga deng :p) KEPITING UNGARAN NYOTO ROSO!! xD Kepiting yang udah lama diidam - idamkan ini akhirnya disantap juga tadi. Rasanya masih tetep maknyossss. Sayang harganya tambah mahal kayaknya --".

Di hari Sin Cia, katanya hujan bawa rejeki, tapi kalo ujannya dari pagi ampe malem gini ya dapetnya rejeki banjir ^^; untung rumah di daerah yang gak kejangkau banjir. Kalo nggak mungkin udah kayak salah satu anggota Grup S yang pas tadi siang lagi nyerokin aer keluar rumah gara - gara banjir.

Kalo pas kemaren di kos, ngomongnya 'ujan gak pa - pa asal gak kebanjiran'. Kalo sekarang di rumah, 'ujan gak pa - pa asal gak mati lampu' >.< Entah kenapa, biasanya jarang - jarang mati lampu klo lg ujan, tapi ini udah beberapa kali mati idup mulu --" moga2 tar malem gak mati lampu lagi kayak kemaren :D.

Tuesday, February 5, 2008

Point of No Return -- Last Week

Shadow.

Bayangan yang ada di pikiran, hati, atau apa pun itu, di tiap manusia. Pikiran jahat, perasaan iri, marah, keinginan untuk balas dendam, semua yang tidak baik itu pasti ada di sudut pikiran setiap orang.

Di sini ada Sunset Town, kota di mana senja punya waktu yang lebih lama dari biasanya. Di saat senja itulah, para Shadow mulai bermunculan. Mengumpulkan setiap pikiran jahat orang - orang. Seperti namanya, Shadow mengambil wujud bayangan, dan biasanya keluar dari bayangan orang yang dirasukinya.

Yang bisa mengalahkan Shadow? Tentu saja cahaya, seperti yang keluar dari tangan si Kakek. Makanya tiap kali mati lampu, itu tandanya ada Shadow di dekat sana.

Penjelasan panjang lebar itu diterangkan oleh si Kakek, sambil menikmati makanan yang dibawakan si Nenek. Kelima bocah itu hanya manggut - manggut, antara bingung dan mengerti. Pintu yang jebol sudah kembali berdiri tegak, setelah Lexy dipaksa oleh si Kakek untuk membantu.

"Inuki ya?" Si Nenek mengelus serigala biru yang duduk manis di samping Ren. "Warnanya biru, cakarnya besar juga, pasti sebentar lagi jadi besar, dirawat yang baik ya," si Nenek mengalihkan pandangannya ke arah Ren sambil tersenyum manis. "Yang di sana namanya siapa?" Sambil mengarah ke Dino kecil dan Phoenix.

"Err.. belum punya nama..." gumam Lexy malu, begitu pula dengan Freya yang melirik ke arah Dino di sebelahnya.

"Guri!" seru Freya tiba - tiba. "Dino kecil ini, namanya Guri! Ya kan?" Freya mengelus Dino hijau di sebelahnya dengan lembut.

"Wah wah, tinggal satu yang belum punya nama ya? Ayo cepat dikasi nama, sebelum nanti.."

Sekali lagi, suara 'oooonggggg' panjang dari kereta hitam berkumandang, memotong ucapan si Nenek, diikuti suara dering HP dari kelima bocah itu, yang langsung berpandangan satu sama lain. Ingin memastikan sms apa yang diterima oleh yang lainnya. Tidak ada yang berbeda, semuanya berisi sms yang sama :


"Get ready for the next stop!"
"Don't miss this one,
a new place waiting for you."
"Bring nothing but your courage,
your friends,
your belongings."
"Keep those dearest to you as close as possible."
"Do you wanna go?"

"Yes or No"



"Hoo.. sudah saatnya kalian pergi ya?" Si Kakek mengintip isi sms Frey yang hanya mengangguk pelan. "Apa jawaban kalian?"

"Yes.." Jawaban kompak meluncur dari mulut kelima bocah itu. Setelah berpamitan dengan si Kakek dan Nenek, mengemasi barang - barang mereka, memastikan tidak ada yang teringgal, ditambah dengan bekal dari Nenek untuk tiap orang, dan tentunya untuk hewan kecil di samping mereka, kelima bocah itu segera menuju stasiun.

Tom menyambut mereka. Membukakan pintu gerbong kereta, dan mengatakan bahwa hari ini dia akan mengendalikan kereta hitam mereka. Matahari senja menyambut kepergian mereka, persis seperti saat mereka tiba di Sunset pertama kalinya.

Setelah memandang Sunset untuk, mungkin, terakhir kalinya, Ren menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Menutup matanya. Dan perlahan, kereta hitam itu kembali melaju.

Monday, February 4, 2008

Road to Semarang

Yeah!!

Akhirnya hari yang dinanti - nanti datang juga..!

Setelah gak pulang pas natalan, akhirnya pas sincia pulang juga.

Beberapa hari yang lalu, gara - gara ujan n banjir, grup S ini kebingungan gimana cara nya ke bandara biar bisa balik. Tapi emang yg namanya alam itu penuh keajaiban :p. Baru lewat 2 hari dari genangan air 1m, sekarang air udah surut n jalan tol udh bisa dilewatin lagi seperti biasa.

Artinya : Semarang, here I come!! xD

Eits, gak semudah itu balik ke Semarang. Masih ada beberapa 'utang' yang belom kelar.

1. Ujian Grafkom!!
Emang bener nyebelin --" udah ujian terakhir, susah pula, n bikin gak ada minat sama sekali buat blajar. Yang lebih bikin nyesek, biar seusaha gimanapun, klo jawabannya gak 'perfect' gak bakal dikasi nilai bagus ama si botak maksiat itu. Huff...

2. Laporan Pertanggung Jawaban alias LPJ
Ini nih satu lagi, tinggal nunggu punya orang yang belom kelar doang, bikin kerjaan yang kayak mengarang bebas ini jadi tertunda. Akibatnya Hana jd harus ngasih LPJ ini ke biro sendirian ^^; maap han, gak bisa nemenin karena udh balik xP


Dua utang di atas itu kalo gak cepet - cepet dikelarin balik ke Semarang belom bisa tenang nih, bisa deg - deg an mulu, kepikiran ampe kebawa pas maen PS xD. Moga - moga permintaan anak - anak langit dikabulkan. Jangan sampe ada kejadian ujan deres, n jangan sampe air yang udah mulai surut itu naek lagi n menghambat perjalanan ke bandara.

Terberkatilah kita semua yang bakal pulang ke kampung halaman masing - masing hohoho. Semarang.. MANSE!!

Sunday, February 3, 2008

Point of No Return -- Week 2 2/3

Sambil terengah - engah, Frey membanting pintu penginapan di belakangnya. Sesaat sebelum mereka masuk, raungan panjang itu masih terdengar, tapi sekarang sudah tidak lagi. Lexy melongokkan kepalanya dengan Phoenix bertengger di bahunya.

"Err.. kalian dari luar kan? Dengar suara tadi?"

"Begitulah..!" Raungan itu kembali terdengar. Kali ini lebih keras dari yang tadi, membuat Ren menghampiri yang lain sambil kebingungan meminta penjelasan.

Ruang makan jadi tempat ngumpul mereka malam itu. Sambil menyantap makanan yang sudah ada, mereka masih bersiap - siap mendengarkan raungan yang mengerikan itu. Ren sudah mencoba membangunkan kakek tukang tidur itu lagi tadi, dan hasilnya masih sama saja seperti hari - hari biasa. Lexy bercerita tentang kunci yang ditemukannya di depan pintu kamarnya.

"Bentuknya aneh," Lexy mengeluarkan kunci itu dari kantongnya. "Warnanya emas, ujungnya panjang banget, dan di kamar - kamar atas gak ada yang bisa dibuka pake kunci ini."

"Simpan aja deh, siapa tau itu kunci rahasia," Freya berbinar, membuat suasana di meja makan itu jadi cair lagi. Suara raungan itu pun sampai keesokan hari nya tidak lagi terdengar, sampai 2 hari berikutnya..


"Uwaa!!" jeritan Mir membahana di ruang makan yang kini gelap gulita.

"Weh, mati lampu.." gumam Ren. "Mana ada lilin di sini.."

Sesaat kemudian lampu menyala redup, dan kali ini teriakan Ren menyambung ke 4 bocah lainnya.

"Hush, jangan teriak - teriak.." Si kakek penunggu meja resepsionis, berdiri sambil membawa lampu minyak di tangannya.

"K-ka-kakek meja depan..." ujar Lexy terbata - bata.

"Listriknya putus yaa.."

"Nenek makanan...!"

"Wah wah.." Nenek yang selalu diucapkan Mir itu tiba - tiba muncul juga, membawa lampu minyak yang sama seperti yang dibawa si Kakek. "Datang lagi yaa..." Belum sempat kelima bocah itu meminta penjelasan, pintu depan sudah terdobrak, raungan mengerikan itu muncul dari arah pintu yang sudah roboh.

Yang di depan mereka bukan monster, lebih mirip Inuki, tapi bisa berdiri dengan kedua kaki, dan tentunya besarnya tidak sekecil Inuki. Tingginya hampir sama dengan Frey. Kelima bocah itu menepi ke pinggir dinding, dengan ketiga hewan mungil mereka di depan, menggeram pelan. Kakek dan Nenek yang baru saja muncul itu bukannya ikut menepi, malah mendekati makhluk di depan mereka.

"Lagi - lagi merusak pintu depan kita ya Pak.." ujar si Nenek. Yang diajak ngomong hanya tersenyum.

"Memang Shadow bandel.." Tangan kanan si Kakek yang tidak memegang lampu mengarah ke kepala makhluk yang dipanggil Shadow itu. Cahaya kuning seperti lampu penginapan muncul dan menyelimuti makhluk di depannya. Dari atas kepala, sampai bawah. Sedetik kemudian, cahaya berikut makhluk yang diselimutinya menghilang, tanpa jejak sama sekali.

Saturday, February 2, 2008

Point of No Return -- Week 2 1/3

"Permisi.." Frey memberanikan diri mendekati lelaki mirip masinis itu.

"Oh! Kalian penumpang terakhir ya?" Lelaki yang mengakui bahwa dirinya adalah masinis itu menanggapi pertanyaan Frey dengan baik. Mir dan Freya pun mendekat. Si masinis sepertinya tidak heran melihat hewan - hewan yang dibawa ketiga bocah itu.

Sambil bercerita panjang lebar, Tom, si masinis itu pun menjelaskan tentang kota ini. Tentang kereta yang bisa berjalan walaupun tidka ada masinis di dalamnya, yang ternyata dijalankan dengan auto-pilot. Sunset Town sendiri merupakan tempat di mana orang - orang yang mencari jati diri nya masing - masing datang, dan bagaimana cara mereka pulang, Tom sama sekali tidak tau. Ketika ditanya di mana ia tinggal, Tom menjawab, ia tinggal di dalam kereta.

"Pak Tom.."

"Tom saja. Begini - begini aku belum kepala 4 lo, hahahha.."

Freya menanyakan tentang sms yang diterimanya, membuat raut wajah Tom berubah.

"Kau menerima sms itu? Benarkah?"

"Umh! Cuma aku, Ren, dan Lexy. Mir dan *ehm* Frey tidak."

Sekilas Frey sempat melihat ekspresi mengerikan di wajah Tom.

"Aku lah yang mengirim sms itu. Tidak ada maksud apa - apa," Tom menyela Freya yang sudah siap bertanya lagi. "Benar, tidak ada maksud apa - apa, hanya untuk menyelamatkan hewan kecil yang sekarang ada di sebelah kalian itu. Perjalanan ke sini pun hanya kebetulan saja, karena seharusnya kereta tua ini tidak mungkin berjalan 4 hari berturut - turut."

Tidak puas dengan penjelasan Tom, Freya hanya diam. Frey mengambil alih pembicaraan, menanyakan tentang pemilik 'Inn' yang selalu tertidur. Tom malah tertawa ngakak, katanya, kalau dia tidur terus itu artinya kalian boleh menginap tanpa bayar. Tentang makanan yang selalu tersedia, mungkin itu disediakan oleh istrinya, yang punya prinsip sama seperti suaminya. Tentang penduduk Sunset, secara simple Tom menjelaskan, kota Sunset ini hanya tempat pemberhentian, jadi otomatis tidak ada yang tinggal di sini dalam waktu lama.

Tak terasa langit benar - benar gelap sekarang. Setelah berpamitan dengan Tom, mereka meninggalkan stasiun dan berjalan kembali ke penginapan. "Jangan kesasar!" pesan Tom sambil terkekeh.

Perjalanan pulang biasanya lebih dekat, tapi entah kenapa mereka tidak sampai - sampai juga dari tadi.

"Hei, Frey... jalannya bener gak sih?" keluh Mir yang mulai kecapekan.

"Seharusnya bener kok.. harusnya..." gumam Frey tidak yakin.

Raungan sesuatu menghentikan langkah ketiga bocah itu. Inuki menengadah ke atas sambil menggeram perlahan. Phoenix Lexy entah kenapa terbang melaju ke depan Frey, diikuti Dino dan Inuki di belakangnya.

"Ah.. Hei!!" Freya mengejar keduanya, dan mau tidak mau Frey dan Mir pun mengikuti mereka. "Mau ke mana kalian?" Entah hanya perasaan Freya atau bukan, sesaat Dino terlihat melirik ke arah Freya, yang entah bagaimana Freya langsung mengartikannya sebagai 'ayo ikut saja'.

"Sepertinya insting mereka bagus.." gumam Frey dari belakang. Dan benar saja, penginapan mereka sudah terlihat di depan mata.

Friday, February 1, 2008

Rain of the Day

Pernah tau yang namanya hujan?

Ini cerita tentang hujan yang dari malem sebelum blog ini ditulis, sekitar jam 11an, udah mulai turun, n baru berhenti n masi gerimis2 kecil sampe saat blog ini ditulis, jam setengah 4 sore. Wew setengah hari lebih >.< tau kan akibatnya kalo ujan gak brenti2 kayak gini? Banjir... --"

Jam 8 pagi, gara - gara ada ujian, mau gak mau bocah di lantai 3 Golden Bowl ini berangkat juga ke Syahdan setelah terkekeh2 geli akibat sms dari temen sekelasnya yang bilang, "Le, nitip absen ya, ujan gede ni.." Emang nya bisa apa ^^;; kalo bisa mah si Guk-chan nya Mbul juga gw suru ngegantiin :p

Yap, jadi intinya, dengan berpayung2, 3 bocah GB yang lebih dikenal dengan Group S ini berjalan beruntutan menuju Syahdan dengan urutan payung warna merah, merah, dan abu - abu. Hujan udah lumayan deres waktu itu, n pas sampai di kampus, di depan kelas tempat ujian udah ada pameran payung jentrek2 (deret2an maksudnya) sepanjang lorong.

Pas udah masuk kelas, hujan di luar bukannya reda, malah tambah deres. Jadilah, pas kelar ujian pun masih nunggu supaya gak keujanan pas pulang. Ternyata yang ditunggu malah ngece --" artinya ujan gak mau tau, tetep aja deres segitu2 juga. Karena laper juga, akhirnya Group S++ ini masuk ke tempat ayam goreng penyet di sebelah gang Haji Senen. Makan dong tentunya, mengisi perut yang keroncongan.

Minuman udah dateng, nasi juga udah, tinggal nunggu ayam, tiba - tiba.. 'Tes.. Tes.." dari atas mengucur pelan - pelan air anget, padahal di atas ujan, harusnya dingin dong. Tapi karena ngucurnya di atas lampu, jd airnya anget2 gitu, kayak disetrum --" Jadilah lima bocah ini minggir ke meja belakang yang ternyata tak kalah bocor, sampai akhirnya mundur ke paling belakang, di meja yang ada komputer nya ^^;

Sambil makan, liat - liat luar, wuuhhhhh banjir coiiii >.<>.< jadilah sepatu yang udah bocel n mangap kiri ini terendam juga. Untung gak pake yang baru :p

Nyampe di kos, bagus banget, AC bocor pas di pinggiran kasur, anehnya, kasur lipet nya Mbul yg berdiri (nggak tegak sih, jatuh gitu maksudnya :p) gak basah sama skali --" cuman di kasur doang yang kena >.< duh2 dikasi jampi2 apa itu ama si Mbul xP. Inet juga masih mati tadi, dari kemaren malem pas mulai ujan.

Di TV, berita tentang ujan rame banget, ada mobil kijang yang nyampe kerendem gitu >.< wew, untung di sini cuman ngerendem kaki. Jam 3.20 AKHIRNYA si ujan brenti juga. Ngeliat dari jendela, pas ujan jalanan bisa sepiiiii banget kayak gak ada kehidupan, n barusan ini aja kehidupan kembali lagi menyambut terangnya matahari.

Bukannya ujan itu gak enak, tapi jangan lagi - lagi deh ujan pas ujian >.< cukup banjir - banjiran sekali, cukup sepasang sepatu aja yang jadi korban. Ahiak2 xP.